Saturday 27 February 2010

HAKIKAT UMUM - QURAN-ET SAINS 14

# Mencari Kemuktabaran Thoriqoh
# Antara Sholat dan Tarekat
# Kitab Kuning dan Belajar Dengan Setan
# Amalan Wirid Untuk Depresi
# Ratib Al-Hadad dan Simbtu Ad-Durar
# Penyesalan Atas Kemusrikan
# Benarkah Tarekat Itu Bid'ah?

Mencari Kemuktabaran Thoriqoh

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Dalam Muktamar Tarekat Mu'tabarah an-Nandhiyyah tahun 1988 di Mranggen, Semarang, diputuskan, pengurus NU dari pusat sampai ranting diharuskan, bahkan diwajibkan untuk mengikuti tarekat apa pun, asal yang muktabar (resmi). Bagaimana sebenarnya hukum mengikuti tarekat itu? Wajib, sunnah, atau mubah. Lalu bagaimana jika dikaitkan dengan pengurus NU, apakah wajib di sini memiliki pengertian mengikat? Bagaimanakah cara menilai tarekat yang muktabar? Jika ada jemaah wirid, apa itu bisa disebut pengikut tarekat, jika memiliki cara-cara seperti tarekat, misalnya baiat? Ada berapakah jumlah tarekat muktabarah itu? Jika ikut tarekat yang tidak muktabar, apakah bersalah atau berdosa? Atas perhatian dan jawaban saya ucapkan terima kasih. Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

H. Muhammad Marzuki

Jawaban:

Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Saudara yang terhormat, saya senang menerima pertanyaan Anda. Semoga Anda senantiasa dilindungi oleh Allah Swt. Patut diketahui, wajib, sunnah, atau mubahnya hukum mengikuti tarekat, terkait dengan wajib, sunnah, atau mubahkah hukumnya menghilangkan sifat kealpaan dan kelupaan manusia kepada Allah. Mesti diingat, salah satu sifat manusia adalah lupa kepada Tuhannya. Inilah peranan kewajiban seseorang masuk tarekat. Dengan tujuan menghilangkan sifat-sifat kealpaan dan kelupaan diri kepada Tuhannya. Sifat-sifat itu perlu diberantas. Karena inilah sumber perbuatan-perbuatan tidak terpuji yang dilakukan manusia. Termasuk terhadap pelanggaran hukum agama dan sebagainya. Kalau kealpaan dan kelupaan itu bisa diberantas, minimal dia akan merasa selalu dilihat dan didengar oleh Allah Swt.


Contoh kecil, banyak orang yang tahu bahwa paku kecil yang tercecer di jalan, entah berkarat atau tidak, itu berbahaya. Begitu melihat, dia tahu bahwa itu paku, tapi belum menjadi bukti bahwa dia adalah orang yang ingat kepada Allah kalau belum mau mengangkat dan membuang ke tempat yang tidak membahayakan. Sebab daerah itu biasa dilalui anak-anak untuk bermain atau orang yang lewat di sana. Sebenarnya bahwa pengurus NU kebanyakan adalah pengikut tarekat hanyalah penekanan. Hal ini bersifat ke dalam.


Selanjutnya, untuk menilai muktabar atau tidaknya sebuah tarekat, harus dilakukan seperti kita mempelajari ilmu Hadist. Ada jalur sanad-sanadnya, mulai dari ulama, auliya, sahabat, Rasulullah, dan tentu bermuara ke Allah sendiri. Lantas semua yang ada di dalamnya itu tidak boleh melanggar semua isi Al-Qur'an dan Hadist. Tinggal bagaimana orang yang membicarakan itu. Kalau dia masih TK, pasti pembicaraannya seperti anak-anak, demikian halnya anak SD, SMP, atau SMA. Sebagaimana pendidikannya. Demikian juga dalam hal perilakunya.


Jemaah wirid bisa dinamakan pengikut tarekat. Karena Al-Qur'an dan Hadist itu adalah pedoman orang-orang ahli tarekat. Yang penting tarekat itu adalah buah syariat. Bukan syariat itu buah tarekat.


