Monday 1 March 2010

DINAMIKA KEISLAMAN MASYARAKAT MINANGKABAU DI PERTENGAHAN ABAD KE-19 2008 Januari 26

http://jumpayerri.wordpress.com/2008/01/26/dinamika-keislaman-masyarakat-minangkabau-di-pertengahan-abad-ke-19/


by yerri

studi atas kitab inilah sejarah ringkas syekh paseban assyattari rahimahullah

ta’ala anhu

Di dua tulisan saya sebelumnya, yang telah diterbitkan media ini, telah disampaikan secara singkat tetang riwayat hidup Syekh Paseban Assyattari Rahimahullah Ta’ala Anhu, seorang ulama dari golongan tua, yang berithikad kepada tarekat Syattariyyah, dan surau serta warisannya yang berharga yakni manuskrip. Dan, setelah dipertimbangkan, sangat pelit rasanya apabila saya tidak pula meyampaikan suatu pandangan ilmiah mengenai bangunan teks, serta kondisi kontekstual yang mempengaruhi teks kitab Inilah Sejarah Ringkas Syekh Paseban Assyattari Rahimahullah Ta’ala Anhu (SP).

Berbagai sumber menyebutkan, pada abad ke-12/13, agama Islam masuk ke Sumatra Barat, ialah Syekh Burhanuddin, atau Burhân Al-Dîn atau Tuanku Ulakan (w. 1056-1104/1646-1692), murid dari Syekh Abd. Al Ra’ûf Al-Sinkilî (w. 1024-1105/1615-1693), yang membawa dan mengembangkannya. Dimulai pertama kalai di seputar wilayah rantau Pariaman, kemudian meluas ke daerah lainnya di Sumatra Barat. Navis (1980), menyebutkan bahwa perkembangan agama Islam di Sumatra Barat, dari dari faham yang pertama hingga masuknya faham baru, berlangsung selama kurang lebih limapuluh tahun. Namun, apabila ditilik dari sumber-sumber lainnya, maka, jarak antara masa Syekh Burhân Al-Dîn dengan masuknya ideologi keislaman setelahnya yakni Naqsyabandiyyah, adalah berkisar 127 tahun (Fathurahman, 2003).

Di Aceh, Al-Sinkilî, dalam mengajarkan agama Islam, juga memeperkenalkan, menerapkan azas-azas dan aturan-aturan organisasi tarekat, yakni Syattariyyah. Di Sumatra Barat, oleh Burhân Al-Dîn aliran Syattariyah berkembang dengan pesat. Di tempat lainnya di Indonesia, walaupun agak lambat, tarekat ini juga diajarkan, kuat dugaan bahwa tarekat ini dibawa oleh murid-murid Al-Sinkilî yang lainnya, yang memang pada waktu itu tidak hanya memiliki seorang Burhân Al-Dîn. Azra (2004:256) mencatat bahwa sejak di Haramayn, Abd. Al Ra’ûf Al-Sinkilî, telah memiliki banyak murid. Murid-murid tersebut menyebar keseluruh pelosok bumi. Sayangnya, Azra tidak memiliki data pasti siapa murid-murid Al-Sinkilî di Haramayn tersebut. Di Indonesia, ia memiliki beberapa murid, seperti, Burhân Al-Dîn (Minangkabau), ‘Abd. Al-Muhyi (Jawa Barat), ‘Abd. Al-Mâlik b. Abd. Allâh (Semenanjung Malaya), dan yang paling terkenal yaitu, Dâwûd Al-Jâwî Al-Fansûrî b. ‘Islâmîl b. Agha Mushthafâ b. Agha ‘Alî Al-Rûmî (Aceh).

Perkembangan agama Islam yang cepat tersebut, tidak lain dikarenakan kandungan unsur-unsur animisme dan mistik dalam ajarannya. Yatim (2002:202) menyebutkan bahwa para sufi Timur Tengah mendapatkan kemudahan dalam menyebarkan agama Islam, karena adanya sinkronisasi antara kepercayaan Hindu yang dianut oleh penduduk pribumi dengan ajaran tasawuf yang dibawa oleh para sufi tersebut. Salah satu ajaran tasawuf yang kontroversial yakni martabat tujuh. Dalam ajaran martabat tujuh disebutkan bahwa yang dimaksud wujud itu hanya satu walau kelihatannya banyak. Wujud yang satu itu memiliki dua dimensi yakni, dimensi batin (isi) dan dimensi lahir (kulit). Semua benda yang tampak adalah manifestasi dari dimensi batin, yaitu wujud yang hakiki, Allah S.W.T. Wujud yang hakiki itu mempunyai tujuh martabat,
yakni
1). Ahadiyah, wujud hakiki Allah S.W.T.,
2). Wahdah, hakikat Muhammad,
3). Wahidiyah, hakikat Adam,
4). Alam Arwah, hakikat nyawa,
5). Alam Mitsal, hakikat segala bentuk,
6). Alam Ajsam, hakikat tubuh,
7). Alam Insan, hakikat manusia.

Kesemuanya bermuara pada yang satu, yakni Ahadiyah, Allah S.W.T. Akan tetapi, tidak banyak dari para pengikut Syattariyyah dapat memahami ajaran tersebut.

Bahkan, tak jarang banyak pengikut yang keliru menginterpretasikannya. Akibatnya, sering terjadi benturan konsep antar sesama pengikut. Fathurrahman (2002), mengatakan bahwa kesalahfahaman terhadap ajaran-ajaran tasawuf tersebut muncul dari bawah -orang awam- yang kesulitan memahami ajaran-ajaran tasawuf yang sangat filosofis, sehingga mereka menginterpretasikannya secara sederhana. Di kalangan para sufi sendiri, perbedaan interpretasi ajaran-ajaran tasawuf tersebut, diakui akan dapat mengganggu atau bahkan menyesatkan para murid. Azra (2004: 357), mengatakan bahwa para pengikut ajaran tasawuf itu membutuhkan waktu relatif lama untuk menguasai kemurnian ajaran tasawuf. Mereka dituntut untuk patuh secara penuh, lahir maupun batin, terhadap ajaran ortodoksi Islam, atau yang lebih tepat lagi kepada syari’at. Karena menurut para ulama tersebut, mustahil bagi para murid mencapai tujuan spritualnya tanpa mematuhi sepenuhnya doktrin ortodoks Islam. Akibatnya, para murid menjadi pasif karena mereka telah menarik diri (‘uzlah) dari masalah duniawi untuk menguasai ajaran tasawuf.

Akibat yang lebih buruk dari sikap pelarian diri (escapism) itu adalah kemunduran sosial ekonomi dan politik umat muslim. Secara religius, ajaran ini dituduh sebagai sumber bid’ah dan takhayyul atau khurâfât. Di dalam kitab SP, kontroversi mengenai ajaran tasawuf tersebut ditemukan di dalam teks di bagian perdebatan antara Syekh Paseban Angku Calau membahas faham martabat tujuh.

/… Maka pada suatu hari, pergilah Angku Paseban dengan tiga orang muridnya menemui Angku Calau di Muara Sijunjung. Tiba di Calau, waktu Maghrib telah masuk, maka beliau sembahyang saja di tepi air bersama murid yang bertiga itu. Sudah sembahyang Magrib, barulah beliau naik ke surau. Menjelang sampai di surau beliau berkata kepada murid yang bertiga itu. Kata beliau, “Di atas surau nanti, kita sama saja, tidak seperti guru dengan murid.” Pagi-pagi beresoknya, orang sama minum. Beliau Angku Paseban minum sama pula Angku Calau. Maka, bertanya Angku Calau, “Dari mana?” Dijawab oleh Angku Paseban, “Kami dari Lubuk Alung.” Setelah selesai minum, ber[ceramah]ceramahlah Angku Calau dengan Angku Paseban.//Akhirnya sampai ceramah itu kepada persolaan martabat tujuh. Maka dibahaslah oleh Angku Paseban, maka terjadilah kekandasan …/(Al-Khatib.2001:21-22).

Masuknya ideologi baru

Selanjutnya, di akhir abad ke-18 hingga berlanjut awal abad ke-19, dinamika keislaman masyarakat Minangkabau di Sumatra Barat memasuki masa-masa yang sangat dinamis. Kelompok-kelompok Islam konservatif Syattarriyyah, memperoleh tantangan dari kelompok-kelompok Islam konservatif lainnya, yakni Naqsyabandiyyah. Fathurahman (2003) menyebutkan bahwa serangkaian ketegangan antara Syattariyyah dan Naqsyabandiyyah yang terjadi itu, tidak saja menyangkut persoalan perbedaan faham dan ajaran semata, melainkan diantara keduanya saling rebutan kehormatan dan pengikut. Syekh Jalaluddin, seorang ulama di Cangkiang misalnya, telah berhasil mendapatkan simpati dari para pengikut tarekat Syattariayah, hingga mereka sudi berpindah ke Nakhsyabandiyah. Hal tersebut, tentu saja membakar emosi para ulama atau guru-guru Syattariyah.

Adapun persoalan-persoalan yang sering menjadi bahan perdebatan antara tarekat Naqsybandiyyah dengan Syathariyyah adalah menyangkut penetapan awal dan akhir Ramadhan. Saat ini, terutama di sekitar Padang Panjang dan di Pariaman, perbedaan tersebut masih juga terjadi. Biasanya, para penganut Syathariyyah merayakan puasa Ramadan dua hari kemudian setelah para penganut tarekat Naqsybandiyyah merayakannya, sehingga karenanya mereka mendapatkan julukan “orang puasa kemudian”, sementara tarekat Naqsybandiyyah disebut orang sebagai “orang puasa dahulu”.

/…..Maka diundangnya ke kantornya menghadiri pertemuan itu. Dalam pertemuan itu, mula pertama memberi pengajian Inyiak Rasul. Dalam pengajian itu akhirnya sampai ke soal puasa, “Yang kita sayangkan di masa sekarang, zaman telah maju tetapi sebahagian kita masih suka juga di zaman bodoh. Apa sebabnya? Kalau dahulu kita akan masuk puasa tilik dahulu bulan, kalau sudah tampak baru kita puasa. Melihat bulan itu ke tempat yang tinggi, ke atas bukit, itu pekerjaan berbahaya mendatangkan penyakit. Mana contohnya? Kita pergi ke atas bukit, di situ tidak ada dangau tempat berteduh, dalam kita menanti-nanti bulan, ada badai gadang dan hujan, kita dangau tidak ada, terpaksalah basah kuyub, tiba di rumah bangkit kuro. Padahal sekarang telah ada almanak, telah tentu satu Ramadhan, tidak mendaki bukit dan tidak berhujan-hujan dan tidak kedinginan. Tidaklah bodoh namanya itu, yang mudah sudah ada kita pakai juga yang sukar lagi berbahaya.”

Maka mengusul Syekh Paseban, kata beliau, “itu keterangan tuanku betul. Ya, masih bodoh juga sebahagian kami, betul itu. Berbahaya pergi melihat bulan itu ke tempat yang tinggi, ke atas bukit, tempat yang sunyi, tidak ada dangau, kalau tiba badai dan hujan lebat, ya bangkai dingin dibuatnya. Maka mendengar keterangan Tuanku, ingin pula hati kami kepada yang mudah itu. Tetapi sebelum kami pindah kepada yang mudah itu, kami ingin dahulu mendengar hadits Nabi Muhammad yang menyuruh memasuki puasa dengan melihat hisab.” Mendengar usul dari Syekh Paseban itu, maka Inyiak Rasul terdiam, sebab tidak ada haditsnya yang menyuruh memasuki puasa dengan melihat hisab…/ (Al-Khatib. 2001: 26-27).



Di pertengahan abad ke-19, satu kelompok aliran Islam yang dipengaruhi mazab Wahabbiyyah masuk dan diperkenalkan di Sumatra Barat. Kelompok aliran Islam ini dikenal sebagai aliran modern, non tarekat, kaum muda. Kelompok ini mempunyai misi menghapuskan unsur-unsur animisme dan mistik yang dikandung dalam ajaran Islam konservatif, kaum muda. Dikarenakan sifat gerakannya yang radikal, aliran ini banyak ditentang oleh kelompok-kelompok Islam yang telah terlebih dahulu ada. Sehingga tidak mudah bagi sufi-sufi yang membawa ajaran baru ini, mengembangkan ajaran-ajarannya walau di kampung halamannya sendiri.

Gerakan yang dilakukan para ulama muda tersebut selalu mendapatkan kegagalan, karena aliran Syattariyah yang telah dianut selama berpuluh-puluh tahun oleh sebagian besar masyarakat muslim di Sumatera Barat, bahkan telah menjadi identitas bagi sebagian besar masyarakatnya, memberikan perlawanan. Sehingga, tak sedikit ulama-ulama muda yang “terusir” dari kampung halamannya, apabila ajaran-ajaran baru yang dikembangkan tidak diterima oleh masyarakatnya, seperti yang di alami oleh Syekh Daûd Al-Sûnur (Suryadi. 2004:180), hal yang sama juga dialami oleh tiga haji, yakni Haji Miskin, Haji Piobang dan Haji Sumanik (1803), yang baru pulang dari Mekkah, dan hendak menyebarkan doktrin-doktrin ajaran Wahabiyah dengan segala bentuk larangannya kepada orang kampungnya, mendapat pertentangan yang keras dari kekuatan ordonansi Syattariyah, mereka dipermalukan oleh guru-guru tarekat Syattariyah dan akhirnya masing-masingnya memutuskan untuk pergi meninggalkan kampung halamannya. Puncak dari serangkaian konflik tersebut adalah meletusnya perang Paderi (w. 1821-1830). Amran (1980:386), mengatakan bahwa pemberontakan Paderi ini adalah puncak dari rangkaian perdebatan mengenai benar dan salah, halal dan haram dalam ajaran Islam yang berkembang sebelumnya. Kaum Paderi beranggapan bahwa Islam yang dianut oleh masyarakat sebelumnya, kaum tua, penuh dengan unsur-unsur animisme, mistik, takhayyul, bid’ah dan khurâfât. “…gerakan Pidari ini dikembangkan oleh orang-orang yang penuh cita-cita, bersedia berkorban, penuh dinamisme. Tetapi kemudian sering dipaksakan secara berlebih-lebihan, terlalu picik dan kolot, kadang-kadang sama sekali tidak ada lagi hubungannya dengan agama yang ingin mereka “murnikan” sendiri. Bahwa mereka menentang adat istiadat yang bertentangan dengan agama, kita mengerti sekali…”

Dipenghujung abad ke-19, gerakan-gerakan pemurnian Islam yang dilakukan oleh kaum muda Islam Sumatra Barat, semakin menunjukkan eksitensinya. Masyarakat Minangkabau sendiri juga semakin simpati terhadap gerakan-gerakan yang dilancarkan kaum muda sehingga lama-kelamaan kaum tua, kelompok Islam konservatif, ditinggalkan oleh para pengikutnya. Namun begitu, setidaknya ada dua faktor utama yang mempengaruhi kondisi ini. pertama, disebut di sini adalah faktor internal, dan kedua faktor eksternal.

Faktor internal yakni kondisi kelompok Islam konservatif, kaum tua itu sendiri, yang pada masa itu sedang “paceklik” tokoh. Maksudnya, ulama-ulama yang dahulu sangat berpengaruh, misalkan saja dari Calau, Ulakan, Cangkiang, dllsbgnya, telah meninggal dunia, sedangkan khalifah penggantinya tidaklah terlalu matang keilmuannya.

Sedangkan faktor kedua adalah, faktor eksternal, yakni kondisi sosial politik yang terjadi di Arab. Di Arab, setidaknya, semenjak kemunduran Dinasti Ûsmâni (Turki), terjadi berbagai ketegangan. Ibn ‘Abd Al-Wahhab murid dari ‘Abd Allah bi Ibrahim bi Sayf Al-Najdi Al-Madani, seorang ulama Naqsyabandiyyah, mendeklarasikan perang terhadap doktrin-doktrin tradisional yang dinilai sesat dan telah membawa kemunduruan sosial, ekonomi dan politik umat Islam. Alasan tersebut cukup kuat, mengingat bangsa Eropa telah memulai mengembangkan ilmu pengetahuan dan tekhnologinya kembali, bahkan beberapa diantaranya, seperti Inggris, Belanda, Prancis dan Spanyol telah melakukan ekspansi ke wilayah-wilayah di luar Eropa, termasuk Asia Tenggara, juga Sumatra Barat. Ketegangan-ketegangan tersebut selanjutnya melahirkan perperangan, perebutan kekuasaan, setelah gerakan ‘Ibn Abd Al-Wahhab bergabung dengan kekuatan Raja Ibn Sa’ud menjatuhkan rezim Raja Syarif Husen dan akhirnya menguasai seluruh Jazirah Arab (Ali. 2003). Di bawah kekuasaan Raja Ibn Sa’ud inilah faham Wahabbiyyah dapat berkembang dengan cepat ke penjuru negeri Islam, termasuk Sumatera Barat. Faktor ekstenal lainnya yang juga secara tidak langsung turut mempengaruhi kondisi ini adalah Terusan Suez. Memang semenjak dibukanya Terusan Suez tahun 1869. Koneksi antara negeri-negeri Arab dengan negeri-negeri Islam lainnya, termasuk Sumatra Barat semakin lancar, sehingga gejolak sosial politik yang terjadi di Arab pada waktu itu, cepat mempengaruhi negeri-negeri Islam lainnya, termasuk Sumatra Barat. (Suminto. 1986).

