Sunday 28 February 2010

HAKIKAT UMUM - QURAN-ET SAINS 17

# Menambah Wirid Thoriqoh dan Jahr
# Perkawinan Seorang Syarifah
# Menghina Orang Sholeh
# Wirid Al-Qur'an dan Penarik Rizki
# Susuk Bikin Sulit Mati
# Faedah dan Fadhilah Al-Waqi'ah
# Menyembah ke Ka'bah dan Tempat Allah

Menambah Wirid Thoriqoh dan Jahr

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Puji syukur saya panjatkan kepada Allah (Swt) atas rahmat, taufik, dan hidayah-Nya. Shalawat dan salam semoga tercurah atas Rasulullah (saw), keluarga dan sahabatnya.

Dengan ini saya ingin berkonsultasi kepada berkaitan dengan tarekat Sadziliyah. Setelah dua tahun saya berbaiat, ada hal-hal yang ingin saya konsultasikan. Pertama, setiap membaca istigfar 100 kali, saya selalu menambahkan istighfar utama untuk bacaan yang ke-101 menyambung ke shalawat. Apakah penambahan ini boleh? Kedua, setiap membaca shalawat selalu saya tambah dengan kata sayyidina. Apakah dalam hal ini juga diperbolehkan? Ketiga, bolehkah dalam zikir kalimat tayibah, tambahannya saya baca secara jahr?
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Sudaryo

Jawaban:

Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Dalam ketentuan tarekat yang sudah berlaku mulai dari Rasulullah (saw), kemudian diterima oleh para sahabat dan orang-orang setelahnya, sampai kepada setiap guru mursyid, kita sebaiknya menerima apa adanya dahulu. Ketentuannya, bilangan zikir itu adalah seratus kali. Nanti, di luar itu, kita boleh dan baik sekali bila mencari nilai tambah, dengan tambahan zikir lain. Karena, tambahan itu memang diperintahkan Allah (Swt) dan Baginda Nabi (saw). "Udzkurulláhu dzikran kasira" artinya "Berzikirlah kamu sebanyak-banyaknya." Namun itu dilakukan setelah semua wiridnya dibaca.

Sebaiknya, dalam menjalankan zikir tarekat yang ada dalam petunjuk itu diikuti saja. Dengan pertimbangan, zikir atau serangkaian wirid yang ada di dalam setiap tarekat sudah diatur. Laksana obat-obatan, dosisnya sudah ditentukan. Karena itu, saya berharap, dosisnya jangan ditambah. Dikhawatirkan, akan terjadi efek-efek yang kurang baik terhadap peminum obat itu.

Kalau kalimat shallallahu 'ala Muhammad ditambah sayyidina, maka itu itu diperbolehkan dengan pertimbangan pengagungan kepada Baginda Nabi (saw). Kepada pak Bupati saja kita menggunakan sebutan bapak Bupati, masa kepada Baginda Nabi (saw) kita hanya memanggil dengan namanya saja? Tidak tepat rasanya kalau kita tidak memanggil dengan tambahan sayyidina.

Tetapi untuk shalawat tarekat yang ada di atas (Shallallahu 'ala Muhammad), jangan ditambah-tambah. Shalawat ini dibaca apa adanya saja. Karena shalawat yang memakai kalimat fi kulli waktin wakhin merupakan shalawat tersendiri.

Saya sendiri tidak berani menambah kalimat pada shalawat tersebut, karena kekhawatiran saya terhadap guru saya. Masalah kalimat tayibah, sudah ditentukan seratus, kemudian ditutup dengan kalimat Muhammadur-Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Adapun bacaan tersebut mau dibaca secara jahr atau sirri, kedua-duanya boleh saja. Makna sirri dalam Tarekat Sadziliyah artinya cukup didengar untuk dirinya sendiri. Sedangkan makna Jahr silahkan Anda membaca asal dalam tidak sampai mengganggu lingkungan sekitar.