Contoh mudahnya adalah masalah wudhu. Wudhu adalah penghantar kita melaksanakan shalat. Setelah shalatnya selesai dengan ketentuan, syariatnya, rukunnya, batalnya atau tidaknya, barulah kita dapat mengetahui semuanya, termasuk buah dari shalat itu apa. Di sinilah tarekat itu berbicara. Buah orang shalat adalah semakin jauh terhadap ahli nar (ahli neraka). Dan cinta seseorang itu kepada Allah dan Rasul-Nya, lebih tinggi, lebih tinggi, dan begitu seterusnya. Dan sebaliknya, kemaksiatan akan makin terhapus.


Di Indonesia, kita mengenal ada sebanyak 41 buah tarekat muktabarah. Tetapi pecahannya banyak. Saya ingin menjawab pertanyaan Bapak ini dengan perumpamaan. Andaikan Bapak mau pergi ke Jakarta, kemudian ada kereta serta bus jurusan ke Jakarta, lalu ada orang yang sembarang naik truk asal sampai ke Jakarta misalnya, apakah itu bisa disebut disiplin. Mengapa harus mengikuti yang belum jelas sedangkan yang jelas-jelas ada sudah tersedia?


Jelasnya, fungsi, definisi, dan kedudukan suatu tarekat harus dilihat dari kedudukan mata rantainya kepada Rasulullah, hingga mendapat predikat apakah sebuah tarekat itu muktabar atau tidak, sebagaimana istilah Hadist itu adalah kesahihannya.
Posted by QuranSains at 2:53 AM
Antara Sholat dan Tarekat

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Saya memiliki seorang saudara yang mengikuti sebuah tarekat melalui seorang kiai di daerah Kediri. Setiap shalat, dia selalu membaca wirid yang diajarkan tarekat tersebut selama sekitar 30 menit. Kebiasaan itu dijalaninya setiap hari. Perlu dicatat, saudara saya itu adalah karyawan sebuah perusahaan swasta. Waktu istirahat yang diberlakukan tempatnya bekerja sangat ketat. Saat ini dia menghadapi dilema yang tidak mudah. Pada satu sisi ia sangat takut kalau-kalau sampai lalai membaca wiridnya. Di sisi lain, perusahaan tempatnya bekerja tidak memberi waktu lebih panjang lagi untuk dia dapat menyelesaikan wiridnya.

Apakah memang benar, bagi seorang pengamal tarekat, tak boleh meninggalkan membaca wirid tersebut? Apa sanksinya jika lalai membaca wirid itu? Bahkan saudara saya tersebut mengakhirkan shalat Asharnya. Karena istirahat saat shalat Ashar hanya 15 menit. Sehingga tidak mungkin baginya membaca wirid seusai shalat. Setelah pukul 16:30 ia baru bisa shalat dan membaca wirid.


Pertanyaannya, bolehkah ia mengakhirkan shalatnya hanya untuk wirid. Manakah yang afdal, mendirikan shalat pada awal waktu dan menunda wirid, atau mengakhirkan shalat dan mendahulukan wirid? Saya berharap segera mendapat jawaban atas pertanyaan tersebut. Atas jawaban itu, saya ucapkan terima kasih. Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Husnul Khitam Aimani

Jawaban:

Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Saudara Husnul Khitam Aimani, menarik buat saya, Anda ini sebenarnya ingin tahu tentang tarekat atau mau masuk tarekat. Ini patut mendapat perhatian. Menurut saya, kita tidak layak memberi penilaian pada orang lain, terutama dalam hal ibadahnya. Apalagi Anda mau mempersalahkan sebuah tarekat tertentu dengan alasan melihat adanya kesalahan dari seorang pengikutnya.


Anda harus ingat, seorang pengamal tarekat adalah orang biasa. Ia sedang berusaha mengamalkan tarekatnya. Ia manusia biasa, bukan nabi, sehingga pantas kalau masih ada kurang-lebihnya. Tetapi bukan lantas dijadikan pembenaran untuk menyalahkan tarekat tertentu. Menyinggung pertanyaan Anda, patut ketahui, seorang pengikut tarekat membaca wirid, seperti ajaran yang diberikan oleh tarekatnya, adalah keharusan. Ia tidak memiliki satu alasan pun untuk meninggalkan. Hal itu sudah dipahami benar oleh pengikut tarekat sejak ia melaksanakan pembaiatan.