Demikianlah pada akhirnya, gerakan-gerakan kelompok Islam modern tersebut, juga turut merubah pandangan masyarakat Minang terhadap kelompok Islam konservatif dan juga ajaran-ajaran yang dikembangkannya. Banyak tudingan miris ditujukan kepada kelompok tua tersebut, ada yang menyebutkan “tukang sihir”, “tukan tenung”, dan lainnya.

/…Adapun menantu Angku Syekh Datuk adalah Juru Tulis Kepala Negri Lumindai. Dia selalu menghadiri orang bai’at, tetapi dia tidak sama bai’at. Disuruh serta dia tidak mau, sebab dia berpaham modern. Pada suatu hari dia akan pergi menghadiri orang bai’at, berkata isterinya, “Kemana itu?” “Pergi ke mesjid.” Jawabnya. Kata istrinya, “Sama pulalah baiat itu, kalau tidak jangan didengarkan juga orang bai’at.” Jawabnya “Tidak ada pula begitu.” Dia terus…/(Al-Khatib. Ibid. 68).

/…beliau Syekh Paseban, akan berangkat ke Mekkah. Orang rami memperkatakan beliau di lapau Simpang Tabing. Yang diperkatakan yaitu, kata orang, “rami benar orang datang menjelang Angku Paseban dari darat, dari mudik, maksudnya dari Pariaman, mengambil bai’at kepada beliau, dari pagi sampai malam tidak putus-putusnya.” Waktu itu, di situ sedang berada seorang ustadz, yang dipanggil orang Pakih Tanjung. Mendengar perkataan orang demikian, dia segera berdiri mengambil sepedanya sambil berkata, “Lekaslah berangkat Angku Paseban ini ke Mekkah, boleh nak Islam orang Koto Tangah ini.” [Kata] Katanya…/(Al-Khatib. Ibid. 70).



Di Mekkah sendiri, semenjak raja Ibnu Sa’ud berkuasa, perlakuan yang sama juga dialami oleh kelompok-kelompok Islam yang bermazhab tua (Syafi’i, Hambali, Hanafi, dan Maliki). Sehingga, tidak sedikit pula ulama-ulama tua yang pergi mengasingkan diri ke pedalaman Arab, jauh dari peradaban.

/…Oleh Raja Ibnu Sa’ud (Raja Wahabi), diaturnyalah pemerintahannya. Setelah aman, maka diperintahkannyalah menukar mazhab yang ada di Mekkah yaitu mazhab yang empat, mazhab Hanafi, mazhab Maliki, mazhab Syafi’i dan mazhab Hambali, ditukar dengan mazhab Wahabi. Tidak dibolehkan memakai mazhab yang empat dan segala kitab-kitab dari mazhab yang empat dikumpulkannya dan dibakar habis semuanya. Ulama yang tidak mau menukar mazhab dihukum pancung, sehingga sampai enam puluh orang ulama di Mekkah, Madinah dan Thaif yang dipancung. Begitu ganasnya Raja Sa’ud memaksakan mazhabnya…/ (Al-Khatib. Ibid. 93).

Wallahu a‘lam bishawab

Taruko, 13 Sya’ban 1427 Hhttp://www.blogger.com/img/blank.gif

Apakah setan (Iblis) berasal dari golongan malaikat atau jin?

http://quran-light.com/malayu/pages/news.php?nid=8


Ihwal apakah setan berasal dari golongan malaikat atau jin terdapat ragam pendapat.

Sumber perbedaan pendapat ini terkait dengan peristiwa penciptaan Nabi Adam As dimana para malaikat sujud kepada Adam As atas perintah Tuhan namun setan tidak melakukan hal yang sama.

Apakah setan (Iblis) berasal dari golongan malaikat atau jin?



Ihwal apakah setan berasal dari golongan malaikat atau jin terdapat ragam pendapat.

Sumber perbedaan pendapat ini terkait dengan peristiwa penciptaan Nabi Adam As dimana para malaikat sujud kepada Adam As atas perintah Tuhan namun setan tidak melakukan hal yang sama.

Sebagian berkata bahwa setan (Iblis) berasal dari golongan malaikat. Alasan mereka adalah bahwa karena pada ayat al-Qur’an, Iblis telah terkecualikan dari golongan malaikat (seluruh malaikat sujud kecuali Iblis), oleh karena itu Iblis tentu berasal dari golongan malaikat.

Terkecualikannya Iblis dari para malaikat tidak menunjukkan sejenisnya Iblis dengan para malikat. Melainkan menandaskan bahwa Iblis (lantaran ibadahnya ribuan tahun) berada di antara para malaikat dan dalam barisan para malaikat. Namun kemudian dikarenakan kepongahan, kesombongan, pembangkangan dan kebencian di hadapan Allah Swt maka ia dilempar keluar dari surga.

Beberapa poin berikut ini adalah untuk menegaskan masalah ini:

1. Allah Swt berfirman dalam surah al-Kahf, “Setan (Iblis) berasal dari jenis jin.”

2. Allah Swt menafikan segala bentuk kemungkinan bermaksiat dari para malaikat.

Dengan demikian para malaikat adalah makhluk yang suci dan sekali-kali tidak akan terjerembab dalam dosa, kebencian, kepongahan, lemaksiatan, congkak, dan lain sebagainya.

3. Pada sebagian ayat al-Qur’an mengemuka pembahasan tentang ayah dan datuk-datuk setan. Dan perkara ini menegaskan bahwa regenerasi dan kelahiran setan secara umum berlaku di kalangan jin sementara para malaikat merupakan maujud-maujud ruhani dan bahkan mereka tidak makan dan minum.

4. Allah Swt pada sebagian ayat al-Qur’an berfirman bahwa para malaikat ditempatkan sebagai para rasul. Rasul artinya utusan Allah dan barang siapa yang mengemban gelar rasul, hal ini menepis kemungkinan adanya segala jenis kekufuran, kesalahan, dan maksiat. Lalu bagaimana mungkin setan yang terjerat dalam maksiat besar ini adalah berasal dari golongan malaikat?

Di samping itu, konsesus ulama dan kabar mutawatir yang diriwayatkan dari para Imam Ahlulbait As menegaskan bahwa setan tidak berasal dari golongan malaikat. Dan sebagaimana yang kita ketahui bersama bahwa riwayat mutawatir merupakan salah satu media yang paling penting dalam menyingkap kebenaran hadis.



Penjelasan Detail:


Fokus dan sebab utama pengajuan soal ini berangkat dari peristiwa penciptaan Nabi Adam As. Tatkala Allah Swt hendak menciptakan manusia, malaikat bertanya dengan etika dan santun yang tinggi bahwa “Apakah kami tidak mencukupi untuk bertasbih dan mensucikan-Mu? Apa yang menjadi tujuan hakiki penciptaan manusia? Tuhan menjelaskan rahasia penciptaan Adam kepada malaikat bahwa manusia menjabat tugas sebagai khalifah Tuhan di muka bumi. Mendengar hal ini, para malaikat menerima seruan Tuhan untuk bersujud kepada Nabi Adam As dengan rendah hati, tulus, dan penuh penghormatan.

Di antara para malaikat, atau sebaiknya kita katakan bahwa di antara barisan para malaikat terdapat Iblis. Ia untuk beberapa lama beribadah kepada Tuhan. Namun di dalam batinnya tersembunyi sesuatu yang tiada mengetahuinya kecuali Tuhan. Rahasia yang tersembunyi selama ini terungkap pada peristiwa penciptaan Adam As. Terbukti Iblis membelakangi (kufur) perintah Tuhan. Sebenarnya Iblis telah kafir semenjak dulu namun dengan kepongahan dan pembangkangannya tidak sujud kepada Nabi Adam As, tirai kekufuran ini tersingkap.

Tatkala Allah Swt berfirman kepada seluruh malaikat dan Iblis (yang berada di antara mereka beribadah): Sujudlah kepada Adam, seluruh malaikat mematuhi perintah ini kecuali Iblis yang membangkang perintah ini dan tidak sujud kepada Adam As. Alasan Iblis adalah bahwa aku diciptakan dari api dan dia dari tanah lempung. Bagaimana mungkin maujud yang lebih tinggi sujud kepada makhluk yang lebih rendah?

Nampaknya Iblis lalai dari hakikat Adam As yang sebenarnya! Nampaknya ia tidak melihat bahwa ruh Ilahi telah dihembuskan ke dalam diri Adam As. Hakikat kemanusiaan manusia, nilai, dan harganya terletak pada mutiara malakuti yang berasal dari Allah Swt ini yang dianugerahkan kepada Adam As. Iya, menurut anggapan Setan, api lebih lembut daripada tanah lempung, kendati dalam analogi ini ia telah berbuat kesalahan – yang kini bukan menjadi fokus pembahasan kita – ia melihat Adam hanya dari unsur material dan duniawi (nasut) serta jasad manusia, namun lalai dari derajat menjulang kemanusiaan yang terpendam pada diri Adam! Dan dari dua perbuatan Iblis ini, ia mendapat dua reaksi, terusir dari surga dan dari haribaan Tuhan. Perbuatan Iblis pertama, merasa bangga terhadap aksi penciptaan manusia (dari lempung) dan perbuatan kedua adalah sombong dan puncaknya membangkang perintah dan titah Allah Swt.

Sekarang persoalan yang mengemuka adalah apakah Setan (Iblis) adalah termasuk dari golongan para malaikat atau tidak? Sebelum menjawab pertanyaan ini, ada baiknya kita membongkar kosa kata dan redaksi dari pertanyaan ini secara selintas sehingga, dengan izin Allah Swt, kita menyodorkan jawaban yang mantap, kokoh dan ilmiah. Atas alasan ini, kita akan mengkaji beberapa redaksi berikut ini:

A. Setan;

B. Iblis;

C. Malaikat;

D. Jin.


A. Setan: Redaksi Setan bersumber dari dari kata sy-tha-na. Syâtin bermakna maujud yang rendah dan tercela, thagut, pembangkang, keras kepala. Setan ini dapat berwujud manusia atau jin, bahkan juga bermakna ruh jahat dan jauh dari kebenaran. Pada hakikatnya, terdapat titik kesamaan dari makna-makna ini.

Oleh karena itu, Setan merupakan nama spesies (nama jenis) yang dilekatkan kepada maujud yang menyesatkan (baik manusia atau bukan manusia) dan penggangu.

Dalam al-Qur’an dan juga dari lisan para Imam Ahlulbait As bahwa Setan tidak hanya disandarkan kepada satu maujud tertentu. Melainkan kepada manusia-manusia jahat atau bahkan akhlak tercela seperti hasud, juga disebut sebagai setan.[1]

B. Iblis: adalah nama khusus (‘alam) yang hanya memiliki satu individu luar (mishdaq). Ia orang yang pertama bermaksiat di alam semesta dan di hadapan Allah Swt mengklaim kemandirian wujudnya. Bersikap sombong dan congkak, membangkang perintah Tuhannya dan pada akhirnya diusir dari surga. Nama rendah lainnya Iblis adalah “Azâzil”[2] dan Iblis berasal dari kata “Ablas” yang sebenarnya merupakan gelar baginya. Iblis artinya berputus asa dan boleh jadi penyebutan ini karena Iblis telah berputus asa dari rahmat Tuhan sehingga ia disebut sebagai Iblis.

C. Malaikat: Baik kiranya untuk membongkar kata malaikat ini kita menyinggung sebagian sifat-sifat para malaikat sehingga kita dapat mengambil kesimpulan bahwa malaikat tidak memiliki kecendrungan ke arah maksiat. Oleh karena itu, Setan tidak dapat berasal dari jenis para malaikat.[3]

Malaikat-malaikat merupakan maujud yang disebutkan Tuhan dengan sebaik-baik sifat dalam al-Qur’an. Allah Swt berfirman, “Sebenarnya (malaikat-malaikat itu) adalah hamba-hamba yang dimuliakan. Mereka itu tidak mendahului-Nya dengan perkataan dan mereka mengerjakan perintah-perintah-Nya.” (Qs. Al-Anbiya [21]:26-27) Sekali-kali dalam diri para malaikat tidak ada kecendrungan untuk menentang kebenaran dan disetiap keadaan sibuk beribadah dan taat kepada Allah Swt. Para malaikat merupakan maujud yang suci (terjaga dari perbuatan dosa). Diri dan pronomina suci mereka sekali-kali tidak pernah ternoda oleh dosa. Dan yang lebih penting dari semua itu, ketaatan dan kepatuhannya di hadapan Tuhan mereka. Ekspresi ketidakmampuan mereka di hadapan segala sesuatu yang mereka tidak ketahui dan tidak bersikap congkak dan sombong atas apa yang mereka ketahui. Karena mereka yakin bahwa segala yang mereka miliki bersumber dari Allah Swt. Dan sekiranya sedetik saja berkehendak pada apa yang tidak diketahuinya, maka apa yang mereka ketahui juga akan menjadi ketidaktahuan.

Iya perbedaan utama antara para malaikat dan setan pada peristiwa penciptaan dan sujud kepada Adam akan menjadi jelas. Lantaran para malaikat dengan jiwa dan hatinya mendapatkan diri mereka tidak mengetahui ilmu tentang nama-nama Ilahi. Artinya mereka memahami bahwa banyak hal yang tidak mereka pahami. Namun setan dengan penentangan dan sombong memikirkan segala sesuatu mereka ketahui dan sekali-kali tidak memahami bahwa sujud kepada Adam karena ilmu-ilmu yang dianugerahkan Tuhan kepadanya. Dan pikiran gelap mereka sekali-kali tidak akan pernah dapat mengetahui ilmu-ilmu ini! Adanya sifat congkak dan sombong yang menjadi penghalang baginya untuk memahami dan pada akhirnya penghalang untuk sujud kepada Adam! Penolakannya untuk sujud adalah penolakan berdasarkan pada sikap congkak bukan lantaran ia tidak mampu untuk sujud!

Dengan penjelasan ini menjadi terang bahwa karena malaikat adalah suci dan terjaga dari segala bentuk kesalahan. Tatkala tiada jalan untuk berbuat dosa, maka seluruh perbuatannya adalah murni ketaatan kepada Tuhan. Apabila ketaatan kepada Tuhan adalah sesuatu yang mesti dan wajib, maka kekufuran, kesombongan, dan kemaksiatan kepada-Nya adalah sesuatu yang mustahil terjadi. (Dalil ini merupakan dalil rasional pertama terkait perbedaan antara setan dan malaikat, dan sebagai kesimpulannya bahwa setan bukan dari golongan malaikat)

Sebelum mengutarakan dalil-dalil rasional (aqli) dan referensial (ayat al-Qu'ran dan hadis), perlu kiranya di sini dijelaskan secara selintas terkait masalah jin.

D. Jin:
Jin pada dasarnya adalah suatu maujud yang tersembunyi dari panca indra manusia. Al-Qur’an membenarkan maujud sedemikian dan menjelaskan beberapa perkara tentang jin serta memandang jenisnya berasal dari api; sebagaimana jenis manusia diciptakan dari tanah. Namun tentu saja penciptaan makhluk-makhluk ini terjadi sebelum manusia.[4]

Sebagian ilmuan menyebut jin merupakan sejenis ruh yang berakal yang tidak memiliki unsur materi. Namun jelas bahwa jin bukan makhluk nonmateri secara mutlak. Karena sesuatu yang diciptakan dari api adalah materi dan satu kondisi setengah abstrak. Atau dengan bahasa lainnya disebut sebagai materi halus (jism latif).[5]

Pada banyak ayat-ayat al-Qur’an dijumpai bahwa jin juga sebagaimana jenis manusia, memiliki kehendak dan intelegensi serta dapat melaksanakan perkerjaan-pekerjaan berat. Terdapat jin yang beriman dan jin kafir. Sebagian adalah jin-jin shaleh, sebagian yang lain bermaksiat. Hidupnya sebagaimana manusia, dan memiliki hidup dan mati serta kiamat. Jenis kelaminnya ada pria dan wanita. Terdapat pernikahan dan regenerasi pada mereka.

Namun pembahasan inti adalah apakah iblis termasuk dari golongan malaikat atau tidak? Terdapat ragam pendapat dikalangan ulama, dan sumber perbedaannya boleh jadi bersandar pada sebagian ayat al-Qur’an.

Sebagian orang berkata bahwa setan berasal dari golongan malaikat. Dalil utama mereka adalah bersandar pada ayat yang menegaskan, ”Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat, “Bersujudlah kamu kepada Adam!” Maka mereka bersujudlah mereka kecuali Iblis.” (Qs. Al-Baqarah [2]:34)

Karena pada ayat ini, iblis menjadi terkecualikan (mutstastna) dan yang dikecualikan dari (mutstastna minhu) para malaikat. Dan sebagai keseimpulannya iblis adalah makhluk dari jenis malaikat.

Tapi, penafsiran yang benar (dari ayat di atas) adalah bahwa iblis bukan dari golongan malaikat. Riwayat mutawatir yang sampai kepada kita dan para ulama Imamiyah sepakat tentang hal ini. Semuanya menegaskan bahwa iblis adalah dari golongan jin bukan dari malaikat! Dan untuk menetapkan masalah ini terdapat beberapa argumentasi dimana kami akan singgung beberapa di antaranya:

1. Allah Swt berfirman, “Iblis berasal dari golongan jin.” (Qs. Al-Kahf [18]:50)

2. Allah Swt berfirman, “Penjaganya adalah malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka, dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (Qs. Al-Tahrim [66]:6). Ayat ini menafikan secara umum kemaksiatan dari para malaikat. Dan hal ini menegaskan bahwa pertama, iblis bukan dari golongan malaikat, dan malaikat sekali-kali tidak akan pernah berbuat maksiat.