Satu contoh, suatu ketika Anda tengah menjalankan zikir tarekat. Kebetulan, pada saat bersamaan ada orang yang sedang mendirikan shalat wajib berjamaah. Ketika itu, imam tengah membaca surat Al-Fatihah secara jahr. Karena keduanya mengeluarkan suara yang keras, bukan tidak mungkin konsentrasi si makmum akan terganggu. Jadi, sebaiknya, orang-orang yang mempunyai zikir jahr mengurangi volume suaranya. Kalau bisa cukup didengar oleh dirinya sendiri, atau sekadarnya. Tapi, kalau memang keadaan sekitarnya sepi, tidak ada larangan.
Posted by QuranSains at 2:17 AM

Perkawinan Seorang Syarifah

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Saya dari keluarga Alatas memiliki adik perempuan bernama Muznah. Adik saya kuliah di sebuah negara di Eropa dan memiliki pacar orang sana. Dalam hubungan itu, laki-laki tersebut bersedia masuk Islam. Tapi ternyata orangtua kami tidak nnerestui. Ayah dan ibu saya sangat marah. Sebab, menurut Ayah, tak mungkin seorang syarifah menikah dengan orang yang baru akan masuk Islam. Itu aib dan tidak boleh terjadi. Bahkan, menurut Ibu, adik saya tak boleh kawin dengan orang kebanyakan meskipun beragama Islam, kecuali dengan sayid juga. Benarkah keyakinan seperti itu? Itulah pula yang mengharuskan saya kawin dengan syarifah dari marga al-Hinduwan. Terima kasih atas jawabannya. Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh.

A.A. Alatas

Jawaban:

Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Ada beberapa tokoh, ulama dan sayid yang melarang seperti itu. Bahkan Imam Syafi'i, Hambali dan Hanafi pun melarangnya. Itu bukan semata-mata masalah dunia percintaan. Dunia percintaan adalah wajar, setiap manusia yang normal ingin dibuai, dibelai, disayang oleh lawan jenis yang disukainya. Itu bisa terjadi pada siapa pun.


Tapi memilih pasangan yang sesuai dengan koridor bagi kedua belah pihak itu memang ada dan sebaiknya dipatuhi. Masalahnya, non-Ahlil Bait itu bukan non-Arab. Yang ingin saya katakan di sini, masalah keturunan Baginda Nabi itu tidak terlibat sekadar masalah kebangsaan. Jangan salah menafsirkan dan salah paham.


Orang Jawa yang memiliki keturunan Nabi (saw) itu juga banyak dan sudah menjadi orang Indonesia. Ada juga yang sudah menjadi orang Mesir, Palestina, India, dan sebagainya. Mungkin dia sudah beberapa keturunan di bawahnya. Tapi keturunan adalah keturunan. Sebab, keturunan Nabi Muhammad itu, sebagai tanda kesuciannya, setiap anak-cucu Baginda Nabi dilarang keras memakan harta zakat, meskipun ijmaul ulama memperbolehkannya. Padahal, di sisi lain, selain yang bernasab kepada Baginda Nabi diperbolehkan makan zakat. Ini yang membuat tidak bertemu. Dari sinilah diperkuat para ulama, tentang sifat kedudukan keturunan itu


Yang kedua, terikat dengan adab. Kita sadar bahwa kita mengetahui Islam, termasuk tentang halal-haram dan ajaran agama Islam keseluruhan, tanpa sebab dari Baginda Nabi (saw). Bagaimana adab akhlak kita terhadap Baginda Nabi, paling tidak kita menghargai anak-cucunya. Nilai-nilai akhlak dan adab di sini, atau pernikahan di sini adalah jangan sampai merusak adab dan akhlak yang sebaiknya dan seharusnya dijaga pengikut Rasulullah (saw).
Posted by QuranSains at 2:17 AM

Menghina Orang Sholeh

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Saya sedih ketika suatu ketika mendengar gunjingan buruk yang diarahkan kepada orang-orang saleh, atau ulama shalihin yang menjadi panutan. Saya sedih sebab kadangkala mendengar cacian kepada ulama. Banyak ungkapan yang tak senonoh yang sering kami dengar di Masjid-masjid tertentu. Yang ingin kami tanyakan, bolehkah menghina atau mengumbar kejelekan ulama yang notabene menjadi panutan umat itu. Apakah pelakunya bisa dihukum secara syariah? Atas jawabannya saya ucapkan terima kasih. Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh.