Pertanyaan Anda tentang hukum seseorang yang mengabaikan wiridnya? Jelas, ia telah berbuat tidak patuh pada gurunya. Seorang murid yang tidak patuh, suatu saat ia akan melahirkan perbuatan yang tidak terpuji. Tidak tertutup kemungkinan melanggar larangan Allah. Yang akan menerima akibatnya adalah dirinya sendiri. Baik itu masalah di dunia maupun di akhirat kelak. Penganut tarekat harus istiqamah dalam membaca wirid-wiridnya. Tetapi tarekat tidak mengajarkan mengejar sunnah dengan meninggalkan kewajiban, justru sangat teguh memegang syariat. Sehingga tidak bisa dikaitkan dengan takut terkena sanksi. Para ahli tarekat berpendapat, wirid dan pendekatan diri kepada Allah adalah bagian dari kehidupan. Dan pelakunya akan mendapatkan kenikmatan tersendiri. Meski bagi orang lain bisa menimbulkan penafsiran yang berlainan.


Untuk pertanyaan terakhir, saya ingin mengingatkan, sebenarnya tidak ada seorang ahli tarekat pun yang membenarkan menunda waktu shalat. Bagaimanapun seorang muslim harus berusaha mendirikan tepat pada waktunya. Ini penting dan harus dipegang kuat. Shalat bukan bagian dari wirid, tetapi sebaliknya wirid adalah bagian dari shalat. Masalah shalatnya itu, ia tetap harus mendirikannya. Karena itu adalah kewajiban. Sedangkan wiridnya masih bisa diqadha, ditunda. Tinggal bagaimana mengatur waktu untuk meng-qadha-nya. Tarekat bukan untuk mempersulit beribadah.
Posted by QuranSains at 2:48 AM
Kitab Kuning dan Belajar Dengan Setan

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Saya dulu pernah mondok dan belajar berbagai kitab. Antara lain, kitab Safinah An-Najah, Jurumiyah, dan Tijan Dhurari. Namun akhirnya saya keluar dan melanjutkan ke sekolah umum.


Sekarang ini saya selalu membeli buku-buku atau kitab-kitab terjemahan dengan syarah atau penjelasannya, tanpa guru pembimbing. Apakah saya bisa mendapatkan ilmu tersebut secara manqul (mendapatkannya secara langsung), dan benarkah anggapan bahwa mendapatkan ilmu tersebut secara tidak manqul berarti berguru dengan setan? Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Pendi

Jawaban:

Waalaikumsalam Warahmatullahi wabarakatuh. Kita harus selalu ingat, ilmu agama sangat diperlukan dalam memperkukuh keimanan atau ideologi dan akidah. Al-Qur'an, sebagai salah satu pegangan dalam beragama, memiliki kandungan ilmu pengetahuan yang sangat besar. Maka, barang siapa belajar tentang ilmu pengetahuan apa pun, berarti ia mempelajari sebagian ilmu Al-Qur'an.


Tidak ada garis pemisah antara ilmu pengetahuan agama dan ilmu pengetahuan umum. Sekali lagi saya tegaskan, ilmu pengetahuan umum itu pun juga merupakan bagian dari isi Al-Qur'an. Apalagi bila yang dipelajari adalah ilmu agama, harus lebih diutamakan, karena terkait dengan masalah iman, dan yang jelas akan dibawa sampai akhir zaman.


Ilmu pengetahuan itu bagian dari penjabaran yang ada di dalam Al-Qur'an. Contohnya, ilmu yang mengajarkan farmasi. Ini penting untuk memberikan masukan kepada seseorang akan kadar dan dosis vitamin yang diperlukan. Walaupun orang minum vitamin itu efek sampingnya kecil, andaikan tanpa resep pun tidak membahayakan, lebih baik menggunakan resep. Sebab kita jadi akan tahu persis kekurangan yang ada dalam tubuh kita sendiri. Atau vitamin apa sebenarnya yang diperlukan untuk masing-masing individu itu sendiri. Mungkin ada orang yang kekurangan vitamin C, vitamin A, dan sebagainya. Dari ahlinya itu, kita akan mendapat vitamin yang tepat, sesuai kekurangan yang ada dalam tubuh kita.