3. Allah Swt berfirman, “Patutkah kamu mengambil dia dan keturunannya sebagai pemimpin selain dari-Ku, sedang mereka adalah musuhmu? Amat buruklah iblis itu sebagai pengganti (Allah) bagi orang-orang yang zalim.” (Qs. Al-Kahf [18]:50). Ayat ini menandaskan bahwa di antara golongan jin terdapat generasi atau dengan kata lain melahirkan dan melakukan regenerasi. Sementara penciptaan para malaikat dari cahaya dan kedua ini tentu tidak terdapat pada mereka.

4. Allah Swt berfirman, “Segala puji bagi Allah pencipta langit dan bumi, yang menjadikan malaikat sebagai para utusan (untuk mengurus berbagai macam urusan).” (Qs. Fatir [35]:1), “Allah memilih utusan-utusan-(Nya) dari malaikat dan dari manusia.” (Qs. Al-Hajj [22]:75). Dan kita ketahui bahwa kekufuran dan kemaksiatan tidak dibenarkan pada Rasul dan utusan Tuhan.

Dalam menjawab argumentasi atas orang-orang yang menyoroti ayat terkecualikannya Iblis dari para malaikat adalah bahwa terkecualikannya iblis dari para malaikat sekali-kali tidak menunjukkan kesamaan jenis iblis dan malaikat. Yang dapat dipahami dari persoalan ini adalah bahwa iblis berada di barisan para malaikat dan seperti para malaikat bertugas untuk sujud. Bahkan sebagian orang berkata bahwa pengecualian dalam ayat ini termasuk suatu bentuk pengecualian dari yang bukan sejenisnya.[6]

Dalam mencirikan Iblis harus dikatakan bahwa kurang-lebih enam ribu tahun beribadah kepada Allah Swt. Oleh itu, menempatkan maujud seperti ini (yang beribadah dan taat kepada untuk beberapa lama) di barisan para malaikat sah-sah saja. Suatu waktu Imam Shadiq As ditanya bahwa apakah iblis dari golongan malaikat atau termasuk salah satu maujud samawi? Beliau bersabda, “Bukan dari golongan malaikat juga bukan salah satu maujud samawi. Melainkan ia adalah jin. Namun ia bersama para malaikat. Para malaikat juga beranggapan bahwa Iblis sejenis dengan mereka. Namun Allah Swt mengetahui bahwa tidak demikian. Peristiwa ini terus berlanjut hingga peristiwa perintah sujud kepada Nabi Adam As, dengan adanya peristiwa ini rahasia terpendam Iblis menjadi terungkap.[7][]



Literatur untuk telaah lebih jauh:

1. Thabarsi, Majma’ al-Bayan, jil. 1, hal. 163, ayat 34

2. Allamah Thaba-thabai, Tafsir al-Mizân, jil. 1, hal. 122 dan seterusnya. Jil. 8, hal. 20 dan seterusnya.

3. Abdullah Jawadi Amuli, Tafsir Maudhu’i Qur’ân Karim, jil. 6, pembahasan yang berkenaan dengan penciptaan Adam

4. Misbah Yazdi, Ma’ârif al-Qur’ân, 1-3, hal. 297 dan seterusnya.

5. Tafsir Nemune, jil. 1, ayat 34, dan jil. 11, hal 8


[1] Raghib Isfahani, Mufrâdât al-Qur’ân, klausul syaitan.

[2] Thabarsi, Majma’ al-Bayan, jil. 1, hal. 165.

[3] Dari ayat yang terkait, redaksi para malaikat disebutkan dengan kata plural (jamak) disertai dengan alif-lam: artinya seluruh malaikat diperintahkan untuk sujud kepada Adam.

[4] “Dan Kami telah menciptakan jin sebelum (Adam) dari api yang sangat panas.” (Qs. Al-Hijr [15]:27)

[5] Nasir Makarim Syirazi, Tafsir Nemune, jil. 11, hal. 79-80.

[6] Namun tentu saja terdapat dalil lain yang dijelaskan terkait masalah ini karena alasan terbatasnya ruang dan waktu, kita tidak akan membahasnya di sini. Bagi Anda yang tertarik silahkan Anda rujuk pada Tafsir Majma’ al-Bayan, surah Baqarah, ayat 34.

[7] Thabarsi, Majma’ al-Bayan, jil. 1, hal. 163, cetakan Beirut.

Sunday 28 February 2010

HAKIKAT UMUM - QURAN-ET SAINS 17

# Menambah Wirid Thoriqoh dan Jahr
# Perkawinan Seorang Syarifah
# Menghina Orang Sholeh
# Wirid Al-Qur'an dan Penarik Rizki
# Susuk Bikin Sulit Mati
# Faedah dan Fadhilah Al-Waqi'ah
# Menyembah ke Ka'bah dan Tempat Allah

Menambah Wirid Thoriqoh dan Jahr

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Puji syukur saya panjatkan kepada Allah (Swt) atas rahmat, taufik, dan hidayah-Nya. Shalawat dan salam semoga tercurah atas Rasulullah (saw), keluarga dan sahabatnya.

Dengan ini saya ingin berkonsultasi kepada berkaitan dengan tarekat Sadziliyah. Setelah dua tahun saya berbaiat, ada hal-hal yang ingin saya konsultasikan. Pertama, setiap membaca istigfar 100 kali, saya selalu menambahkan istighfar utama untuk bacaan yang ke-101 menyambung ke shalawat. Apakah penambahan ini boleh? Kedua, setiap membaca shalawat selalu saya tambah dengan kata sayyidina. Apakah dalam hal ini juga diperbolehkan? Ketiga, bolehkah dalam zikir kalimat tayibah, tambahannya saya baca secara jahr?
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Sudaryo

Jawaban:

Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Dalam ketentuan tarekat yang sudah berlaku mulai dari Rasulullah (saw), kemudian diterima oleh para sahabat dan orang-orang setelahnya, sampai kepada setiap guru mursyid, kita sebaiknya menerima apa adanya dahulu. Ketentuannya, bilangan zikir itu adalah seratus kali. Nanti, di luar itu, kita boleh dan baik sekali bila mencari nilai tambah, dengan tambahan zikir lain. Karena, tambahan itu memang diperintahkan Allah (Swt) dan Baginda Nabi (saw). "Udzkurulláhu dzikran kasira" artinya "Berzikirlah kamu sebanyak-banyaknya." Namun itu dilakukan setelah semua wiridnya dibaca.

Sebaiknya, dalam menjalankan zikir tarekat yang ada dalam petunjuk itu diikuti saja. Dengan pertimbangan, zikir atau serangkaian wirid yang ada di dalam setiap tarekat sudah diatur. Laksana obat-obatan, dosisnya sudah ditentukan. Karena itu, saya berharap, dosisnya jangan ditambah. Dikhawatirkan, akan terjadi efek-efek yang kurang baik terhadap peminum obat itu.

Kalau kalimat shallallahu 'ala Muhammad ditambah sayyidina, maka itu itu diperbolehkan dengan pertimbangan pengagungan kepada Baginda Nabi (saw). Kepada pak Bupati saja kita menggunakan sebutan bapak Bupati, masa kepada Baginda Nabi (saw) kita hanya memanggil dengan namanya saja? Tidak tepat rasanya kalau kita tidak memanggil dengan tambahan sayyidina.

Tetapi untuk shalawat tarekat yang ada di atas (Shallallahu 'ala Muhammad), jangan ditambah-tambah. Shalawat ini dibaca apa adanya saja. Karena shalawat yang memakai kalimat fi kulli waktin wakhin merupakan shalawat tersendiri.

Saya sendiri tidak berani menambah kalimat pada shalawat tersebut, karena kekhawatiran saya terhadap guru saya. Masalah kalimat tayibah, sudah ditentukan seratus, kemudian ditutup dengan kalimat Muhammadur-Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Adapun bacaan tersebut mau dibaca secara jahr atau sirri, kedua-duanya boleh saja. Makna sirri dalam Tarekat Sadziliyah artinya cukup didengar untuk dirinya sendiri. Sedangkan makna Jahr silahkan Anda membaca asal dalam tidak sampai mengganggu lingkungan sekitar.

Satu contoh, suatu ketika Anda tengah menjalankan zikir tarekat. Kebetulan, pada saat bersamaan ada orang yang sedang mendirikan shalat wajib berjamaah. Ketika itu, imam tengah membaca surat Al-Fatihah secara jahr. Karena keduanya mengeluarkan suara yang keras, bukan tidak mungkin konsentrasi si makmum akan terganggu. Jadi, sebaiknya, orang-orang yang mempunyai zikir jahr mengurangi volume suaranya. Kalau bisa cukup didengar oleh dirinya sendiri, atau sekadarnya. Tapi, kalau memang keadaan sekitarnya sepi, tidak ada larangan.
Posted by QuranSains at 2:17 AM

Perkawinan Seorang Syarifah

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Saya dari keluarga Alatas memiliki adik perempuan bernama Muznah. Adik saya kuliah di sebuah negara di Eropa dan memiliki pacar orang sana. Dalam hubungan itu, laki-laki tersebut bersedia masuk Islam. Tapi ternyata orangtua kami tidak nnerestui. Ayah dan ibu saya sangat marah. Sebab, menurut Ayah, tak mungkin seorang syarifah menikah dengan orang yang baru akan masuk Islam. Itu aib dan tidak boleh terjadi. Bahkan, menurut Ibu, adik saya tak boleh kawin dengan orang kebanyakan meskipun beragama Islam, kecuali dengan sayid juga. Benarkah keyakinan seperti itu? Itulah pula yang mengharuskan saya kawin dengan syarifah dari marga al-Hinduwan. Terima kasih atas jawabannya. Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh.

A.A. Alatas

Jawaban:

Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Ada beberapa tokoh, ulama dan sayid yang melarang seperti itu. Bahkan Imam Syafi'i, Hambali dan Hanafi pun melarangnya. Itu bukan semata-mata masalah dunia percintaan. Dunia percintaan adalah wajar, setiap manusia yang normal ingin dibuai, dibelai, disayang oleh lawan jenis yang disukainya. Itu bisa terjadi pada siapa pun.


Tapi memilih pasangan yang sesuai dengan koridor bagi kedua belah pihak itu memang ada dan sebaiknya dipatuhi. Masalahnya, non-Ahlil Bait itu bukan non-Arab. Yang ingin saya katakan di sini, masalah keturunan Baginda Nabi itu tidak terlibat sekadar masalah kebangsaan. Jangan salah menafsirkan dan salah paham.


Orang Jawa yang memiliki keturunan Nabi (saw) itu juga banyak dan sudah menjadi orang Indonesia. Ada juga yang sudah menjadi orang Mesir, Palestina, India, dan sebagainya. Mungkin dia sudah beberapa keturunan di bawahnya. Tapi keturunan adalah keturunan. Sebab, keturunan Nabi Muhammad itu, sebagai tanda kesuciannya, setiap anak-cucu Baginda Nabi dilarang keras memakan harta zakat, meskipun ijmaul ulama memperbolehkannya. Padahal, di sisi lain, selain yang bernasab kepada Baginda Nabi diperbolehkan makan zakat. Ini yang membuat tidak bertemu. Dari sinilah diperkuat para ulama, tentang sifat kedudukan keturunan itu


Yang kedua, terikat dengan adab. Kita sadar bahwa kita mengetahui Islam, termasuk tentang halal-haram dan ajaran agama Islam keseluruhan, tanpa sebab dari Baginda Nabi (saw). Bagaimana adab akhlak kita terhadap Baginda Nabi, paling tidak kita menghargai anak-cucunya. Nilai-nilai akhlak dan adab di sini, atau pernikahan di sini adalah jangan sampai merusak adab dan akhlak yang sebaiknya dan seharusnya dijaga pengikut Rasulullah (saw).
Posted by QuranSains at 2:17 AM

Menghina Orang Sholeh

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Saya sedih ketika suatu ketika mendengar gunjingan buruk yang diarahkan kepada orang-orang saleh, atau ulama shalihin yang menjadi panutan. Saya sedih sebab kadangkala mendengar cacian kepada ulama. Banyak ungkapan yang tak senonoh yang sering kami dengar di Masjid-masjid tertentu. Yang ingin kami tanyakan, bolehkah menghina atau mengumbar kejelekan ulama yang notabene menjadi panutan umat itu. Apakah pelakunya bisa dihukum secara syariah? Atas jawabannya saya ucapkan terima kasih. Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh.

Salman Hadi

Jawaban:

Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Orang yang dikategorikan sebagai orang saleh itu tidak hanya bisa dilihat dari satu sisi, misalnya karena ibadahnya. Kata saleh yang menyertai seseorang itu harus menyeluruh. Saleh hatinya, saleh mulutnya, saleh telinganya, saleh matanya, dan saleh pula perilakunya. Jadi, orang yang saleh tidak mungkin akan memojokkan orang lain. Andaikata terjadi hujatan terhadap orang-orang yang saleh, harus ada alasan mendasar yang sesuai syariah. Tapi, menunjukkan aib itu tetap tidak dibenarkan dalam Islam.
Posted by QuranSains at 2:16 AM

Wirid Al-Qur'an dan Penarik Rizki

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Saya ingin bertanya tentang manfaat bacaan ayat-ayat Al-Qur'an jika diamalkan secara rutin setelah melaksanakan shalat lima waktu.

Pertama, apakah faedahnya setelah kita mengamalkan ayat Lima setelah shalat? Kedua, apa faedahnya mengamalkan ayat 128-129 Surah At-Taubah setelah melaksanakan shalat lima waktu? Ketiga, apa faedahnya mengamalkan doa Nurbuwat setelah melaksanakan shalat lima waktu? Keempat, zikir apa saja yang dapat mempermudah kelapangan dan keberkahan rezeki?

Mohon penjelasan yang gamblang, sehingga akan menambah khusyuk dan akan mempertebal iman dan takwa kepada Allah (Swt) di dalam menjalankan ibadah sehari-hari. Demikian pertanyaan saya, atas jawaban saya haturkan terima kasih. Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Slamet Untoro

Jawaban:

Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Saudara Slamet, jawaban pertanyaan pertama Anda akan Anda temukan dalam kitab Khazinah Al-Asrar tentang ayat Lima pada halaman 75. Silakan Anda bertanya kepada ustad atau kiai terdekat yang memahami persoalan itu. Insya Allah Anda akan temukan asrar dan rahasia-rahasia Al-Qur'an serta fadilahnya.

Mengamalkan kedua surah itu, yaitu ayat 128-129 Surah At-Taubah, sangat bagus. Hadist menyangkut kedua ayat itu sangat kuat. Salah satunya menyatakan, antara lain, barang siapa membaca dua ayat tersebut, kepadanya akan diberi umur panjang oleh Allah (Swt). Kedua, dimudahkan dan dilapangkan rezekinya. Ketiga, ditingkatkan keimanannya, ketawakalannya, serta ketauhidannya.

Untuk Doa Nurbuwah, lebih baik bacalah setiap waktu cukup satu atau tiga kali. Kalau mampu, tujuh kali, sebab dosis Doa Nurbuwah itu tinggi sekali. Oleh karena itu, sekali lagi, karena sebab terikat dosisnya, ada pembatasan-pembatasannya. Biasanya doa-doa yang cukup berat seperti Nurbuwah atau hizib-hizib yang mempunyai kandungan-kandungan rahasia yang sangat dalam, pengamalnya banyak diuji oleh Allah (Swt) sebelum menerima isi rahasia bacaan-bacaan tersebut.

Makanya perlu seorang guru, dan disesuaikan dengan kemampuannya. Sebagaimana orang mau minum obat-obatan yang dosisnya cukup tinggi, tekanan darah, berat badan, dan sebagainya itu, perlu disesuaikan dengan apa yang akan diminum.

Bentuk ujian itu bisa bermacam-macam. Kadang, dalam satu bacaan, secara tidak langsung ia tidak menunjukkan sebagai ayat yang mampu membuka ilmu rahasia Allah. Sebab, belum tentu semua orang mampu membuka tabir dan mampu mengemban kemampuan itu. Kemampuan itu harus diimbangi dengan kekuatan puasa, bangun malam, dan bacaan zikir. Tapi ada satu hal yang perlu diperhatikan setelah mampu mendapatkannya. Di antaranya, jangan membagga-banggakan diri setelah berhasil, sehingga yang diharapkan dari orang itu bisa mengambil falsafah ilmu padi, yang semakin berisi semakin menunduk. Kalau tidak, potretnya seperti orang yang gagal mendapatkan rahasia Allah secara benar.