Salman Hadi

Jawaban:

Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Orang yang dikategorikan sebagai orang saleh itu tidak hanya bisa dilihat dari satu sisi, misalnya karena ibadahnya. Kata saleh yang menyertai seseorang itu harus menyeluruh. Saleh hatinya, saleh mulutnya, saleh telinganya, saleh matanya, dan saleh pula perilakunya. Jadi, orang yang saleh tidak mungkin akan memojokkan orang lain. Andaikata terjadi hujatan terhadap orang-orang yang saleh, harus ada alasan mendasar yang sesuai syariah. Tapi, menunjukkan aib itu tetap tidak dibenarkan dalam Islam.
Posted by QuranSains at 2:16 AM

Wirid Al-Qur'an dan Penarik Rizki

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Saya ingin bertanya tentang manfaat bacaan ayat-ayat Al-Qur'an jika diamalkan secara rutin setelah melaksanakan shalat lima waktu.

Pertama, apakah faedahnya setelah kita mengamalkan ayat Lima setelah shalat? Kedua, apa faedahnya mengamalkan ayat 128-129 Surah At-Taubah setelah melaksanakan shalat lima waktu? Ketiga, apa faedahnya mengamalkan doa Nurbuwat setelah melaksanakan shalat lima waktu? Keempat, zikir apa saja yang dapat mempermudah kelapangan dan keberkahan rezeki?

Mohon penjelasan yang gamblang, sehingga akan menambah khusyuk dan akan mempertebal iman dan takwa kepada Allah (Swt) di dalam menjalankan ibadah sehari-hari. Demikian pertanyaan saya, atas jawaban saya haturkan terima kasih. Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Slamet Untoro

Jawaban:

Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Saudara Slamet, jawaban pertanyaan pertama Anda akan Anda temukan dalam kitab Khazinah Al-Asrar tentang ayat Lima pada halaman 75. Silakan Anda bertanya kepada ustad atau kiai terdekat yang memahami persoalan itu. Insya Allah Anda akan temukan asrar dan rahasia-rahasia Al-Qur'an serta fadilahnya.

Mengamalkan kedua surah itu, yaitu ayat 128-129 Surah At-Taubah, sangat bagus. Hadist menyangkut kedua ayat itu sangat kuat. Salah satunya menyatakan, antara lain, barang siapa membaca dua ayat tersebut, kepadanya akan diberi umur panjang oleh Allah (Swt). Kedua, dimudahkan dan dilapangkan rezekinya. Ketiga, ditingkatkan keimanannya, ketawakalannya, serta ketauhidannya.

Untuk Doa Nurbuwah, lebih baik bacalah setiap waktu cukup satu atau tiga kali. Kalau mampu, tujuh kali, sebab dosis Doa Nurbuwah itu tinggi sekali. Oleh karena itu, sekali lagi, karena sebab terikat dosisnya, ada pembatasan-pembatasannya. Biasanya doa-doa yang cukup berat seperti Nurbuwah atau hizib-hizib yang mempunyai kandungan-kandungan rahasia yang sangat dalam, pengamalnya banyak diuji oleh Allah (Swt) sebelum menerima isi rahasia bacaan-bacaan tersebut.

Makanya perlu seorang guru, dan disesuaikan dengan kemampuannya. Sebagaimana orang mau minum obat-obatan yang dosisnya cukup tinggi, tekanan darah, berat badan, dan sebagainya itu, perlu disesuaikan dengan apa yang akan diminum.

Bentuk ujian itu bisa bermacam-macam. Kadang, dalam satu bacaan, secara tidak langsung ia tidak menunjukkan sebagai ayat yang mampu membuka ilmu rahasia Allah. Sebab, belum tentu semua orang mampu membuka tabir dan mampu mengemban kemampuan itu. Kemampuan itu harus diimbangi dengan kekuatan puasa, bangun malam, dan bacaan zikir. Tapi ada satu hal yang perlu diperhatikan setelah mampu mendapatkannya. Di antaranya, jangan membagga-banggakan diri setelah berhasil, sehingga yang diharapkan dari orang itu bisa mengambil falsafah ilmu padi, yang semakin berisi semakin menunduk. Kalau tidak, potretnya seperti orang yang gagal mendapatkan rahasia Allah secara benar.