Kembali pada ilmu agama. Kalau kita pelajari kitab-kitab, seperti yang disebutkan tadi, apalagi Al-Qur'an dan Hadist, kita sangat memerlukan ahlinya, untuk bisa mencarikan pemahaman Al-Qur'an dan Hadist itu. Jika kita belajar kitab tanpa guru, terkadang akal sendiri kurang mampu, sehingga akan mudah dimasuki setan. Karena, sering akal kita mengalami keterbatasan dan tidak bisa melakukan pemikiran yang lebih jernih dalam memahami ilmu agama, tanpa seorang guru.
Posted by QuranSains at 2:48 AM
Amalan Wirid Untuk Depresi

Assalamualaikum Warahmatullahi wabarakatuh. Saya alumnus pondok pesantren di Pulau Jawa. Saya menderita depresi atau gangguan jiwa. Tepatnya sejak kenaikan kelas atau ujian di pondok pesantren di mana saya tinggal sebelumnya. Karena itu saya berhenti dari proses belajar di pondok pesantren itu.


Akibatnya, sampai saat ini saya masih dalam proses penyembuhan lewat cara minum obat secara rutin dari dokter. Proses penyembuhan lewat minum obat sudah berlangsung kurang lebih tiga tahun. Bisakah kiranya penyakit saya sembuh lewat amalan doa atau wirid? Jika ada amalannya, apakah yang harus saya amalkan atau wiridkan, guna mempercepat proses penyembuhan. Mohon kiranya mengijazahkan kepada saya amalan tersebut. Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Zainul Arifin

Jawaban:

Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Pertama, harus diyakini, tidak ada satu penyakit pun yang tidak bisa disembuhkan, kecuali mati. Semua penyakit ada obatnya. Hanya terkadang belum kita temukan. Untuk doa, setiap habis shalat lima waktu, Anda bisa membaca Surah Al-Insyirah (Alam Nasyrah) sebanyak tiga kali. Sedangkan kalau malam, Saudara bisa membaca surah tersebut sebanyak 27 kali. Dan berusahalah agar tidak mengingat-ingat masa lalu, khususnya masa saat kegagalan itu terjadi.


Jadikanlah kegagalan itu emas. Artinya, kegagalan itu harus dijadikan cambuk untuk maju, bukan malah mundur. Jangan sekali-kali menyesali kegagalan. Dengan adanya kegagalan, kita harus berinstropeksi atas kekurangan yang ada pada kita, untuk maju ke depan lebih baik.


Selanjutnya kita juga harus menyadari, apa pun alasannya, manusia itu tempat kelemahan. "Kesempurnaan", baru didapat setelah kekurangan. Kekurangan adalah sarana untuk nnencapai kesempurnaan. Kembalikanlah segala persoalan kepada Allah (Swt), mintalah bimbingan, perlindungan, dan petunjuk dari-Nya.
Posted by QuranSains at 2:46 AM
Ratib Al-Hadad dan Simbtu Ad-Durar

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Saya ingin menanyakan masalah Ratib Al-Haddad dan Simtu Ad-Durar. Apakah keduanya itu termasuk dalam amalan tarekat. Bolehkah kami melaksanakan wirid tersebut tanpa seorang mursyid? Demikian pertanyaan saya, semoga berkenan memberikan jawaban. Sebelum dan sesudahnya, kami sampaikan terima kasih. Wassalamualaikum

Imamudin

Jawaban:

Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Saudara Imamudin di Tegal, Simtu Ad-Durar adalah kitab yang meriwayatkan kelahiran Nabi. Di dalamnya terdapat kisah bagaimana kelahiran Nabi (saw) yang agung itu. Sedangkan Ratib Al-Haddad adalah rangkuman bacaan yang menjadi bagian tarekat Alawiyah. Atau rangkaian Hadist Nabi yang diperintahkan untuk dibaca.


Ratib Al-Haddad disusun oleh al-Abdullah bin Alwi al-Haddad. Oleh para pengikutnya, terutama yang mengamalkan, bacaan itu dinamakan Ratib Al-Hadad. Semua kandungan isi yang terdapat di dalamnya tidak terlepas dari Hadist Nabi (saw). Tapi itu bukan tarekat. Posisinya hanya sebagai bagian dari bacaan tarekat. Kalau bacaan itu diamalkan, itu bisa menjadi kegiatan yang memiliki nilai tambah dalam tarekat. Sedangkan Simtu Ad-Durar berisi syair-syair yang bercerita tentang kelahiran, budi pekerti, sifat-sifat dan perjuangan serta riwayat hidup Nabi Allah Muhammad (saw). Kitab ini diciptakan oleh al-Ali bin Muhammad bin Husain al-Habsyi.