Untuk mempermudah kelapangan dan keberkahan rezeki, Anda bisa saja memperbanyak membaca istigfar, kemudian La iláha Illallah al-Malik al-Haqq al-Mubin Muhammadu shadiq al-wa'dil amin yang artinya "Tiada Tuhan selain Allah, Sang Raja, Yang Maha Benar, dan Muhammad adalah utusan Allah, yang benar janjinya serta dapat dipercaya. Wirid ini dibaca berulang-ulang. Insya Allah rezeki yang berkah dan halal akan lancar datangnya.
Posted by QuranSains at 2:13 AM

Susuk Bikin Sulit Mati

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Beberapa kali saya menemukan kiai di Jakarta yang memakai susuk. Alasannya, untuk mendapatkan kewibawaan. Bagaimana sebenarnya hukum memakai susuk itu? Atas jawabannya, saya sampaikan terima kasih. Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Edi Suwito

Jawaban:

Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Ingin saya garis bawahi dulu, persoalan kewibawaan itu bukan persoalan susuk. Wibawa atau tidak seseorang ditentukan baik-buruknya akhlak orang tersebut. Sehingga kalau mau berwibawa, ya sebaiknya dibenahi dahulu akhlaknya. Individu kita harus diperbaiki, termasuk karakter dan kepribadian. Ubah atau naikkan dahulu karakter kita menjadi lebih baik, perilaku dan kedekatan kita kepada Allah (Swt). Di situlah sumber wibawa sebenarnya. Yaitu, kedekatan kita kepada Allah (Swt) dan Rasulullah (saw).

Adapun memasang susuk itu, hukumnya tidak bisa dibenarkan. Malah bisa menjurus syirik. Di situ ada nilai lain yang belum tentu si pemasang susuk sendiri bisa memanfaatkan, termasuk bagaimana kegunaan susuk itu.

Susuk itu biasanya akan berakibat di belakang hari. Si pemakai antara lain akan merasa susah ketika mendekati ajalnya. Kalau tidak ada yang sangat terpaksa atau mendesak, apalagi bila hanya untuk kewibawaan, lebih baik tidak dibiasakan memasang susuk. Karena dalam susuk itu terdapat nama Allah atau bacaan-bacaan yang harus dituliskan dengan emas atau benda berharga lainnya.
Posted by QuranSains at 2:09 AM

Faedah dan Fadhilah Al-Waqi'ah

Assalamualaikum Warahmatullahi wabarakatuh. Saya ingin bertanya tentang faedah yang terkandung di dalam surah Al-Waqi'ah, surah Yasin, serta membaca shalawat Nariyah, yang selalu saya baca setelah shalat Magrib dan Subuh.

Kemudian, apakah keutamaan atau fadilah kita mengamalkan Ratib Haddad setelah shalat Subuh? Lalu apa pula keutamaan kita mengamalkan surah Yasin, surah As-Sajadah, dan surah Al-Mulk, setelah melaksanakan shalat Isya?

Lalu, bacaan zikir apa sajakah yang dapat mempermudah dan melapangkan rezeki serta mempertebal iman dan kekhusyukan kita dalam shalat? Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Wasiatun

Jawaban:

Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Saya harap, Ibu bisa membaca kitab Khazinatul Asrar. Kitab tersebut mengumpulkan beberapa Hadist sahih yang menerangkan kelebihan-kelebihan ayat-ayat Allah (Swt). Seperti ayat Kursi, ayat Lima, akhir surah At-Taubah, dan yang lain, termasuk shalawat-shalawat.

Di situ disajikan keterangan-keterangan dari surah-surah dalam Al-Qur'an, termasuk di dalamnya muawwidzatain (surah Al-Falaq dan An-Nas) sampai pada surah Yasin, Al-Muluk, Sajadah, dan sebagainya. Bahkan di situ ada keterangan yang menceritakan shalat sebelum Isra dilakukan Nabi (saw) atau diperintahkan Allah SAW, shalatnya bagaimana sebelum perintah shalat lima waktu diturunkan.

Selanjutnya Ibu juga bisa bertemu ulama atau kiai setempat. Seperti Ali Habsyi (Pemalang), K.H. Syakban, atau putra Mbah K.H. Abdul Jamil, untuk minta keterangan isi kitab tersebut. Ibu akan mendapatkan hasil yang lebih jelas.

Ratibul Hadad adalah kumpulan keterangan Hadist. Kebetulan dikumpulkan oleh seorang ulama besar yang telah menciptakan kitab-kitab besar, seperti Nashaikh Al-Ibad, Adda'watu At-Tammah, Nashah Ad-Diniyah, dan sebagainya. Yakni karya Abdullah bin Alwi Al-Haddad.

Beliau meninggal di Hadramaut, dan dimakamkan di Jabal Tarim. Meninggal tahun 1136 H/1816 pada usia 92 tahun. Suatu ketika beliau ditanya oleh ulama-ulama di Yaman seputar doa untuk menangkal perbuatan yang merusak akidah. Abdullah bin Alwi Al-Hadad mengambil beberapa Hadist yang kuat, beliau berkata, "Bacalah surat al-Fatihah, surah Al-Baqarah dan ayat Kursi, dilanjutkan dengan ayat "lillähima fis-samawati" sampai selesai, lalu ditambah akhir surah Al-Baqarah dan di teruskan dengan ayat, "amanar-rasalu bima unzila ilayka" sampai selesai."

Rasulullah bersabda, barang siapa membaca kalimat, "La ilaha illallah wandahu la syarikalahu lahul mulku wa lahul hamdu yuhyi wa yumit wa huwa 'ala quill sya'in qadir" sebanyak tiga kali, maka dihapuslah segala dosanya.

Saya ambilkan Hadist ini dulu. Lalu diteruskan oleh Abdullah, subahanallah walhamdulillah wala ilahaillallah Allahu akbar, subhanallahu wabihamdihi subhanallahil adzim,dibaca tiga kali sampai habis seperti yang ada dalam rangkaian Ratib Haddad.

Ketentuan dibaca waktu subuh, zuhur, asar, magrib, dan isya, memang Allah (Swt) menciptakan setiap waktu shalat itu jumlah rakaat-yang berbeda-beda; tapi ada juga yang sama, seperti Zhuhur, Ashar, Isya, yaitu empat rakaat. Maghrib tiga rakaat dan subuh dua rakaat. Jelas kalau kita hubungkan dengan ilmu falak, sangat besar pengaruhnya.

Rahasia waktu subuh dan waktu malam hari mempunyai keistimewaan yang berbeda. Karena itu, di samping khasiat yang dibaca, juga ditunjang oleh waktu-waktu yang mendukung bacaan-bacaan itu. Ratib Haddad sangat baik kalau rutin dibaca. Karena, apa yang ada dalam Ratib Haddad tidak lepas dari sunnah Baginda Nabi Muhammad (saw).

Sekali lagi, setiap waktu memiliki kelebihan dan keistimewaan. Satu contoh, doa-doa Rasulullah (saw) banyak yang terkait dan dibaca pada waktu subuh dan malam hari. Di antaranya, Allahumma inni asbahtu.

Kalau kita bisa melihat, waktu-waktu mustajabah yang diberikan oleh Allah (Swt) itu justru pada waktu subuh, plus nilai tambah pada saat pergantian waktu malam ke siang yang berkhasiat bagi kesehatan. Yaitu, sejak matahari memancarkan sinarnya. Itu merupakan awal kehidupan kita di hari itu. Dengan membekali diri untuk mendekatkan diri kita kepada Allah dengan mengaplikasi bacaan-bacaan saat shalat Subuh agar menjadi bekal kita hingga sore harinya.

Pada sore hari, kita berhadapan dengan satu kelemahan, yaitu saat pergantian udara siang menuju udara malam dengan polusinya yang cukup tinggi. Yakni, sejak terbenamnya matahari hingga sekitar jam 23.00 WIB. Setelah itu, baru udara akan normal. Tepat saat berikutnya kita akan menghadapi satu kelemahan kita, berupa kebiasaan untuk tidur. Itulah kelemahan yang sangat jelas, ketika kita sangat butuh penjagaan Allah (Swt). Karena itu kita memerlukan bacaan-bacaan tertentu sebagai bekal pada malam hari. Bacaan-bacaan yang mungkin berbeda tapi memiliki khasiat yang sama.

Agar rezeki dari Allah mudah datangnya, perlu ditunjang dengan perilaku dan prasangka baik kepada siapa pun, lebih-lebih kepada Allah (Swt) dan Rasul-Nya. Dengan kata lain, husnudhan billah wa birasuli. Prasangka yang baik kepada Allah, Rasul-Nya, dan sesama hamba.

Prasangka baik mampu menghilangkan dosa-dosa kita yang menutupi atau yang menjadi hijab hati kita dalam berhubungan dengan Allah (Swt). Hijab itu akan terbuka dengan kecerahan, keceriaan, atau kelempengan hati. Itulah, di antaranya, yang termasuk mendukung mudah datangnya rezeki.

Apalagi kalau mau mendukungnya melalui bacaan yang sangat banyak. Saya ambilkan dari perilaku husnudhan billah, berprasangka baik kepada Allah, lalu jangan meninggalkan wudhu. Itu pun termasuk membantu memudahkan datangnya rezeki. Lalu jangan meninggalkan membaca Al-Qur'an walaupun satu ayat, selepas shalat Magrib dan Subuh, sebelum berangkat bekerja. Selanjutnya bacaan seperti shalawat Nabi atau ayat-ayat seperti akhir surah At-Taubah, dua ayat, dibaca selepas shalat sebanyak tiga atau tujuh kali, kemudian ditutup dengan shalawat Nabi beberapa kali. Itulah cara mendapatkan kemudahan rezeki dari Allah (Swt).
Posted by QuranSains at 2:05 AM

Menyembah ke Ka'bah dan Tempat Allah

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Ada sebuah pertanyaan yang sudah lama ingin saya sampaikan. Sampai-sampai saya tidak tahu apakah pertanyaan ini datangnya dari pemikiran saya yang bodoh dan daif, ataukah dari bisikan-bisikan setan, yang setiap saat bisa saja menggerogoti akidah saya.

Di antara kaidah-kaidah akidah Islam kita adalah pernyataan laysa kamitslihi syay'un, yang kurang lebih berarti, Allah tidak serupa dengan semua ciptaan-Nya, yang membutuhkan tempat, dan seterusnya. Yang ingin saya tanyakan, bagaimana penafsiran dan kedudukan Ka'bah (Rumah Allah), padahal Allah tidak membutuhkan rumah atau tempat, sehingga yang kita sembah adalah Allah, bukan Rumah-Nya. Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Syaifuddin


Jawaban:

Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Pertanyaan Saudara ini wajar bagi orang seperti Saudara, yang ingin membuka segala hal tentang ketauhidan, termasuk di dalamnya masalah Ka'bah. Dengan harapan, untuk menjaga keimanan dan iktikad agar tidak menyimpang dari tuntunan-tuntunan yang telah diajarkan oleh Rasulullah melalui para ulama, yang telah mengumpulkannya dari Al-Qur'an dan Hadist Nabi. Kita patut bersyukur karena kitab-kitab tauhid seperti Al-Aqidatu Al-Awwam, Aqáidu al-Khamsi, dan yang lainnya, telah diterjemahkan oleh ulama-ulama mutaqaddimin, ulama-ulama terdahulu, sampai generasi yang sekarang ini.

Benar, Allah (Swt) tidak bertempat. Sebab tempat adalah buatan atau ciptaan, tempat adalah makhluk. Mustahil bagi Allah memerlukan tempat. Namun jaiz, atau wajar, bagiNya (Swt) menempatkan seseorang yang mau bersembah sujud dan menghadap kepada-Nya, seperti menempatkan Nabi Musa di Gunung Tursina, atau Nabi Besar Muhammad SAW di Sidratul muntaha. Begitu pula menempatkan kaum mukminin kelak, bertemu Yang Mahakuasa, di janah atau surga. Atau, menempatkan kaum mukminin untuk bersimpuh atau bersembah sujud kepada-Nya menghadap ke Baitul Haram atau Ka'bah.

Itu semata-mata menempatkan kaum mukminin untuk menghadap, tetapi bukan berarti Allah (Swt) bertempat di Sidratulmuntaha, di Gunung Tursin, di dalam Ka'bah, atau bahkan di surga. Siapa pun yang oleh Allah diberi anugerah bisa "melihat"-Nya, khususnya Baginda Nabi (saw) sendiri ketika berada di Sidratulmuntaha, tetap melihat Allah dengan sifat-Nya yang mukhalafatu lil hawaditsi, tidak serupa dengan makhluk. Nabiyullah Musa pun sama, melihat Allah tetap dalam mukhalafatu lil hawaditsi. Kita pun bersimpuh, bersembah sujud menghadap ke Baitul Haram, termasuk juga "melihat" Allah dengan tetap beriktikadkan mukhalafatu lil hawaditsi.

Adapun masalah nama, juga jaiz bagi Allah (Swt) menamakan apa pun, seperti Arasy, Arsyurrahman, atau memberi nama bangunan yang berbentuk kubus, persegi empat, dengan sebutan Ka'bah. Nah, tempat tersebut, sekitar Masjid al-Haram, adalah tempat yang dimuliakan oleh Allah (Swt), untuk memuliakan hamba-Nya yang beriman. Begitu sayangnya Allah (Swt) kepada kaum mukminin. Karena itu, tempat tersebut disucikan oleh Allah (Swt) dengan ketentuan-ketentuan hukum yang tidak boleh dilanggar. Tidak boleh orang berbuat sembarangan, bahkan setetes darah pun diharamkan mengalir di tanah haram. Ini merupakan anugerah penghormatan dari Allah (Swt) kepada hambaNya yang beriman.

Saya ambil misal yang mudah saja. Seseorang akan kedatangan waliyullah yang memiliki kedudukan dan maqam kewalian sangat tinggi. Dia pasti akan berusaha menghormati semaksimal mungkin. Ini dilakukan setidaknya atas dasar kecintaannya yang dalam. Tidak cukup itu, terkadang sisa makanan dan minuman sang waliyullah itu pun diambil untuk mendapatkan wasilah barakah-Nya. Itu hal yang wajar kalau kita dari kalangan bawah menghormat auliaillah atau para ulama yang begitu tinggi kedudukannya.

Begitu juga jika seorang raja atau kepala negara akan mengunjungi sebuah kota atau wilayahnya. Wajar jika kemudian anak penduduk negeri itu berusaha menyambut kedatangannya dengan penghormatan yang sangat tinggi.

Tapi, dalam kasus yang Saudara tanyakan, sungguh berbeda. Sebab, justru Allah-lah yang menghormati hambaNya. Begitu hormat dan cintanya Allah (Swt) kepada hambaNya yang beriman. Ini merupakan sesuatu yang sangat luar biasa dan istimewa. Karena itu, tanah tersebut kemudian diberi nama tanah haram. Itulah salah satu hakikat yang tersimpan dalam Baitulharam.

Pada zaman Rasulullah (saw) sendiri, beliau pernah shalat di dalam Ka'bah. Dan pejabat-pejabat tinggi yang berkunjung ke Baitul Haram, sebagian mendapat kehormatan masuk ke Baitullah dan shalat dua rakaat di dalamnya. Dan perlu diketahui, Ka'bah bukan sebuah perantara bagi kita untuk menghadap kepada Allah. Bangunan tersebut semata-mata dijadikan altar bagi orang-orang yang mau menghadap Allah (Swt). Di mana pun orang berada, tetap diharuskan menghadap ke Ka'bah. Namun altar itu bukan disembah, melainkan menjadi tempat di mana kita bersimpuh, tempat yang disediakan oleh Allah bagi hamba-Nya untuk bersembah sujud.

Tentang kalimat laysa kamitslihi syay'un, itu bermakna bahwa Allah (Swt) tidak diserupai oleh sesuatu, karena yang lain adalah makhluk. Maka Allah (Swt) memiliki sifat mukhalafatu lil hawaditsi, berbeda dengan makhluknya. Tidak mempunyai sifat sebagaimana sifat makluk-Nya. Dan mukhalafah-nya Allah (Swt) juga meliputi zat, sifat, dan perbuatan-Nya. Laysa kamitslihi syay'un, atau tak ada satu pun sifat makhluk yang bisa dibandingkan dengan segala sifat Allah. Itu merupakan penjelasan sifat mukhalafatun hawaditsi dan ke-wandaniyah-an atau keesaan Allah (Swt).

HAKIKAT UMUM - QURAN-ET SAINS 16

# Bagaimana Bertawassul
# Ijazah Thoriqoh
# Menghindari Kemalasan Beribadah
# Menerima Amalan 3 Kyai besar
# Ijazah Dari Buku
# Mencari Keturunan Rasul
# Wirid Ketenagan Dibalik Kemewahan

Bagaimana Bertawassul

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabaraktuh. yang saya hormati, saya ingin bertanya. Berdoa dengan lantaran (tawassul) kepada orang saleh atau para nabi, apakah diperbolehkan dalam Islam? Apakah hal ini juga termasuk perbuatan syirik? Dan bukankah orang yang sudah mati tidak bisa menolong orang lain, karena menolong dirinya sendiri saja di alam barzakh kesulitan? Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabaraktuh.

M. Ulin Nuha Kasingan

Jawaban:

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Rasulullah (saw) sering berdoa, sebagaimana disebutkan dalam hadits "Allahuma inni as'aluka bihaqqissa'ilin," atau artinya, Ya Allah, aku mohon kepadamu dengan haknya orang-orang yang ahli meminta kepadamu. Ini termasuk kalimat tawassul.