Untuk mempermudah kelapangan dan keberkahan rezeki, Anda bisa saja memperbanyak membaca istigfar, kemudian La iláha Illallah al-Malik al-Haqq al-Mubin Muhammadu shadiq al-wa'dil amin yang artinya "Tiada Tuhan selain Allah, Sang Raja, Yang Maha Benar, dan Muhammad adalah utusan Allah, yang benar janjinya serta dapat dipercaya. Wirid ini dibaca berulang-ulang. Insya Allah rezeki yang berkah dan halal akan lancar datangnya.
Posted by QuranSains at 2:13 AM

Susuk Bikin Sulit Mati

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Beberapa kali saya menemukan kiai di Jakarta yang memakai susuk. Alasannya, untuk mendapatkan kewibawaan. Bagaimana sebenarnya hukum memakai susuk itu? Atas jawabannya, saya sampaikan terima kasih. Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Edi Suwito

Jawaban:

Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Ingin saya garis bawahi dulu, persoalan kewibawaan itu bukan persoalan susuk. Wibawa atau tidak seseorang ditentukan baik-buruknya akhlak orang tersebut. Sehingga kalau mau berwibawa, ya sebaiknya dibenahi dahulu akhlaknya. Individu kita harus diperbaiki, termasuk karakter dan kepribadian. Ubah atau naikkan dahulu karakter kita menjadi lebih baik, perilaku dan kedekatan kita kepada Allah (Swt). Di situlah sumber wibawa sebenarnya. Yaitu, kedekatan kita kepada Allah (Swt) dan Rasulullah (saw).

Adapun memasang susuk itu, hukumnya tidak bisa dibenarkan. Malah bisa menjurus syirik. Di situ ada nilai lain yang belum tentu si pemasang susuk sendiri bisa memanfaatkan, termasuk bagaimana kegunaan susuk itu.

Susuk itu biasanya akan berakibat di belakang hari. Si pemakai antara lain akan merasa susah ketika mendekati ajalnya. Kalau tidak ada yang sangat terpaksa atau mendesak, apalagi bila hanya untuk kewibawaan, lebih baik tidak dibiasakan memasang susuk. Karena dalam susuk itu terdapat nama Allah atau bacaan-bacaan yang harus dituliskan dengan emas atau benda berharga lainnya.
Posted by QuranSains at 2:09 AM

Faedah dan Fadhilah Al-Waqi'ah

Assalamualaikum Warahmatullahi wabarakatuh. Saya ingin bertanya tentang faedah yang terkandung di dalam surah Al-Waqi'ah, surah Yasin, serta membaca shalawat Nariyah, yang selalu saya baca setelah shalat Magrib dan Subuh.

Kemudian, apakah keutamaan atau fadilah kita mengamalkan Ratib Haddad setelah shalat Subuh? Lalu apa pula keutamaan kita mengamalkan surah Yasin, surah As-Sajadah, dan surah Al-Mulk, setelah melaksanakan shalat Isya?

Lalu, bacaan zikir apa sajakah yang dapat mempermudah dan melapangkan rezeki serta mempertebal iman dan kekhusyukan kita dalam shalat? Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Wasiatun

Jawaban:

Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Saya harap, Ibu bisa membaca kitab Khazinatul Asrar. Kitab tersebut mengumpulkan beberapa Hadist sahih yang menerangkan kelebihan-kelebihan ayat-ayat Allah (Swt). Seperti ayat Kursi, ayat Lima, akhir surah At-Taubah, dan yang lain, termasuk shalawat-shalawat.

Di situ disajikan keterangan-keterangan dari surah-surah dalam Al-Qur'an, termasuk di dalamnya muawwidzatain (surah Al-Falaq dan An-Nas) sampai pada surah Yasin, Al-Muluk, Sajadah, dan sebagainya. Bahkan di situ ada keterangan yang menceritakan shalat sebelum Isra dilakukan Nabi (saw) atau diperintahkan Allah SAW, shalatnya bagaimana sebelum perintah shalat lima waktu diturunkan.

Selanjutnya Ibu juga bisa bertemu ulama atau kiai setempat. Seperti Ali Habsyi (Pemalang), K.H. Syakban, atau putra Mbah K.H. Abdul Jamil, untuk minta keterangan isi kitab tersebut. Ibu akan mendapatkan hasil yang lebih jelas.