Baik Ratib Al-Haddad maupun Simtu Ad-Durar dapat dibaca dan diamalkan oleh siapa saja. Berbeda dengan tarekat, yang harus melalui talkin atau dibaiat terlebih dahulu. Inilah yang membedakan kedua kitab tersebut dengan tarekat. Demikian, semoga Anda semakin bersemangat dalam mengamalkannya.
Posted by QuranSains at 2:45 AM
Penyesalan Atas Kemusrikan

Assalamualaikum Warahmatullahi wabarakatuh. Saya ingin bimbingan dan nasihatnya. Saya seorang wanita muslim dari keluarga yang alhamdulillah cukup taat. Kedua orangtua saya selalu mendidik kami menjadi muslim, untuk selalu menegakkan shalat dan meneladani Rasulullah (saw).


Setelah menginjak dewasa, saya merasa, ada pergulatan batin. Saya berusaha menjaga hati dan akidah ketauhidan. Namun saya pernah salah ucap mengenai keimanan yang secara tidak sengaja menyentuh kemusyrikan. Saya merasa terpukul dan sangat menyesal atas perbuatan itu, saya merasa amat bersalah karenanya.


Maka saya sering mengucapkan kalimah Syahadatain dan istigfar. Namun, hal itu masih membuat hati saya tersiksa, khususnya tatkala teringat kejadian tersebut. Seakan-akan saya merasa tertekan karena diteror. Apakah saya ini masih tetap sebagai seorang muslimah atau bukan di hadapan Allah (Swt)? Saya mohon bimbingan. Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Ferozah

Jawaban:

Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Saya salut pada Ibu Ferozah, yang menyesali perbuatan di masa lalu, dan sering membaca kalimah syahadat dan istigfar, agar kejadian itu tidak terulang lagi. Walau demikian, penyesalan itu tidak harus selama-lamanya. Lebih baik dijadikan pelajaran, supaya tidak terulang kembali. Kalau penyesalan itu berlarut-larut, nanti akan berakibat pada penyiksaan diri sendiri yang tidak berujung.


Menyesallah karena kebodohan kita kala itu. Ya, semua itu semata-mata karena kekurangan dan kebodohan kita. Karena itu, kita semua harus selalu merasa perlu menambah pengetahuan dan wawasan, khususnya ilmu agama.


Jadikanlah pengetahuan itu sebagai bekal menuju hari esok. Dan perbuatan yang lalu adalah cambuk untuk bangkit, berjuang dari kebodohan menuju penguasaan pengetahuan. Selanjutnya, dari pengetahuan menjadi pengertian, dan dari pengertian menjadi kesadaran untuk meningkatkan kepribadian kita guna memenuhi kewajiban seorang hamba kepada Tuhan-nya.
Posted by QuranSains at 2:44 AM
Benarkah Tarekat Itu Bid'ah?

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Saya pernah membaca buku yang menyatakan sesatnya tarekat dan mengharamkan membaca sholawat. Saya bingung, bagaimana mungkin sebuah komunitas zikir disebut sesat. Alasannya, tak ada tuntunan Rasulullah. Saya semakin bingung lagi. Pertanyaan saya, begitu sempitkah ajaran Islam itu sehingga semuanya harus mengikuti Rasulullah? Menurut saya, tarekat juga membaca wirid yang diajarkan Rasulullah. Dan menurut sebuah hadist, Allah swt dan malaikat pun bersholawat kepada Rasulullah saw. Hanya karena dikelompokkan dan kemudian berzikir secara bersamaan dalam sebuah kelompok disebut sesat dan bid'ah? Mohon penjelasan, apa batasan bid'ah itu? Apakah juga untuk semua hal, termasuk wirid secara bersama-sama? Terima kasih. Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Jabir Ibnu Hayyan

Jawaban:

Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Islam adalah agama yang universal. Ini dapat dibuktikan dengan keuniversalan Al-Qur'an. Orang yang mempelajari Al-Qur'an atas dasar keuniversalannya justru akan selalu melihat bahwa manusia perlu dimodernisasikan. Untuk itu paling tidak diperlukan dan dibekali ilmu yang cukup dalam mempelajari Al-Qur'an.