Satuan bahasa "Ihdina" (Tunjukkanlah kepada kami) juga bisa mengandung tawassul, karena kalimat itu tidak menunjukkan satu orang, tetapi juga termasuk orang yang telah mati, orang yang sedang sakit, atau orang yang tengah sekarat. Kalau arti "Ihdina" ini diperluas, ia bermakna "agar semua kaum muslimin yang telah meninggal mendapatkan jalan yang lurus (baik), sedang yang masih hidup mendapatkan jalan kebaikan". Dalam kalimat yang didahului "ihdina" juga bisa termasuk kaum muslimin maupun muslimat, mukminin ataupun mukminat.

Pada zaman Nabi Musa, ketika terjadi peperangan, ada pengikut beliau yang bertawassul dengan Tabut (kotak wasiat). Di dalam tabut itu ternyata ada pakaian-pakaian para nabi zaman dahulu. Tabut tersebut bekas kotak penyimpanan barang-barang milik para nabi, seperti tongkat Nabi Musa, tongkat Nabi Harun, dan serpihan Taurat yang robek ketika diletakkan oleh Nabi Musa.

Setiap Bani Israel membawa tabut. Bani Isreal selalu memenangkan pertempuran dengan orang-orang yang memerangi mereka. Inilah yang dipakai bangsa Israel untuk bertawassul.

Tawassul itu menunjukkan kerendahan hati seseorang. Ini dilakukan orang yang banyak amalnya tapi menganggap amalnya di sisi Allah masih kurang dan masih banyak dosanya. Tawassul itu mendidik kita menghilangkan sifat egois. Meski kita banyak amalnya, kita tetap menggandeng orang yang saleh di sisi Allah. Bukan kita minta kepada orang tersebut, tetapi kita tetap minta kepada Allah dengan ditemani orang saleh itu.

Mari kita kembali kepada ajaran para ulama kita. Mengapa mereka menyandang sebutan "al-mukhlisin", orang-orang yang ikhlas? Mereka mampu mengamalkan perbuatan yang saleh tetapi tidak membanggakan diri bahwa apa yang dilakukan itu adalah perbuatan saleh, sebab apa yang mereka lakukan semata-mata karena anugerah Allah.

Kewajiban lainnya adalah mereka itu "abdullah", hamba Allah, sehingga semata-mata mengabdi kepada-Nya. Dari sinilah kita berangkat belajar ikhlas. Selanjutnya, kekuarang-kekurangan yang ada dalam diri kita jangan sering kita lalaikan. Kita harus introspeksi atau muhasabbah. Semua itu yang menyempurnakan adalah Allah. Tanpa petunjuk dan fadhilah-Nya, apa yang dilakukan manusia tidak ada artinya.

Kita bisa memiliki sesuatu karena kita diberi oleh Allah. Karena itulah, apa yang kita miliki kita kembalikan kepadaNya, sebagai Yang Maha Pemberi. Kita perbanyak menggapai pahala dari Allah, semata-mata karena sifat ikhlas kita kepada Allah.
Posted by QuranSains at 2:33 AM

Ijazah Thoriqoh

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Pernah kami membaca sebuah buku yang menyatakan, di antara beberapa tarekat yang ada, terdapat tarekat Sadziliyah yang paling ringan. Kemudian pada buku yang lain tertulis, jika seseorang belajar agama tanpa guru, yang menjadi gurunya adalah setan. Dengan kondisi seperti ini, dapatkah mengijazahkan kepada kami suatu zikir atau wirid dan bacaan Al-Qur'an yang cocok dengan karakter kami? Karena selama ini kami sering mengamalkan wirid yang bersumber dari beberapa macam buku. Adapun urutan dan jumlah bacaannya, kami sendiri yang menentukan. Wirid atau zikir itu dimulai dari istigfar sebanyak 101 kali, surah Al-Ikhlash, Al-Falaq, An-Naas masing-masing sebanyak satu kali, kalimah tayyibah 33 kali, tasbih, shalawat dan beberapa Asma al-Husna masing-masing 33 kali.


Kemudian untuk tarekat, dapatkah mengijazahkan kepada kami sebuah tarekat yang ringan, yang tidak membutuhkan waktu konsentrasi yang lama. Karena kami paling tidak bisa berkonsentrasi lama-lama. Dan bisakah wirid tarekat ini dibaca pada malam hari? Atas perkenan menjawab persoalan saya, saya sampaikan terima kasih. Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Djemy

Jawaban:

Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Saya memberikan apresiasi yang besar kepada Anda karena mau berhati-hati dalam memahami bentuk ijazah atau awrad. Saya salut dan kagum terhadap diri Anda. Ambil dan teruskan bacaan wirid-wirid tersebut sebagai satu bentuk nilai ibadah. Wirid-wirid yang sudah diamalkan itu bagus sekali. Bahkan, alangkah baiknya kalau, sudah mengetahui dan mengamalkan, selanjutnya sesegera mungkin awrad tersebut dimintakan ijazah kepada ustad atau abuya atau tuan guru yang berada di sekitar lingkup Anda bertempat tinggal.


Untuk masalah tarekat, wiridnya sebenarnya bisa saja dibaca pada malam hari, habis shalat Magrib ke atas sampai shalat Subuh. Seperti halnya tarekat Sadziliyah yang ringan itu. Isi dan bentuk awrad-nya, antara lain, istigfar 100 kali, shalawat 100 kali, dan zikir 100 kali. Lalu ditutup dengan bacaan surah Al-Ikhlash tiga kali, Al-Falaq dan An-Nas masing-masing satu kali, lantas surah Al-Fatihah sekali.
Posted by QuranSains at 2:32 AM

Menghindari Kemalasan Beribadah

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Saya ini orang yang lemah imannya, saya mohon penjelasan tentang beberapa hal. Pertama, bagaimanakah caranya supaya hati ini dalam melakukan apa saja hanya karena Allah (Swt). Sebagai manusia biasa, terus terang, kadang kala masih ada perasaan melakukan sesuatu karena orang lain.


Kedua, saya ingin sekali melaksanakan shalat Tahajjud, tapi susah untuk bangun malam. Adakah bacaan yang bisa mengusir rasa malas yang dibaca sebelum tidur, agar saya bisa shalat malam. Ketiga, adakah bacaan yang bisa diamalkan agar keutuhan rumah tangga saya bisa terjaga dan anak-anak kelak bisa jadi anak yang shaleh. Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh.

Naning

Jawaban:

Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Jadikanlah segala kebaikan melebihi kebutuhan makan, minum, dan pakaian. Tidak hanya shalat malam (Tahajjud), tapi juga segala kebaikan sunnah Nabi (saw). Kalau kita bisa menjalankan shalat Tahajjud, ya jangan dihentikan sunnah-sunnah Nabi (saw) lainnya. Tingkatkan dulu kemauan kita melakukan ibadah sunnah itu seperti orang lapar. Kalau kita lapar, dikasih nasi dengan lauk sambal pun, atau nasi garam pun, makannya tetap merasa enak. Karena kita sangat memerlukan. Itu baru masalah nasi. Apakah kebutuhan kita tidak lebih banyak kepada si Pencipta nasi, yaitu Allah?


Nah, kita ikhtiar ini dulu, baru kemudian kita rangkai keinginan untuk melaksanakan ibadah sunnah, seperti shalat Tahajjud. Ikhtiar lainnya adalah membaca ayat terakhir surah Kahfi, "Katakanlah, sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku. Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa. Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, hendaklah ia mengerjakan amal yang shaleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya". Ayat itu dibaca tujuh kali ketika akan tidur. Tentu saja, membacanya dengan sungguh-sungguh dan kemauan tinggi untuk bangun malam guna menjalankan shalat Tahajjud.


Kita berdoa supaya kita dapat bangun. Tetapi kalau memang tidak mempunyai tekad yang kuat, barangkali juga tidak akan terlaksana. Mungkin saja kita bisa bangun tengah malam, kemudian berzikir, tetapi kemudian ngantuk dan tidur lagi.


Untuk jawaban yang terakhir, kalau kita menginginkan keluarga kita bahagia, berbuatlah sebaik mungkin sebagai orangtua yang baik kepada anak-anaknya. Apabila sifat kebapakan atau keibuan itu tumbuh pada orangtua, itulah syarat akan munculnya keluarga yang mawandah wa rahmah. Sekalipun pasangan suami-istri itu belum dikarunia momongan, belum mempunyai keturunan, mereka sudah menyiapkan diri dengan sifat kebapakan atau keibuan.

Boleh dikatakan, dengan bersikap kebapakan atau keibuan, mereka sudah menyiapkan teorinya. Nanti, begitu mendapatkan keturunan, mereka bisa langsung praktik. Ketika buah hati sudah tumbuh, kita akan cepat menggapai mawadah wa rahmah. Adanya kerja sama antara ibu dan bapak akan saling melengkapi, sehingga anak-anak akan mengikuti teladan orangtuanya, yang dirasakan sangat lengkap. Bukannya sebaliknya, kekurangan di antara keduanya itu justru ditampakkan, sehingga anak-anak cenderung akan mencontoh berbagai tindakan yang salah itu.


Sarana lainnya adalah, bila sudah menjadi orangtua, kita harus memberikan contoh berupa dekat kepada para ulama. Mana mungkin anak kita akan dekat dan mencintai ulama kalau orangtuanya sendiri tidak dekat dan cinta kepada para ulama? Ajaklah anak-anak kita secara berkala berkunjung atau bersilaturahmi kepada para guru, ustad, atau ulama. Entah dalam keperluan pribadi atau dalam acara menghadiri majelis taklimnya. Tidak usah jauh-jauh, dimulai dari guru, ustad, atau ulama di lingkungannya sendiri saja. Baru kemudian kepada lingkungan yang lebih jauh.


Kalau anak-anak sudah besar, tunjukkan juga pusaran para ulama. Supaya mereka mau mengingat jasa dan perjuangannya. Di samping itu, juga berdoa kepada Allah supaya para ulama yang berada di alam barzakh juga mau mendoakan kita.


Peringatan Rasulullah (saw), ujian akan muncul kalau kita jauh dari para ulama. Di antaranya, akan terangkat barakah di antara kita. Jadi kalau kita menginginkan anak-anak kita shaleh, jangan menjauhkan mereka dari para ulama. Dan, kalau ingin terhindar dari cobaan, kita perlu memperbanyak membaca Al-Qur'an dan shalawat kepada Nabi. Kita tidak mendidik anak membaca Al-Qur'an supaya pintar, tetapi supaya benar. Sebab, kalau benar pasti pintar, tetapi kalau pintar belum tentu benar. Kita juga mesti selalu mendoakan anak kita agar menjadi anak yang shaleh dan hidupnya penuh berkah.
Posted by QuranSains at 2:30 AM

Menerima Amalan 3 Kyai besar
Assalamualaikum Warahmatullahi wabarakatuh. To the point saja. Saya pernah menerima amalan atau ijazah dari tiga orang kiai, yang saya yakini ketinggian, otoritas dan kredibilitasnya dalam bidang keilmuan Islam. Amalan itu bermanfaat untuk mengatasi berbagai problem hidup. Ketiga kiai tersebut tidak sama dalam memberi materi amalan.

Pertama saya diberi amalan membaca surah Al-Fatihah 100 kali dan shalawat Nariyah sebanyak 1.000 kali, dan dibaca setelah melaksanakan shalat Hajat tiap malam. Kiai yang kedua memberi ijazah agar memperbanyak doa Rabbana atina fiddunya hasanah wafil akhirati hasanah, tetapi tidak dilengkapi waqina adzab an-nar.

Amalan terakhir, sang kiai memberi ijazah berupa rangkaian Asma al-Husna, yaitu Ya Allah Ya Karim, Ya Rahman Ya Rahim, Ya Qawiyyu Ya Matin. Wirid itu dibaca setelah shalat fardu sebanyak 200 kali dan pada tiap malam dibaca sebanyak 1.000 kali.

Pertanyaannya, yang manakah di antara ketiga tata cara itu yang paling ampuh dan cepat didengar Allah (Swt) guna mengatasi seribu satu macam persoalan kehidupan? Atas perhatian dan jawabannya, saya ucapkan jazakumullah khairan katsiran. Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Warta Kusumah

Jawaban:

Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Berbahagialah Anda, bisa mendapatkan ijazah wirid dari tiga orang kiai yang Anda sebutkan. Tentu ketiga wirid itu memiliki kelebihan masing-masing. Wirid pertama, menurut kami, adalah wirid yang sangat baik, karena yang dibaca adalah intisari amalan terbaik. Pertama membaca surah Al-Fatihah, yang sering disebut Rasulullah sebagai inti Al-Qur'an. Membaca surah Al-Fatihah sangat besar manfaatnya. Dalam sebuah Hadist yang diriwayatkan oleh Ka'ab disebutkan, Rasulullah bersabda, "Barang siapa membaca surah Al-Fatihah (Fatihatul Kitab), ia seperti membaca keseluruhan kitab Taurat, Injil, Zabur, Al-Qur'an sendiri, suhuf (lembaran-lembaran) Nabi Idris, dan suhuf Nabi Ibrahim, sebanyak tujuh kali. Bagi yang membacanya, akan diberi sebuah surga yang besarnya antara langit dan bumi dari setiap huruf."

Anas meriwayatkan sebuah Hadist yang bunyinya, "Ketika engkau tengah bersiap tidur dan membaca Al-Fatihah dan surah Al-Ikhlas, maka amanlah engkau dari segala marabahaya selain kematian."

Dalam Khazinah al-Asrar yang ditulis Syekh Sayyid Haqqi an-Nazili, disebutkan, barangsiapa membiasakan membaca Al-Fatihah setiap shalat fardhu sebanyak 20 kali dan hingga sehari mencapai 100 kali, akan diperluas rezekinya, dikabulkan harapannya, diperbaiki perangainya, dipermudah urusannya, digembirakan hatinya atas kesedihannya, dan akan diberi kemuliaan dari Allah. Maka, jelaslah manfaat Al-Fatihah itu. Sedangkan shalawat Nariyah juga memiliki manfaat besar tersendiri. Jika ada hajat tertentu, disebutkan dalam kitab Al-Washilah al-Hariyyah, karya Syeikh Ahmad Qusyairi bin Shiddiq, diharap shalawat itu dibaca sebanyak 4.444 kali dalam satu majelis—ada sebagian pendapat yang menyatakan 1.000 kali dalam satu majelis—maka akan dikabulkan semua harapannya oleh Allah serta akan selalu mendapat ridha-Nya.

Sementara ijazah kedua, dengan membaca Rabbana atina fiddunya hasanah wafil äkhirati hasanah, juga tak ada buruknya. Doa ini memang termaktub dalam Al-Qur'an dan disebutkan sebagai doa sapu jagat. Memang sebagian ulama ada yang hanya membacanya dengan mencukupkan hingga kalimat itu tanpa mencantumkan waqina adzab an-nar. Tak masalah, sebab masing-masing doa itu bisa berdiri sendiri.

Sementara, ijazah ketiga diberikan kepada Anda yaitu mengamalkan Asma al-Husna, kami kira juga sangat baik. Dari nama-nama Allah itu tercermin makna dan manfaat yang besar untuk pembacanya.

Lantas, kalau ditanya manakah yang terbaik dari tiga ijazah doa tersebut, kami memilih ijazah yang pertama dan yang ketiga. Sementara ijazah doa yang kedua bisa menjadi pelengkap amalan saja. Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Posted by QuranSains at 2:27 AM

Ijazah Dari Buku
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Kalau saya baca dalam beberapa kitab semisal Saif Al-Mukminin, Doa-doa Mustajab, tanya jawab spiritual, dan lain-lain, para mualif atau pengarangnya mengatakan dalam mukadimahnya, doa dan zikir ini telah diijazahkan secara 'ammah (umum) bagi kaum muslimin yang membacanya. Namun selain itu, ada yang mengatakan, kaum muslimin tidak boleh mengamalkan begitu saja apa yang dibaca dalam buku. Meskipun, mualifnya sudah mengijazahkan secara `ammah, kecuali shalawat Nabi.

Mohon penjelasan mengenai persoalan ini. Manakah yang dapat dijadikan pegangan dari kedua fatwa tersebut? Pertanyaan selanjutnya, bolehkah seorang muslim yang sudah mengikuti tarekat mempelajari dan menjadi paranormal. Sama atau tidakkah paranormal dengan kahin yang disebutkan Nabi (saw) dalam sebuah Hadistnya? Atas penjelasan, saya ucapkan terima kasih. Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Taufiq, S.Pd.

Jawaban:

Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Saudara Taufiq, masalah ijazah, patut Anda ketahui, ijazah tersebut memiliki sifat 'ammah (umum). Sebagai mualif, ia memberikannya secara bersama-sama kepada kita sebagai umat. Namun agar ijazah tersebut bisa mengantar kita dalam mencapai peningkatan dalam mendekatkan diri kepada Allah (Swt), kita harus mengikuti apa yang telah digariskan atau dicontohkan oleh Baginda Nabi (saw), sahabat, tabiin (generasi ulama setelah sahabat), tabiit-tabi'in (generasi ulama setelah tabiin), yang itu tidak terdapat dalam penjabaran ijazah tersebut dalam buku yang Anda baca. Baik itu I’lan atau peringatan, maupun i'bar atau pemberitahuan dari para mualif tersebut. Sekalipun ijazah itu sudah diberikan secara lámmah, tetap saja kita masih memerlukan guru.