Ratibul Hadad adalah kumpulan keterangan Hadist. Kebetulan dikumpulkan oleh seorang ulama besar yang telah menciptakan kitab-kitab besar, seperti Nashaikh Al-Ibad, Adda'watu At-Tammah, Nashah Ad-Diniyah, dan sebagainya. Yakni karya Abdullah bin Alwi Al-Haddad.

Beliau meninggal di Hadramaut, dan dimakamkan di Jabal Tarim. Meninggal tahun 1136 H/1816 pada usia 92 tahun. Suatu ketika beliau ditanya oleh ulama-ulama di Yaman seputar doa untuk menangkal perbuatan yang merusak akidah. Abdullah bin Alwi Al-Hadad mengambil beberapa Hadist yang kuat, beliau berkata, "Bacalah surat al-Fatihah, surah Al-Baqarah dan ayat Kursi, dilanjutkan dengan ayat "lillähima fis-samawati" sampai selesai, lalu ditambah akhir surah Al-Baqarah dan di teruskan dengan ayat, "amanar-rasalu bima unzila ilayka" sampai selesai."

Rasulullah bersabda, barang siapa membaca kalimat, "La ilaha illallah wandahu la syarikalahu lahul mulku wa lahul hamdu yuhyi wa yumit wa huwa 'ala quill sya'in qadir" sebanyak tiga kali, maka dihapuslah segala dosanya.

Saya ambilkan Hadist ini dulu. Lalu diteruskan oleh Abdullah, subahanallah walhamdulillah wala ilahaillallah Allahu akbar, subhanallahu wabihamdihi subhanallahil adzim,dibaca tiga kali sampai habis seperti yang ada dalam rangkaian Ratib Haddad.

Ketentuan dibaca waktu subuh, zuhur, asar, magrib, dan isya, memang Allah (Swt) menciptakan setiap waktu shalat itu jumlah rakaat-yang berbeda-beda; tapi ada juga yang sama, seperti Zhuhur, Ashar, Isya, yaitu empat rakaat. Maghrib tiga rakaat dan subuh dua rakaat. Jelas kalau kita hubungkan dengan ilmu falak, sangat besar pengaruhnya.

Rahasia waktu subuh dan waktu malam hari mempunyai keistimewaan yang berbeda. Karena itu, di samping khasiat yang dibaca, juga ditunjang oleh waktu-waktu yang mendukung bacaan-bacaan itu. Ratib Haddad sangat baik kalau rutin dibaca. Karena, apa yang ada dalam Ratib Haddad tidak lepas dari sunnah Baginda Nabi Muhammad (saw).

Sekali lagi, setiap waktu memiliki kelebihan dan keistimewaan. Satu contoh, doa-doa Rasulullah (saw) banyak yang terkait dan dibaca pada waktu subuh dan malam hari. Di antaranya, Allahumma inni asbahtu.

Kalau kita bisa melihat, waktu-waktu mustajabah yang diberikan oleh Allah (Swt) itu justru pada waktu subuh, plus nilai tambah pada saat pergantian waktu malam ke siang yang berkhasiat bagi kesehatan. Yaitu, sejak matahari memancarkan sinarnya. Itu merupakan awal kehidupan kita di hari itu. Dengan membekali diri untuk mendekatkan diri kita kepada Allah dengan mengaplikasi bacaan-bacaan saat shalat Subuh agar menjadi bekal kita hingga sore harinya.

Pada sore hari, kita berhadapan dengan satu kelemahan, yaitu saat pergantian udara siang menuju udara malam dengan polusinya yang cukup tinggi. Yakni, sejak terbenamnya matahari hingga sekitar jam 23.00 WIB. Setelah itu, baru udara akan normal. Tepat saat berikutnya kita akan menghadapi satu kelemahan kita, berupa kebiasaan untuk tidur. Itulah kelemahan yang sangat jelas, ketika kita sangat butuh penjagaan Allah (Swt). Karena itu kita memerlukan bacaan-bacaan tertentu sebagai bekal pada malam hari. Bacaan-bacaan yang mungkin berbeda tapi memiliki khasiat yang sama.