Islam itu luwes. Sebab kejadian yang tidak terjadi di zaman Rasulullah bisa saja terjadi di zaman para sahabat. Demikian pula, kejadian yang tidak terjadi di zaman sahabat, bisa terjadi di zaman tabi'in yaitu orang-orang yang hidup pada generasi setelah para sahabat Nabi (saw), dan begitupun seterusnya.


Mestinya para ulama itu dapat memberikan jawaban sesuai dengan generasinya karena adanya sebuah perkembangan zaman. Namun itu bukan berarti bahwa Al-Qur'an tidak bisa menjawab persoalan. Al-Qur'an siap menjawab persoalan sepanjang masa. Tapi siapakah yang sanggup memberi penjelasan jika tanpa dibekali ilmu Al-Qur'an yang cukup.


Misalnya saja, pada zaman Rasulullah, pencangkokan mata, ginjal dan sebagainya belum terjadi. Namun, kemungkinan ilmu-ilmu untuk mencangkok sudah ada. Tapi peristiwa itu secara syariat di zaman Rasul belum ada. Mungkin saja terjadi di suatu zaman, contohnya ada seseorang memerlukan kornea mata, dan ahli medis siap untuk melakukannya sebagai sebuah ikhtiar. Untuk orang yang bersangkutan, apakah ini tidak dibenarkan?


Untuk masalah zikir, siapa yang bilang tidak ada ajaran tentang zikir dari Rasulullah. Misalnya, satu Hadist Qudsi -Hadist yang diyakini sebagai firman Allah, bukan ucapan Nabi (saw)- menyebutkan, diriwayatkan oleh Imam Ali Ridha, "Kalimat La ilaha Illallah itu benteng-Ku. Barang siapa mengucapkan kalimat La ilaha Illallah berarti orang itu masuk ke dalam pengayoman-Ku (dalam benteng-Ku). Dan barang siapa yang masuk ke dalam benteng-Ku, berarti amanlah mereka dari siksa-Ku." Apakah ini tidak bisa dianggap sebagai tuntunan?


Selanjutnya, mohon maaf, sebelum Anda ikut-ikutan mengatakan bahwa tarekat itu sesuatu yang bid'ah, ada baiknya Anda mempelajari dulu perihal tarekat. Setelah itu melaksanakan ajaran dalam tarekat tersebut dalam kehidupan Anda sehari-hari. Jadi bukan hanya bersumberkan pada pertanyaan tadi. Lebih dari itu, melaksanakan tarekat sesuai ajaran dan kaidah yang ada dalam tarekat. Nanti Anda akan langsung mengetahui, termasuk siapa ulama-ulama itu, tepat atau tidak bila seorang ulama itu telah mengatakannya sebagai bid'ah. Apakah sejauh itu prasangka kita pada ulama-ulama? Seolah-olah ulama-ulama itu tidak mengerti dosa, dan hanya kita sendiri yang mengerti bid'ah?


Harap diingat, melihat figur jangan sampai dijadikan ukuran. Sebab sebuah figur belum merupakan orang yang alim. Makanya syarat orang yang mengikuti tarekat itu, haruslah mengetahui arkan al-iman (rukun iman) dan Islam. Mengetahui batalnya shalat, rukun shalat, rukun wudhu, batalnya wudhu, dan sebagainya. Juga mengetahui sifat-sifat Allah yang wajib dan yang jaiz, juga tahu sifat para rasul, membedakan barang halal dan haram.


Setelah itu baru dipersilahkan mengikuti tarekat. Itulah dasar kita masuk tarekat. Bukan suatu yang bersifat ikut-ikutan. Sedangkan orang yang masuk terkadang tertarik oleh sebuah ritus, termasuk mendekatkan diri pada ulama. Tetapi di dalam dirinya masih ada banyak kekurangan, sehingga apa yang sebenarnya bukan merupakan ajaran sebuah tarekat, terpaksa dilakukan. Seperti, kita menjalankan tarekatnya namun justru meninggalkan yang wajib. Sekali lagi harus diingat, tarekat adalah buah shalat. Bukan sebaliknya.

No comments:

Post a Comment