Guru di sini berfungsi sebagai penyambung lidah dalam bentuk ijazah ‘ammah. Guru-guru atau ulama-ulama tersebut adalah orang-orang yang tahu persis dosis dan kemampuan orang yang menerima dan mengamalkan muamalah itu. Di sinilah penting dan tingginya nilai seorang guru. Khususnya untuk menerapkan ijazah-ijazah yang 'ammah di dalam kitab-kitab tersebut. Sebab di dalam kitab-kitab itu, pasti ada satu-dua bab yang memerlukan keterangan lebih mendetail dari seorang guru. Tapi, berapa kalikah wirid itu harus diamalkan, belum tentu disebutkan.

Kalau dilihat dari nilai ibadah, hal itu bagus sekali. Tapi muamalah dalam nilai ibadah juga ada ketentuannya. Misalnya dalam hal shalat sunnah. Kalau kita mau berulang-ulang melaksanakannya, itu akan menjadi perbuatan yang baik, tapi itu menjadi shalat sunnah mutlak. Shalat sunnah seperti qabliyah dan ba'diyah—yang mengiringi shalat lima waktu—itu, walaupun nilainya sangat bagus, namun pada keduanya terdapat pembatasan dalam menjalankannya.

Kita tidak bisa mengambil secara global bahwa semua sunnah menjadi mu'akad (yang dianjurkan), atau nawafil atau yang boleh dijalankan secara bebas, tidak ada batas-batas tertentu. Shalat sunnah seperti qabliyah dan ba'diyah tetap saja mengandung perbedaan dengan sunnah yang lain dalam tata cara menjalankannya. Misalnya, menjalankan shalat Tahajud hingga 100 rakaat. Kalau seseorang merasa mampu, ketika ia bisa menjalankannya itu akan menjadi nilai ibadah yang sangat baik. Tapi Rasulullah (saw) tidak pernah menjalankan shalat Tahajud seperti itu hingga 100 takaat. Di sinilah kemudian Rasulullah menganjurkan, "Silahkan, saya berikan kepada umatku kebebasan untuk meniru aku dalam menjalankan qiyam al-layl (ibadah pada malam hari)." Siapa pun bisa menjalankan shalat Tahajud, bahkan tanpa seorang guru pun. Tapi di sini pun masih ada nilai-nilai yang harus diketahui tentang batalnya shalat dan rukun shalat. Kalau hal seperti ini tidak diajarkan oleh guru dahulu, bagaimana kita akan tahu? Meski, kalau dilihat dari segi Tahajudnya, siapa pun dia, silakan mengamalkannya.
Posted by QuranSains at 2:25 AM

Mencari Keturunan Rasul

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Kami ingin menanyakan masalah sadah (keturunan Rasulullah). Saya memiliki ayah berdarah Jawa seperti orang kebanyakan. Sementara ibu saya menurut silsilah yang dimiliki Kakek (ayah ibu saya) masih ada darah keturunan Rasulullah. Kakek saya bernama Salim Ba'agil. Ibu saya bernama Fathimah Ba'agil. Hanya sayangnya menurut kakek saya itu, saya tidak bisa mengaku cucu Rasulullah karena saya memiliki garis keturunan dari ibu.


Apakah mungkin karena dari keturunan ibu saya tak bisa bernasab kepada Rasulullah? Padahal Sayyidina Hasan dan Sayyidina Husein itu adalah cucu Rasulullah dari Sayyidatina Fathimah, putri Rasulullah, bukan dari anak laki-laki. Mohon penjelasan tentang hal itu. Sebab bagaimanapun, menjadi cucu Rasulullah adalah kebanggaan tersendiri, meski bukan untuk kesombongan. Demikian pertanyaan saya, atas jawaban kami sampaikan terima kasih. Wassalaamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Hariq Sa'adi

Jawaban:

Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Saudara Hariq Sa'adi, harap diketahui, satu-satunya keturunan seorang perempuan yang diakui sebagai keturunan Baginda Rasulullah (saw), hanya keturunan dari Sayyidatina Fatimah az-Zahra. Rasulullah bersabda, "Allah (Swt) telah menjadikan keturunan para Nabi (generasi setelah sahabat) dari seorang putranya. Sedangkan Allah (Swt) menjadikan keturunanku dari Fatimah."


Status Sayidatina Fatimah ini, kedudukannya, dianggap oleh Allah (Swt) sebagai sempalan daging dari Baginda Rasulullah (saw). Sehingga sama kedudukannya dengan kaum lelaki.


Beberapa kelebihan yang ada pada diri Sayyidatina Fatimah, antara lain, beliau adalah seorang wanita yang tidak pernah mengalami haid. Beliau juga seorang wanita yang tidak mengalami kedi (jenis lain dari haid yang keluar melalui keringat yang baunya amis). Orang yang tidak haid—kecuali Fatimah (as)—biasanya tidak bisa melahirkan. Inilah bedanya antara Sayyidatina Fatimah dan wanita yang lain. Hal ini memperlihatkan betapa pembibitan seorang Fatimah cukup kuat seperti pembuahan seorang laki-laki.


Jadi secara keturunan, ibu kakek Salim tidak sama dengan Sayyidatina Fatimah. Tapi tidak tertutup kemungkinan bahwa anak si Salim adalah cucu Nabi dengan dasar tidak batal wudhu (masih dalam garis keturunan) dengan Rasulullah (saw). Fatimah (as) juga seorang wanita yang dirinya dijaga oleh Allah (Swt) dari api neraka. Ini dapat dilihat dari makna kata fathama, yang berarti diselamatkan dari api neraka (fathama an-när).


Mesti juga diketahui, setiap cucu tidak selalu menjadi pelanjut keturunan. Karena pelanjut keturunan selalu disahkan dari kaum laki-laki. Tapi, bagaimanapun Anda tidak lepas dari cucu Baginda Rasulullah. Status cucu Anda tetap, hanya saja Anda tidak termasuk pelanjut nasabnya.
Posted by QuranSains at 2:25 AM

Wirid Ketenagan Dibalik Kemewahan

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Saya seorang pekerja pada sebuah perusahaan asing. Alhamdulillah, secara finansial tak berkekurangan, bahkan berlebihan. Beberapa benda yang sifatnya kemewahan sudah saya miliki, dan itu terasa biasa saja.


Hanya saja, saya merasa ada yang hampa. Batin saya gersang, hati saya gundah. Tidak ada ketenangan atau rasa cukup. Dulu, orangtua saya melarang membaca wirid. Lantas, melalui seorang teman saya diberi wirid dengan membaca La ilaha ilallah serta la hawla wala quwwata illa Dibaca sehari sebanyak 100 kali. Tiba-tiba ada perubahan dalam diri dan hati saya.


Apa yang sebenarnya yang saya alami dan rasakan? Adakah memang wirid itu bisa menenangkan batin saya? Jika benar, saya bahagia sekali, dan bolehkah saya amalkan seterusnya? Lantas, dapatkah memberi saya wirid lain untuk ketenteraman batin saya yang sangat sibuk memburu dunia ini? Atas jawabannya, saya ucapkan terima kasih. Wassalamualaikum Warahmatullahi wabarakatuh.

Lia Zulfikar

Jawaban:

Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Ananda Lia, yang membuat ketenangan dalam batin pada dasarnya karena Ananda mau mendekatkan diri kepada Allah. Mau bertawasul dan berkenan mengagungkan Allah kepada diri sendiri. Hal itu juga difirmankan oleh Allah, 'Ala bidzikrillahi tathma'innul qulub (Ingatlah, berzikir kepada Allah akan menenangkan hati). Kalau Ananda mau mengamalkan dan meneruskan wirid itu secara teratur dan terus-menerus (utamanya usai shalat lima waktu), Ananda akan lebih mendapatkan ketenangan lagi. Untuk bacaan wirid dari saya, cobalah Ananda membaca surah Al-Inshirah atau Alam Nasrah sebanyak tiga kali setiap selesai shalat lima waktu. Insya Allah ketenangan yang Ananda harapkan akan segera Ananda dapatkan. Selamat mengamalkannya.

Saturday 27 February 2010

HAKIKAT UMUM - QURAN-ET SAINS 15

# Tarekat Tanpa Nama
# Pentingnya Berthoriqoh
# Bermimpi Seorang Ulama
# Mayat Masih Utuh di Dalam Kubur
# Mohon bimbingan
# Mengapa Para Habib Dimuliakan?
# Jika Belum Mampu Ikut Thoriqoh

Tarekat Tanpa Nama
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Di kampung saya ada sebuah mushalah kecil yang setiap hari selalu mengadakan zikiran. Zikiran tersebut dipimpin seorang ustad dari sebuah daerah di Jawa Barat. Setelah saya tanya, pengurus mushalah itu mengatakan bahwa zikir itu adalah tarekat. Saya mencoba bertanya lagi, tarekat apakah itu? Pengurus mushalah tersebut mengatakan tarekat tanpa nama.

Saya jadi heran, mungkinkah ada terekat tanpa nama. Mungkinkah seseorang bisa menciptakan wirid sendiri dan kemudian menyebutkannya sebagai tarekat tertentu? Misalnya, nama saya Mubarok, dan kemudian saya membuat tarekat Mubarok. Bisakah hal itu? Mohon penjelasan. Wassalamualaikum Warahmatullahi wabarakatuh.

Imam Mubarok

Jawaban:

Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Lebih baik Anda tidak mengira-ngira masalah yang tidak Anda ketahui secara jelas. Tanyakan secara langsung pada ulama setempat, terutama ulama yang berkecimpung langsung di dalamnya. Yang jelas, tarekat tidak mungkin akan berdiri sendiri. Apalagi membuat nama sendiri. Ini harus dipegang dengan tegas.
Posted by QuranSains at 2:41 AM
Pentingnya Berthoriqoh

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Langsung saja pada pertanyaan. Mohon berkenan menerangkan kepada saya, apa penting dan perlunya kita mengikuti tarekat? Selain itu, mohon kiranya berkenan menuliskan wirid-wirid yang harus dibaca pada tarekat yang berbeda itu. Sekadar usulan dan harapan, barangkali kiranya akan lebih baik, dan itu saya pandang penting, agar wirid-wirid tarekat yang berbeda tersebut bisa dibuatkan dalam satu rangkuman buku kecil sebagai bonus. Agar lebih mudah dalam membaca dan menghafalkannya, karena bisa dibawa bepergian. Kiranya itu saja pertanyaan yang saya ajukan, dan atas perhatian saya ucapkan terima kasih. Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Abdullah Luthan

Jawaban:

Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Setelah membaca jawaban ini, besar harapan saya, Anda bisa segera mengikuti umat Islam yang lain, yang sudah terlebih dahulu mengikuti tarekat. Karena memang tarekat itu memiliki makna yang penting. Siapa sih yang ingin memiliki hati yang kotor? Dan siapa sih orang yang ingin hatinya melupakan dan semakin tambah lupa kepada Allah (Swt)? Di sinilah pentingnya tarekat yaitu melepaskan kedua penyakit hati yang sangat berbahaya. Jelasnya, untuk mengatasi kealpaan dalam hati dan menghilangkan noktah atau kotoran yang ada. Untuk menghapus hijab atau dinding pembatas yang terdapat dalam dirinya, yang mengakibatkan sifat lalai serta banyak lupa kepada Allah (Swt).


Kalau seseorang ingin hatinya bersih dan membersihkan hati, paling tidak ia akan tertarik dengan tarekat itu sendiri. Karena di antara fungsi yang terdapat dalam tarekat itu adalah menghapuskan kotoran dalam hati dengan selalu mengamalkan zikirnya. Saya berterima kasih dan bersimpati pada Anda. Saran yang Anda sampaikan itu sangat baik. Untuk tarekat Sadziliyah, sudah saya buatkan kitabnya. Bentuk dan ukurannya yang kecil membuatnya mudah untuk dibawa. Bisa dibaca mulai dari halaman 15 sampai 26.
Posted by QuranSains at 2:41 AM
Bermimpi Seorang Ulama

Assalamualaikum Warahmatullahi wabarakatuh. Saya sering bersilaturahmi kepada para ahli agama, termasuk ke tiga bulan yang lalu. Masalah saya adalah kesulitan ekonomi atau utang-utang yang sangat tidak mungkin terbayar dari penghasilan. Wirid-wiridnya insya Allah selalu saya kerjakan dan bahkan dibantu oleh anak-istri saya.


Saya bermimpi didatangi Aa' Gym, diberi kertas putih yang ada tulisan Haromin dengan tinta merah. Kedua, saya bermimpi didatangi wanita berjilbab putih, memanggil dan menghardik sambil berkata, "Kamu sedang puasa, kok mulut kamu bau?" Kemudian, "Bacalah Surah Al-An'am ayat 1, 2, dan 3, untuk membersihkan mulut kamu." Saya membacanya setelah wirid setelah shalat.


Ketiga, saya bermimpi didatangi tiga orang berjubah putih pada saat wirid tengah malam, persis satu orang di hadapan saya dan dua orang di belakang saya, tidak jelas mukanya. Tetapi tidak ada dialog apa pun.


Keempat, saya bermimpi, setelah wirid malam saya didatangi diri saya sendiri, "Kamu tidak usah repot-repot, bacalah 'Mukhaladun, Yunzifun, Ya Takhoyarun, Yastahun'." Setelah bangun, saya baru tahu, ternyata itu adalah kalimat-kalimat yang terdapat di dalam surah Al-Waqi'ah ayat 17- 21


Saat ini wirid-wirid yang saya kerjakan setelah shalat, pertama membaca, "La illáha illallah" sebanyak 165 kali, doa hizib Sulaiman, doa Siti Fatimah, Surah Al-An'am ayat 1 sampai 3, dan shalawat Istighosah.


Kedua, setelah shalat Subuh, ditambah Al-Fatihah sebanyak 40 kali dan shalawat Ibrahim empat puluh kali. Ketiga, setelah shalat Asar, ditambah Al-Waqi'ah satu kali, An-Nasr enam kali, Al-Quraisy satu kali, shalawat Kamilah sebelas kali.


Keempat, setelah shalat Magrib, ditambah Al-Falaq 70 kali dan An-Nas sebanyak tujuhpuluh kali. Kelima, setelah shalat Hajat atau Tahajud, shalawat Istigasah dan wirid, "Wa Subha a'alya rizqo subba tarakhmat fa anta raja'ul alamina walau thaghat" minimal masing-masing seratus kali. Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Agus

Jawaban:

Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Sebetulnya yang ringan saja. Setelah shalat Ashar membaca Surah Al-Waqi'ah sekali, Surah al-Fath sebanyak enam kali, Al-Quraisy sekali, shalawat Nariyah sebelas kali. Namun kalau ingin amalan yang lebih banyak, setelah shalat Maghrib atau Isya, sebagaimana dikatakan Syekh Syadzili, dan kalau kita ingin kesusahan-kesusahan duniawi dihilangkan, bacalah An-Nas sebanyak tujuh puluh kali dan Al-Falaq juga sebanyak tujuh puluh kali.


Sedang kalau tengah malam, sebagaimana diajarkan Rasulullah (saw), membaca "Ya Latif", shalawat, di samping shalat Tahajud. Selain itu, untuk menambah ilmu bagaimana mendekatkan diri kepada Allah, kita harus belajar kepada para ulama.


Tentang makna-makna mimpi itu, tidak semua orang bisa mengerti. Karena itu, yang penting adalah memenuhi syarat-syarat orang tidur, sebagaimana Rasulullah (saw) mengajurkan kepada kita, apa yang mesti kita lakukan ketika akan tidur. Bila akan tidur, beliau tidak pernah meninggalkan wudhu. Kemudian membaca doa tidur dan membaca Basmalah 21 kali. Jika mengamalkan ini, insya Allah, kita akan dijauhkan dari mati mendadak dalam tidur.


Untuk masalah mimpi-mimpi, kita jangan percaya kepada keterangan yang tidak jelas. Sebab hal itu terjadi karena kita tidur dengan tidak memenuhi syarat sebagaimana yang dianjurkan Rasulullah (saw). Kalau kita akan tidur, berniatlah yang baik. Contohnya, "Ya Allah, aku tidur untuk menjaga kesehatanku, dan menaati perintah-Mu, supaya subuhku tidak ketinggalan."
Posted by QuranSains at 2:41 AM
Mayat Masih Utuh di Dalam Kubur

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Saya ingin bertanya. Apabila mayat sudah dikubur dan telah ditinggalkan oleh para pengantar kubur sebanyak tujuh kali langkah, malaikat sudah datang dan memperlakukan mayat sesuai dengan amal ibadahnya. Mengapa mayat yang telah dikubur dan digali lagi selang beberapa hari masih tetap utuh, padahal mayat itu adalah seorang pencopet yang mati karena dihajar massa?


Kasus seperti ini sering saya lihat di berbagai berita kriminal yang ditayangkan di banyak stasiun televisi di negara kita. Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Ari Ghorir Atiq

Jawaban:

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Mayat yang di dalam kuburnya utuh, pertama, yang dijamin Allah, adalah mayat orang yang hafal Al-Qur'an. Kedua, mayat orang yang tidak pernah batal wudhu. Ketiga, mayat orang yang tidak pernah lepas membaca shalawat kepada Nabi Muhammad (saw). Keempat, mayat orang yang tidak pernah meninggalkan bangun malam untuk shalat malam. Inilah orang-orang yang meninggal tetapi jasadnya tidak rusak di dalam kubur.


Oh ya, termasuk di dalamnya adalah orang yang mati syahid karena berjuang di jalan Allah sesuai dengan ketentuan yang digariskan syariat Allah. Namun, mati syahid yang di luar jalan Allah, pun ada. Seperti mati terbakar, mati tenggelam, mati sakit perut, dan mati karena melahirkan anak. Semua itu termasuk mati syahid.