Agar rezeki dari Allah mudah datangnya, perlu ditunjang dengan perilaku dan prasangka baik kepada siapa pun, lebih-lebih kepada Allah (Swt) dan Rasul-Nya. Dengan kata lain, husnudhan billah wa birasuli. Prasangka yang baik kepada Allah, Rasul-Nya, dan sesama hamba.

Prasangka baik mampu menghilangkan dosa-dosa kita yang menutupi atau yang menjadi hijab hati kita dalam berhubungan dengan Allah (Swt). Hijab itu akan terbuka dengan kecerahan, keceriaan, atau kelempengan hati. Itulah, di antaranya, yang termasuk mendukung mudah datangnya rezeki.

Apalagi kalau mau mendukungnya melalui bacaan yang sangat banyak. Saya ambilkan dari perilaku husnudhan billah, berprasangka baik kepada Allah, lalu jangan meninggalkan wudhu. Itu pun termasuk membantu memudahkan datangnya rezeki. Lalu jangan meninggalkan membaca Al-Qur'an walaupun satu ayat, selepas shalat Magrib dan Subuh, sebelum berangkat bekerja. Selanjutnya bacaan seperti shalawat Nabi atau ayat-ayat seperti akhir surah At-Taubah, dua ayat, dibaca selepas shalat sebanyak tiga atau tujuh kali, kemudian ditutup dengan shalawat Nabi beberapa kali. Itulah cara mendapatkan kemudahan rezeki dari Allah (Swt).
Posted by QuranSains at 2:05 AM

Menyembah ke Ka'bah dan Tempat Allah

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Ada sebuah pertanyaan yang sudah lama ingin saya sampaikan. Sampai-sampai saya tidak tahu apakah pertanyaan ini datangnya dari pemikiran saya yang bodoh dan daif, ataukah dari bisikan-bisikan setan, yang setiap saat bisa saja menggerogoti akidah saya.

Di antara kaidah-kaidah akidah Islam kita adalah pernyataan laysa kamitslihi syay'un, yang kurang lebih berarti, Allah tidak serupa dengan semua ciptaan-Nya, yang membutuhkan tempat, dan seterusnya. Yang ingin saya tanyakan, bagaimana penafsiran dan kedudukan Ka'bah (Rumah Allah), padahal Allah tidak membutuhkan rumah atau tempat, sehingga yang kita sembah adalah Allah, bukan Rumah-Nya. Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Syaifuddin


Jawaban:

Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Pertanyaan Saudara ini wajar bagi orang seperti Saudara, yang ingin membuka segala hal tentang ketauhidan, termasuk di dalamnya masalah Ka'bah. Dengan harapan, untuk menjaga keimanan dan iktikad agar tidak menyimpang dari tuntunan-tuntunan yang telah diajarkan oleh Rasulullah melalui para ulama, yang telah mengumpulkannya dari Al-Qur'an dan Hadist Nabi. Kita patut bersyukur karena kitab-kitab tauhid seperti Al-Aqidatu Al-Awwam, Aqáidu al-Khamsi, dan yang lainnya, telah diterjemahkan oleh ulama-ulama mutaqaddimin, ulama-ulama terdahulu, sampai generasi yang sekarang ini.

Benar, Allah (Swt) tidak bertempat. Sebab tempat adalah buatan atau ciptaan, tempat adalah makhluk. Mustahil bagi Allah memerlukan tempat. Namun jaiz, atau wajar, bagiNya (Swt) menempatkan seseorang yang mau bersembah sujud dan menghadap kepada-Nya, seperti menempatkan Nabi Musa di Gunung Tursina, atau Nabi Besar Muhammad SAW di Sidratul muntaha. Begitu pula menempatkan kaum mukminin kelak, bertemu Yang Mahakuasa, di janah atau surga. Atau, menempatkan kaum mukminin untuk bersimpuh atau bersembah sujud kepada-Nya menghadap ke Baitul Haram atau Ka'bah.