Bagaimana kalau ada orang mendadak sakit perut kemudian meninggal namun orang itu tidak menjalankan perintah Allah (Swt)? Apakah dia mati syahid juga? Orang itu tidak bisa dikatakan mati syahid. Karena, orang yang mati syahid ada standarnya. Sebagaimana perumpamaan, kalau orang mau makan, ada piringnya dahulu. Entah piring itu terbuat dari kaca, plastik, melamin, atau lainnya, tetapi bisa mewadahi makanan untuk dimakan.


Mengapa, pada kasus kuburan yang dibongkar, dia jelas-jelas copet kok jasadnya masih utuh? Ini perlu diselidiki dulu, sudah berapa lama jasad itu dikebumikan. Kalau masih sehari-dua hari, ya pasti saja masih utuh. Kecuali, setelah sebulan-dua bulan dibongkar jasadnya masih untuh, itu suatu keanehan.


Orang yang merugikan masyarakat, agama, pemerintah, atau negara secara umum, tidak lepas dari hukum pembusukan alam. Namun ada pula beberapa tanah di bumi ini yang memang mengandung zat-zat tertentu, sehingga jasad yang meninggal masih utuh dalam beberapa bulan. Ada kadar tanah tertentu yang bisa membuat jasad tidak cepat rusak. Kalau tempatnya dingin, kadar belerang dan kapurnya sedikit, tidak cepat menghancurkan jasad. Sedang tanah yang belerangnya dan panasnya tinggi, cepat menghancurkan jasad di dalam kubur. Tanah yang kandungannya basah juga cepat menghancurkan jasad yang ada di tanah.


Hanya, perlu dimengerti, jasad yang utuh itu tidak seperti utuhnya jasad orang yang hafal Al-Qur'an tidak batal wudhu, misalnya. Baunya akan terasa. Sebab yang hak adalah hak, dan yang batil adalah batil, yang hak dan batil tidak bisa disamakan. Kebaikan tidak bisa disamakan dengan keburukan.
Posted by QuranSains at 2:39 AM
Mohon bimbingan

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Saya selalu berdoa, semoga ditemukan oleh Allah dengan guru yang dapat membimbing dan membina untuk lebih mendekatkan diri kepada-Nya. Tepatnya seminggu ini, saya dan teman-teman sedang mendiskusikan masalah tarekat. Untuk itu saya ingin berkonsultasi, mohon kiranya alamat atau nomor telepon bisa saya hubungi.


Sebelum dan sesudahnya, saya sampaikan terima kasih. Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Neri Yulia

Jawaban:

Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Sebelumnya, saya ingin sampaikan, menyangkut segala hal yang berhubungan dengan diri saya, ada baiknya Anda kirimkan saja surat. Itu akan lebih baik, karena tidak memberatkan siapa pun. Saya mendukung sepenuhnya kemauan Anda untuk mempelajari masalah tarekat. Perlu diketahui, tarekat itu tidak bisa diberikan melalui media, seperti surat-menyurat. Sebab ada dasar-dasar tarekat yang harus dipenuhi oleh seorang mursyid dan penganutnya. Sama-sama mengambil dan mengamalkan kalimat La illaha bisa memiliki beberapa makna.


Tapi ada yang khusus dengan talkin (pengajaran langsung) dari Baginda Nabi, seperti tarekat. Tarekat itu, di samping berpegang pada keterangan Hadist yang sahih, juga yang mendasar sekali adalah berpegang pada waktu Rasulullah menalkin para sahabatnya. Dari sanalah disebut (diucapkan) "talkinan", dan menjadi dasar pokok bagi orang-orang yang mengajarkan tarekat, dengan dasar sanad-sanadnya yang muttashil (bersambung).


Baiat, maknanya mengucap janji di hadapan guru, sebagaimana para sahabat mengucap janji di hadapan Baginda Rasulullah (saw). Adapun soal ijazah, bisa saja diberikan tanpa melalui baiat atau talkin. Ia merupakan nilai-nilai tersendiri untuk menambah kegiatan harian kita. Kalau untuk ini, beberapa buah wirid bisa diberikan walupun melalui surat-menyurat atau media, tapi itu bukan merupakan baiat atau talkin.
Posted by QuranSains at 2:37 AM
Mengapa Para Habib Dimuliakan?

Assalamualaikum warahmatullahi wabaraktuh. Sebagai santri Pondok Pesantren Al-Ittihadut Thoyyib, Kudus, yang diasuh oleh K.H. Syekh Abdul Jalil Thoyyib Assaid (Gus Jalil), saya sangat senang. Lebih-lebih kalau ada tamu ulama, kiai, saya selalu disuruh ber-mushofahah, menyerap ilmu, dari mereka. Namun akhir-akhir ini saya jadi kurang setuju bila ada tamu Gus Jalil yang disebut atau sayid dimuliakan melebihi yang lain. Seolah-olah hanya mereka itulah yang paling mulia. Benarkah harus demikian? Untuk mengetahui Habib atau sayid, katanya harus punya "al". Ada yang bin Syihab, ada bin Jindan, bin Syech Abu Bakar. Bagaimanakah ini?


Pernah kami baca, di majalah Tempo, pernyataan Ami Pekalongan (ahli nasab). Katanya, Walisanga, Kiai Mojo, Imam Bonjol, adalah keturunan Alawiyin. Akhir-akhir ini di majalah Hidayah, Syekh Nawawi Banten keturunan Sunan Gunung Jati. Padahal, kata Abdullah bin Idrus Al-Haddad Rawa Badung, Jakarta Timur, Walisanga tidak mempunyai keturunan. Bagaimana ini? Wassalamualaikum warahmatullahi wabaraktuh.

M. Shodiq

Jawaban:

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. "Al" pada nama keturunan Nabi adalah gelar. Entah itu formal atau tidak. Ada yang bersebab karamah, juga bisa dari sebab bukan karamah. Seperti Alaydrus (pemimpin para sufi), itu karena Abdullah ketika masih kecil mendapat karamah kesufian dari Allah (Swt). Mungkin karena karamahnya itulah, beliau bersama keturunannya diberi gelar tersebut. Begitu juga bin Sihab, al-Sihab, karena ilmunya.


Sebetulnya istilah "al" tidak untuk memisahkan para habib atau kaum Alawiyin tersebut, melainkan untuk memudahkan dalam penentuan nasabnya atau saudara, famili, yang terdekat dari bapaknya. Itu di antaranya.


Beberapa Wali Sembilan, Walisanga, adalah keturunan Alawiyin. Selanjutnya, beberapa tokoh pejuang di Indonesia, seperti Kiai Mojo dan lainnya, juga tidak terlepas dari Alawiyin. Memang ada beberapa Wali Sembilan yang tidak memiliki keturunan, seperti Sunan Bonang. Tetapi banyak yang mempunyai keturunan, seperti Sunan Gunung Jati, Maulana Hasyim Sunan Drajat, Sunan Ampel, Sunan Lamongan, Imam Ja'far Shodiq Sunan Kudus. Beberapa sunan yang disebutkan terakhir ini, keturunannya sangat banyak. Di antara keturunan Sunan Gunung Jati adalah para sultan Banten, sultan Cirebon, dan lainnya. Keturunan Sunan Giri, termasuk ibu Panembahan Senopati yang menurunkan trah Mataram, adalah cucu Ainul Yakin Sunan Giri.


Saya tidak berani menyanggah pendapat orang yang mengatakan bahwa para Wali Sembilan tidak memiliki keturunan. Lebih baik saya menawarkan diri, mari kita membuka lembaran sejarah serta penulisan riwayat hidup serta keturunan para wali di Indonesia. Saya yakin, mereka yang mengaku keturunan para wali tidak bertindak gegabah, sebab mereka memiliki bukti yang kuat. Kalau mereka tidak mengaku sebagai keturunan padahal mereka yakin memang keturunan para wali, sikap itu akan dianggap salah. Sebaliknya, orang yang bukan keturunan para wali tetapi mengaku keturunan para wali, juga salah.


Apabila kita mempelajari tarikh atau sejarah Wali Sembilan dengan saksama dan jeli, insya Allah kita tidak akan mengklaim bahwa para Wali Sembilan tidak memiliki keturunan. Meski keturunan itu dari pihak wanita (nenek), yang namanya cucu, tetap dianggap keturunan tokoh tersebut.
Posted by QuranSains at 2:36 AM
Jika Belum Mampu Ikut Thoriqoh

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Saya seorang fotografer sebuah media harian ibu kota. Setiap hari waktu saya selalu berkejaran dengan berita yang harus saya dapat. Tapi saya selalu berusaha melaksanakan shalat lima waktu. Sampai saat ini, saya belum dapat mengikuti tarekat, karena keterbatasan waktu yang saya miliki. Mohon jelaskan, adakah cara lain selain mengikuti tarekat sebagai sarana pendekatan diri kepada Allah. Lalu bagaimana jalan keluarnya bagi saya? Atas jawabannya, saya sampaikan terima kasih. Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh.

Wahyu S.

Jawaban:

Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Banyak jalan yang bisa Anda tempuh. Salah satunya adalah dengan membaca wirid. Karena, itu sarana pendekatan kita kepada Allah sebagai nilai tambah ibadah, selain shalat lima waktu. Ada yang menggunakan sarana bacaan-bacaan, khususnya jika Anda bertarekat.


Sedangkan peranan bacaan tarekat itu sendiri berbeda dengan bacaan yang lain. Kalau tarekat, mengkhususkan bagaimana cara membersihkan hati. Sedangkan bacaan-bacaan itu adalah nilai tambah pendekatan kita kepada Allah. Bagi orang yang belum sempat memasuki tarekat, hendaklah membiasakan diri selalu melaksanakan shalat disertai membaca beberapa bacaan. Itu termasuk nilai tambah pendekatan kita kepada Allah, di luar shalat.

HAKIKAT UMUM - QURAN-ET SAINS 14

# Mencari Kemuktabaran Thoriqoh
# Antara Sholat dan Tarekat
# Kitab Kuning dan Belajar Dengan Setan
# Amalan Wirid Untuk Depresi
# Ratib Al-Hadad dan Simbtu Ad-Durar
# Penyesalan Atas Kemusrikan
# Benarkah Tarekat Itu Bid'ah?

Mencari Kemuktabaran Thoriqoh

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Dalam Muktamar Tarekat Mu'tabarah an-Nandhiyyah tahun 1988 di Mranggen, Semarang, diputuskan, pengurus NU dari pusat sampai ranting diharuskan, bahkan diwajibkan untuk mengikuti tarekat apa pun, asal yang muktabar (resmi). Bagaimana sebenarnya hukum mengikuti tarekat itu? Wajib, sunnah, atau mubah. Lalu bagaimana jika dikaitkan dengan pengurus NU, apakah wajib di sini memiliki pengertian mengikat? Bagaimanakah cara menilai tarekat yang muktabar? Jika ada jemaah wirid, apa itu bisa disebut pengikut tarekat, jika memiliki cara-cara seperti tarekat, misalnya baiat? Ada berapakah jumlah tarekat muktabarah itu? Jika ikut tarekat yang tidak muktabar, apakah bersalah atau berdosa? Atas perhatian dan jawaban saya ucapkan terima kasih. Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

H. Muhammad Marzuki

Jawaban:

Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Saudara yang terhormat, saya senang menerima pertanyaan Anda. Semoga Anda senantiasa dilindungi oleh Allah Swt. Patut diketahui, wajib, sunnah, atau mubahnya hukum mengikuti tarekat, terkait dengan wajib, sunnah, atau mubahkah hukumnya menghilangkan sifat kealpaan dan kelupaan manusia kepada Allah. Mesti diingat, salah satu sifat manusia adalah lupa kepada Tuhannya. Inilah peranan kewajiban seseorang masuk tarekat. Dengan tujuan menghilangkan sifat-sifat kealpaan dan kelupaan diri kepada Tuhannya. Sifat-sifat itu perlu diberantas. Karena inilah sumber perbuatan-perbuatan tidak terpuji yang dilakukan manusia. Termasuk terhadap pelanggaran hukum agama dan sebagainya. Kalau kealpaan dan kelupaan itu bisa diberantas, minimal dia akan merasa selalu dilihat dan didengar oleh Allah Swt.


Contoh kecil, banyak orang yang tahu bahwa paku kecil yang tercecer di jalan, entah berkarat atau tidak, itu berbahaya. Begitu melihat, dia tahu bahwa itu paku, tapi belum menjadi bukti bahwa dia adalah orang yang ingat kepada Allah kalau belum mau mengangkat dan membuang ke tempat yang tidak membahayakan. Sebab daerah itu biasa dilalui anak-anak untuk bermain atau orang yang lewat di sana. Sebenarnya bahwa pengurus NU kebanyakan adalah pengikut tarekat hanyalah penekanan. Hal ini bersifat ke dalam.


Selanjutnya, untuk menilai muktabar atau tidaknya sebuah tarekat, harus dilakukan seperti kita mempelajari ilmu Hadist. Ada jalur sanad-sanadnya, mulai dari ulama, auliya, sahabat, Rasulullah, dan tentu bermuara ke Allah sendiri. Lantas semua yang ada di dalamnya itu tidak boleh melanggar semua isi Al-Qur'an dan Hadist. Tinggal bagaimana orang yang membicarakan itu. Kalau dia masih TK, pasti pembicaraannya seperti anak-anak, demikian halnya anak SD, SMP, atau SMA. Sebagaimana pendidikannya. Demikian juga dalam hal perilakunya.


Jemaah wirid bisa dinamakan pengikut tarekat. Karena Al-Qur'an dan Hadist itu adalah pedoman orang-orang ahli tarekat. Yang penting tarekat itu adalah buah syariat. Bukan syariat itu buah tarekat.


Contoh mudahnya adalah masalah wudhu. Wudhu adalah penghantar kita melaksanakan shalat. Setelah shalatnya selesai dengan ketentuan, syariatnya, rukunnya, batalnya atau tidaknya, barulah kita dapat mengetahui semuanya, termasuk buah dari shalat itu apa. Di sinilah tarekat itu berbicara. Buah orang shalat adalah semakin jauh terhadap ahli nar (ahli neraka). Dan cinta seseorang itu kepada Allah dan Rasul-Nya, lebih tinggi, lebih tinggi, dan begitu seterusnya. Dan sebaliknya, kemaksiatan akan makin terhapus.


Di Indonesia, kita mengenal ada sebanyak 41 buah tarekat muktabarah. Tetapi pecahannya banyak. Saya ingin menjawab pertanyaan Bapak ini dengan perumpamaan. Andaikan Bapak mau pergi ke Jakarta, kemudian ada kereta serta bus jurusan ke Jakarta, lalu ada orang yang sembarang naik truk asal sampai ke Jakarta misalnya, apakah itu bisa disebut disiplin. Mengapa harus mengikuti yang belum jelas sedangkan yang jelas-jelas ada sudah tersedia?


Jelasnya, fungsi, definisi, dan kedudukan suatu tarekat harus dilihat dari kedudukan mata rantainya kepada Rasulullah, hingga mendapat predikat apakah sebuah tarekat itu muktabar atau tidak, sebagaimana istilah Hadist itu adalah kesahihannya.
Posted by QuranSains at 2:53 AM
Antara Sholat dan Tarekat

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Saya memiliki seorang saudara yang mengikuti sebuah tarekat melalui seorang kiai di daerah Kediri. Setiap shalat, dia selalu membaca wirid yang diajarkan tarekat tersebut selama sekitar 30 menit. Kebiasaan itu dijalaninya setiap hari. Perlu dicatat, saudara saya itu adalah karyawan sebuah perusahaan swasta. Waktu istirahat yang diberlakukan tempatnya bekerja sangat ketat. Saat ini dia menghadapi dilema yang tidak mudah. Pada satu sisi ia sangat takut kalau-kalau sampai lalai membaca wiridnya. Di sisi lain, perusahaan tempatnya bekerja tidak memberi waktu lebih panjang lagi untuk dia dapat menyelesaikan wiridnya.

Apakah memang benar, bagi seorang pengamal tarekat, tak boleh meninggalkan membaca wirid tersebut? Apa sanksinya jika lalai membaca wirid itu? Bahkan saudara saya tersebut mengakhirkan shalat Asharnya. Karena istirahat saat shalat Ashar hanya 15 menit. Sehingga tidak mungkin baginya membaca wirid seusai shalat. Setelah pukul 16:30 ia baru bisa shalat dan membaca wirid.


Pertanyaannya, bolehkah ia mengakhirkan shalatnya hanya untuk wirid. Manakah yang afdal, mendirikan shalat pada awal waktu dan menunda wirid, atau mengakhirkan shalat dan mendahulukan wirid? Saya berharap segera mendapat jawaban atas pertanyaan tersebut. Atas jawaban itu, saya ucapkan terima kasih. Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Husnul Khitam Aimani

Jawaban:

Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Saudara Husnul Khitam Aimani, menarik buat saya, Anda ini sebenarnya ingin tahu tentang tarekat atau mau masuk tarekat. Ini patut mendapat perhatian. Menurut saya, kita tidak layak memberi penilaian pada orang lain, terutama dalam hal ibadahnya. Apalagi Anda mau mempersalahkan sebuah tarekat tertentu dengan alasan melihat adanya kesalahan dari seorang pengikutnya.


Anda harus ingat, seorang pengamal tarekat adalah orang biasa. Ia sedang berusaha mengamalkan tarekatnya. Ia manusia biasa, bukan nabi, sehingga pantas kalau masih ada kurang-lebihnya. Tetapi bukan lantas dijadikan pembenaran untuk menyalahkan tarekat tertentu. Menyinggung pertanyaan Anda, patut ketahui, seorang pengikut tarekat membaca wirid, seperti ajaran yang diberikan oleh tarekatnya, adalah keharusan. Ia tidak memiliki satu alasan pun untuk meninggalkan. Hal itu sudah dipahami benar oleh pengikut tarekat sejak ia melaksanakan pembaiatan.


Pertanyaan Anda tentang hukum seseorang yang mengabaikan wiridnya? Jelas, ia telah berbuat tidak patuh pada gurunya. Seorang murid yang tidak patuh, suatu saat ia akan melahirkan perbuatan yang tidak terpuji. Tidak tertutup kemungkinan melanggar larangan Allah. Yang akan menerima akibatnya adalah dirinya sendiri. Baik itu masalah di dunia maupun di akhirat kelak. Penganut tarekat harus istiqamah dalam membaca wirid-wiridnya. Tetapi tarekat tidak mengajarkan mengejar sunnah dengan meninggalkan kewajiban, justru sangat teguh memegang syariat. Sehingga tidak bisa dikaitkan dengan takut terkena sanksi. Para ahli tarekat berpendapat, wirid dan pendekatan diri kepada Allah adalah bagian dari kehidupan. Dan pelakunya akan mendapatkan kenikmatan tersendiri. Meski bagi orang lain bisa menimbulkan penafsiran yang berlainan.


Untuk pertanyaan terakhir, saya ingin mengingatkan, sebenarnya tidak ada seorang ahli tarekat pun yang membenarkan menunda waktu shalat. Bagaimanapun seorang muslim harus berusaha mendirikan tepat pada waktunya. Ini penting dan harus dipegang kuat. Shalat bukan bagian dari wirid, tetapi sebaliknya wirid adalah bagian dari shalat. Masalah shalatnya itu, ia tetap harus mendirikannya. Karena itu adalah kewajiban. Sedangkan wiridnya masih bisa diqadha, ditunda. Tinggal bagaimana mengatur waktu untuk meng-qadha-nya. Tarekat bukan untuk mempersulit beribadah.
Posted by QuranSains at 2:48 AM
Kitab Kuning dan Belajar Dengan Setan

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Saya dulu pernah mondok dan belajar berbagai kitab. Antara lain, kitab Safinah An-Najah, Jurumiyah, dan Tijan Dhurari. Namun akhirnya saya keluar dan melanjutkan ke sekolah umum.


Sekarang ini saya selalu membeli buku-buku atau kitab-kitab terjemahan dengan syarah atau penjelasannya, tanpa guru pembimbing. Apakah saya bisa mendapatkan ilmu tersebut secara manqul (mendapatkannya secara langsung), dan benarkah anggapan bahwa mendapatkan ilmu tersebut secara tidak manqul berarti berguru dengan setan? Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Pendi

Jawaban:

Waalaikumsalam Warahmatullahi wabarakatuh. Kita harus selalu ingat, ilmu agama sangat diperlukan dalam memperkukuh keimanan atau ideologi dan akidah. Al-Qur'an, sebagai salah satu pegangan dalam beragama, memiliki kandungan ilmu pengetahuan yang sangat besar. Maka, barang siapa belajar tentang ilmu pengetahuan apa pun, berarti ia mempelajari sebagian ilmu Al-Qur'an.


Tidak ada garis pemisah antara ilmu pengetahuan agama dan ilmu pengetahuan umum. Sekali lagi saya tegaskan, ilmu pengetahuan umum itu pun juga merupakan bagian dari isi Al-Qur'an. Apalagi bila yang dipelajari adalah ilmu agama, harus lebih diutamakan, karena terkait dengan masalah iman, dan yang jelas akan dibawa sampai akhir zaman.


Ilmu pengetahuan itu bagian dari penjabaran yang ada di dalam Al-Qur'an. Contohnya, ilmu yang mengajarkan farmasi. Ini penting untuk memberikan masukan kepada seseorang akan kadar dan dosis vitamin yang diperlukan. Walaupun orang minum vitamin itu efek sampingnya kecil, andaikan tanpa resep pun tidak membahayakan, lebih baik menggunakan resep. Sebab kita jadi akan tahu persis kekurangan yang ada dalam tubuh kita sendiri. Atau vitamin apa sebenarnya yang diperlukan untuk masing-masing individu itu sendiri. Mungkin ada orang yang kekurangan vitamin C, vitamin A, dan sebagainya. Dari ahlinya itu, kita akan mendapat vitamin yang tepat, sesuai kekurangan yang ada dalam tubuh kita.


Kembali pada ilmu agama. Kalau kita pelajari kitab-kitab, seperti yang disebutkan tadi, apalagi Al-Qur'an dan Hadist, kita sangat memerlukan ahlinya, untuk bisa mencarikan pemahaman Al-Qur'an dan Hadist itu. Jika kita belajar kitab tanpa guru, terkadang akal sendiri kurang mampu, sehingga akan mudah dimasuki setan. Karena, sering akal kita mengalami keterbatasan dan tidak bisa melakukan pemikiran yang lebih jernih dalam memahami ilmu agama, tanpa seorang guru.
Posted by QuranSains at 2:48 AM
Amalan Wirid Untuk Depresi

Assalamualaikum Warahmatullahi wabarakatuh. Saya alumnus pondok pesantren di Pulau Jawa. Saya menderita depresi atau gangguan jiwa. Tepatnya sejak kenaikan kelas atau ujian di pondok pesantren di mana saya tinggal sebelumnya. Karena itu saya berhenti dari proses belajar di pondok pesantren itu.


Akibatnya, sampai saat ini saya masih dalam proses penyembuhan lewat cara minum obat secara rutin dari dokter. Proses penyembuhan lewat minum obat sudah berlangsung kurang lebih tiga tahun. Bisakah kiranya penyakit saya sembuh lewat amalan doa atau wirid? Jika ada amalannya, apakah yang harus saya amalkan atau wiridkan, guna mempercepat proses penyembuhan. Mohon kiranya mengijazahkan kepada saya amalan tersebut. Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Zainul Arifin

Jawaban:

Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Pertama, harus diyakini, tidak ada satu penyakit pun yang tidak bisa disembuhkan, kecuali mati. Semua penyakit ada obatnya. Hanya terkadang belum kita temukan. Untuk doa, setiap habis shalat lima waktu, Anda bisa membaca Surah Al-Insyirah (Alam Nasyrah) sebanyak tiga kali. Sedangkan kalau malam, Saudara bisa membaca surah tersebut sebanyak 27 kali. Dan berusahalah agar tidak mengingat-ingat masa lalu, khususnya masa saat kegagalan itu terjadi.


Jadikanlah kegagalan itu emas. Artinya, kegagalan itu harus dijadikan cambuk untuk maju, bukan malah mundur. Jangan sekali-kali menyesali kegagalan. Dengan adanya kegagalan, kita harus berinstropeksi atas kekurangan yang ada pada kita, untuk maju ke depan lebih baik.


Selanjutnya kita juga harus menyadari, apa pun alasannya, manusia itu tempat kelemahan. "Kesempurnaan", baru didapat setelah kekurangan. Kekurangan adalah sarana untuk nnencapai kesempurnaan. Kembalikanlah segala persoalan kepada Allah (Swt), mintalah bimbingan, perlindungan, dan petunjuk dari-Nya.
Posted by QuranSains at 2:46 AM
Ratib Al-Hadad dan Simbtu Ad-Durar

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Saya ingin menanyakan masalah Ratib Al-Haddad dan Simtu Ad-Durar. Apakah keduanya itu termasuk dalam amalan tarekat. Bolehkah kami melaksanakan wirid tersebut tanpa seorang mursyid? Demikian pertanyaan saya, semoga berkenan memberikan jawaban. Sebelum dan sesudahnya, kami sampaikan terima kasih. Wassalamualaikum

Imamudin

Jawaban:

Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Saudara Imamudin di Tegal, Simtu Ad-Durar adalah kitab yang meriwayatkan kelahiran Nabi. Di dalamnya terdapat kisah bagaimana kelahiran Nabi (saw) yang agung itu. Sedangkan Ratib Al-Haddad adalah rangkuman bacaan yang menjadi bagian tarekat Alawiyah. Atau rangkaian Hadist Nabi yang diperintahkan untuk dibaca.


Ratib Al-Haddad disusun oleh al-Abdullah bin Alwi al-Haddad. Oleh para pengikutnya, terutama yang mengamalkan, bacaan itu dinamakan Ratib Al-Hadad. Semua kandungan isi yang terdapat di dalamnya tidak terlepas dari Hadist Nabi (saw). Tapi itu bukan tarekat. Posisinya hanya sebagai bagian dari bacaan tarekat. Kalau bacaan itu diamalkan, itu bisa menjadi kegiatan yang memiliki nilai tambah dalam tarekat. Sedangkan Simtu Ad-Durar berisi syair-syair yang bercerita tentang kelahiran, budi pekerti, sifat-sifat dan perjuangan serta riwayat hidup Nabi Allah Muhammad (saw). Kitab ini diciptakan oleh al-Ali bin Muhammad bin Husain al-Habsyi.


Baik Ratib Al-Haddad maupun Simtu Ad-Durar dapat dibaca dan diamalkan oleh siapa saja. Berbeda dengan tarekat, yang harus melalui talkin atau dibaiat terlebih dahulu. Inilah yang membedakan kedua kitab tersebut dengan tarekat. Demikian, semoga Anda semakin bersemangat dalam mengamalkannya.
Posted by QuranSains at 2:45 AM
Penyesalan Atas Kemusrikan

Assalamualaikum Warahmatullahi wabarakatuh. Saya ingin bimbingan dan nasihatnya. Saya seorang wanita muslim dari keluarga yang alhamdulillah cukup taat. Kedua orangtua saya selalu mendidik kami menjadi muslim, untuk selalu menegakkan shalat dan meneladani Rasulullah (saw).


Setelah menginjak dewasa, saya merasa, ada pergulatan batin. Saya berusaha menjaga hati dan akidah ketauhidan. Namun saya pernah salah ucap mengenai keimanan yang secara tidak sengaja menyentuh kemusyrikan. Saya merasa terpukul dan sangat menyesal atas perbuatan itu, saya merasa amat bersalah karenanya.


Maka saya sering mengucapkan kalimah Syahadatain dan istigfar. Namun, hal itu masih membuat hati saya tersiksa, khususnya tatkala teringat kejadian tersebut. Seakan-akan saya merasa tertekan karena diteror. Apakah saya ini masih tetap sebagai seorang muslimah atau bukan di hadapan Allah (Swt)? Saya mohon bimbingan. Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Ferozah

Jawaban:

Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Saya salut pada Ibu Ferozah, yang menyesali perbuatan di masa lalu, dan sering membaca kalimah syahadat dan istigfar, agar kejadian itu tidak terulang lagi. Walau demikian, penyesalan itu tidak harus selama-lamanya. Lebih baik dijadikan pelajaran, supaya tidak terulang kembali. Kalau penyesalan itu berlarut-larut, nanti akan berakibat pada penyiksaan diri sendiri yang tidak berujung.


Menyesallah karena kebodohan kita kala itu. Ya, semua itu semata-mata karena kekurangan dan kebodohan kita. Karena itu, kita semua harus selalu merasa perlu menambah pengetahuan dan wawasan, khususnya ilmu agama.


Jadikanlah pengetahuan itu sebagai bekal menuju hari esok. Dan perbuatan yang lalu adalah cambuk untuk bangkit, berjuang dari kebodohan menuju penguasaan pengetahuan. Selanjutnya, dari pengetahuan menjadi pengertian, dan dari pengertian menjadi kesadaran untuk meningkatkan kepribadian kita guna memenuhi kewajiban seorang hamba kepada Tuhan-nya.
Posted by QuranSains at 2:44 AM
Benarkah Tarekat Itu Bid'ah?

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Saya pernah membaca buku yang menyatakan sesatnya tarekat dan mengharamkan membaca sholawat. Saya bingung, bagaimana mungkin sebuah komunitas zikir disebut sesat. Alasannya, tak ada tuntunan Rasulullah. Saya semakin bingung lagi. Pertanyaan saya, begitu sempitkah ajaran Islam itu sehingga semuanya harus mengikuti Rasulullah? Menurut saya, tarekat juga membaca wirid yang diajarkan Rasulullah. Dan menurut sebuah hadist, Allah swt dan malaikat pun bersholawat kepada Rasulullah saw. Hanya karena dikelompokkan dan kemudian berzikir secara bersamaan dalam sebuah kelompok disebut sesat dan bid'ah? Mohon penjelasan, apa batasan bid'ah itu? Apakah juga untuk semua hal, termasuk wirid secara bersama-sama? Terima kasih. Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Jabir Ibnu Hayyan

Jawaban:

Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Islam adalah agama yang universal. Ini dapat dibuktikan dengan keuniversalan Al-Qur'an. Orang yang mempelajari Al-Qur'an atas dasar keuniversalannya justru akan selalu melihat bahwa manusia perlu dimodernisasikan. Untuk itu paling tidak diperlukan dan dibekali ilmu yang cukup dalam mempelajari Al-Qur'an.


Islam itu luwes. Sebab kejadian yang tidak terjadi di zaman Rasulullah bisa saja terjadi di zaman para sahabat. Demikian pula, kejadian yang tidak terjadi di zaman sahabat, bisa terjadi di zaman tabi'in yaitu orang-orang yang hidup pada generasi setelah para sahabat Nabi (saw), dan begitupun seterusnya.


Mestinya para ulama itu dapat memberikan jawaban sesuai dengan generasinya karena adanya sebuah perkembangan zaman. Namun itu bukan berarti bahwa Al-Qur'an tidak bisa menjawab persoalan. Al-Qur'an siap menjawab persoalan sepanjang masa. Tapi siapakah yang sanggup memberi penjelasan jika tanpa dibekali ilmu Al-Qur'an yang cukup.


Misalnya saja, pada zaman Rasulullah, pencangkokan mata, ginjal dan sebagainya belum terjadi. Namun, kemungkinan ilmu-ilmu untuk mencangkok sudah ada. Tapi peristiwa itu secara syariat di zaman Rasul belum ada. Mungkin saja terjadi di suatu zaman, contohnya ada seseorang memerlukan kornea mata, dan ahli medis siap untuk melakukannya sebagai sebuah ikhtiar. Untuk orang yang bersangkutan, apakah ini tidak dibenarkan?


Untuk masalah zikir, siapa yang bilang tidak ada ajaran tentang zikir dari Rasulullah. Misalnya, satu Hadist Qudsi -Hadist yang diyakini sebagai firman Allah, bukan ucapan Nabi (saw)- menyebutkan, diriwayatkan oleh Imam Ali Ridha, "Kalimat La ilaha Illallah itu benteng-Ku. Barang siapa mengucapkan kalimat La ilaha Illallah berarti orang itu masuk ke dalam pengayoman-Ku (dalam benteng-Ku). Dan barang siapa yang masuk ke dalam benteng-Ku, berarti amanlah mereka dari siksa-Ku." Apakah ini tidak bisa dianggap sebagai tuntunan?


Selanjutnya, mohon maaf, sebelum Anda ikut-ikutan mengatakan bahwa tarekat itu sesuatu yang bid'ah, ada baiknya Anda mempelajari dulu perihal tarekat. Setelah itu melaksanakan ajaran dalam tarekat tersebut dalam kehidupan Anda sehari-hari. Jadi bukan hanya bersumberkan pada pertanyaan tadi. Lebih dari itu, melaksanakan tarekat sesuai ajaran dan kaidah yang ada dalam tarekat. Nanti Anda akan langsung mengetahui, termasuk siapa ulama-ulama itu, tepat atau tidak bila seorang ulama itu telah mengatakannya sebagai bid'ah. Apakah sejauh itu prasangka kita pada ulama-ulama? Seolah-olah ulama-ulama itu tidak mengerti dosa, dan hanya kita sendiri yang mengerti bid'ah?


Harap diingat, melihat figur jangan sampai dijadikan ukuran. Sebab sebuah figur belum merupakan orang yang alim. Makanya syarat orang yang mengikuti tarekat itu, haruslah mengetahui arkan al-iman (rukun iman) dan Islam. Mengetahui batalnya shalat, rukun shalat, rukun wudhu, batalnya wudhu, dan sebagainya. Juga mengetahui sifat-sifat Allah yang wajib dan yang jaiz, juga tahu sifat para rasul, membedakan barang halal dan haram.


Setelah itu baru dipersilahkan mengikuti tarekat. Itulah dasar kita masuk tarekat. Bukan suatu yang bersifat ikut-ikutan. Sedangkan orang yang masuk terkadang tertarik oleh sebuah ritus, termasuk mendekatkan diri pada ulama. Tetapi di dalam dirinya masih ada banyak kekurangan, sehingga apa yang sebenarnya bukan merupakan ajaran sebuah tarekat, terpaksa dilakukan. Seperti, kita menjalankan tarekatnya namun justru meninggalkan yang wajib. Sekali lagi harus diingat, tarekat adalah buah shalat. Bukan sebaliknya.