Itu semata-mata menempatkan kaum mukminin untuk menghadap, tetapi bukan berarti Allah (Swt) bertempat di Sidratulmuntaha, di Gunung Tursin, di dalam Ka'bah, atau bahkan di surga. Siapa pun yang oleh Allah diberi anugerah bisa "melihat"-Nya, khususnya Baginda Nabi (saw) sendiri ketika berada di Sidratulmuntaha, tetap melihat Allah dengan sifat-Nya yang mukhalafatu lil hawaditsi, tidak serupa dengan makhluk. Nabiyullah Musa pun sama, melihat Allah tetap dalam mukhalafatu lil hawaditsi. Kita pun bersimpuh, bersembah sujud menghadap ke Baitul Haram, termasuk juga "melihat" Allah dengan tetap beriktikadkan mukhalafatu lil hawaditsi.

Adapun masalah nama, juga jaiz bagi Allah (Swt) menamakan apa pun, seperti Arasy, Arsyurrahman, atau memberi nama bangunan yang berbentuk kubus, persegi empat, dengan sebutan Ka'bah. Nah, tempat tersebut, sekitar Masjid al-Haram, adalah tempat yang dimuliakan oleh Allah (Swt), untuk memuliakan hamba-Nya yang beriman. Begitu sayangnya Allah (Swt) kepada kaum mukminin. Karena itu, tempat tersebut disucikan oleh Allah (Swt) dengan ketentuan-ketentuan hukum yang tidak boleh dilanggar. Tidak boleh orang berbuat sembarangan, bahkan setetes darah pun diharamkan mengalir di tanah haram. Ini merupakan anugerah penghormatan dari Allah (Swt) kepada hambaNya yang beriman.

Saya ambil misal yang mudah saja. Seseorang akan kedatangan waliyullah yang memiliki kedudukan dan maqam kewalian sangat tinggi. Dia pasti akan berusaha menghormati semaksimal mungkin. Ini dilakukan setidaknya atas dasar kecintaannya yang dalam. Tidak cukup itu, terkadang sisa makanan dan minuman sang waliyullah itu pun diambil untuk mendapatkan wasilah barakah-Nya. Itu hal yang wajar kalau kita dari kalangan bawah menghormat auliaillah atau para ulama yang begitu tinggi kedudukannya.

Begitu juga jika seorang raja atau kepala negara akan mengunjungi sebuah kota atau wilayahnya. Wajar jika kemudian anak penduduk negeri itu berusaha menyambut kedatangannya dengan penghormatan yang sangat tinggi.

Tapi, dalam kasus yang Saudara tanyakan, sungguh berbeda. Sebab, justru Allah-lah yang menghormati hambaNya. Begitu hormat dan cintanya Allah (Swt) kepada hambaNya yang beriman. Ini merupakan sesuatu yang sangat luar biasa dan istimewa. Karena itu, tanah tersebut kemudian diberi nama tanah haram. Itulah salah satu hakikat yang tersimpan dalam Baitulharam.

Pada zaman Rasulullah (saw) sendiri, beliau pernah shalat di dalam Ka'bah. Dan pejabat-pejabat tinggi yang berkunjung ke Baitul Haram, sebagian mendapat kehormatan masuk ke Baitullah dan shalat dua rakaat di dalamnya. Dan perlu diketahui, Ka'bah bukan sebuah perantara bagi kita untuk menghadap kepada Allah. Bangunan tersebut semata-mata dijadikan altar bagi orang-orang yang mau menghadap Allah (Swt). Di mana pun orang berada, tetap diharuskan menghadap ke Ka'bah. Namun altar itu bukan disembah, melainkan menjadi tempat di mana kita bersimpuh, tempat yang disediakan oleh Allah bagi hamba-Nya untuk bersembah sujud.

Tentang kalimat laysa kamitslihi syay'un, itu bermakna bahwa Allah (Swt) tidak diserupai oleh sesuatu, karena yang lain adalah makhluk. Maka Allah (Swt) memiliki sifat mukhalafatu lil hawaditsi, berbeda dengan makhluknya. Tidak mempunyai sifat sebagaimana sifat makluk-Nya. Dan mukhalafah-nya Allah (Swt) juga meliputi zat, sifat, dan perbuatan-Nya. Laysa kamitslihi syay'un, atau tak ada satu pun sifat makhluk yang bisa dibandingkan dengan segala sifat Allah. Itu merupakan penjelasan sifat mukhalafatun hawaditsi dan ke-wandaniyah-an atau keesaan Allah (Swt).

No comments:

Post a Comment