Sunday 28 February 2010

HAKIKAT UMUM - QURAN-ET SAINS 17

# Menambah Wirid Thoriqoh dan Jahr
# Perkawinan Seorang Syarifah
# Menghina Orang Sholeh
# Wirid Al-Qur'an dan Penarik Rizki
# Susuk Bikin Sulit Mati
# Faedah dan Fadhilah Al-Waqi'ah
# Menyembah ke Ka'bah dan Tempat Allah

Menambah Wirid Thoriqoh dan Jahr

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Puji syukur saya panjatkan kepada Allah (Swt) atas rahmat, taufik, dan hidayah-Nya. Shalawat dan salam semoga tercurah atas Rasulullah (saw), keluarga dan sahabatnya.

Dengan ini saya ingin berkonsultasi kepada berkaitan dengan tarekat Sadziliyah. Setelah dua tahun saya berbaiat, ada hal-hal yang ingin saya konsultasikan. Pertama, setiap membaca istigfar 100 kali, saya selalu menambahkan istighfar utama untuk bacaan yang ke-101 menyambung ke shalawat. Apakah penambahan ini boleh? Kedua, setiap membaca shalawat selalu saya tambah dengan kata sayyidina. Apakah dalam hal ini juga diperbolehkan? Ketiga, bolehkah dalam zikir kalimat tayibah, tambahannya saya baca secara jahr?
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Sudaryo

Jawaban:

Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Dalam ketentuan tarekat yang sudah berlaku mulai dari Rasulullah (saw), kemudian diterima oleh para sahabat dan orang-orang setelahnya, sampai kepada setiap guru mursyid, kita sebaiknya menerima apa adanya dahulu. Ketentuannya, bilangan zikir itu adalah seratus kali. Nanti, di luar itu, kita boleh dan baik sekali bila mencari nilai tambah, dengan tambahan zikir lain. Karena, tambahan itu memang diperintahkan Allah (Swt) dan Baginda Nabi (saw). "Udzkurulláhu dzikran kasira" artinya "Berzikirlah kamu sebanyak-banyaknya." Namun itu dilakukan setelah semua wiridnya dibaca.

Sebaiknya, dalam menjalankan zikir tarekat yang ada dalam petunjuk itu diikuti saja. Dengan pertimbangan, zikir atau serangkaian wirid yang ada di dalam setiap tarekat sudah diatur. Laksana obat-obatan, dosisnya sudah ditentukan. Karena itu, saya berharap, dosisnya jangan ditambah. Dikhawatirkan, akan terjadi efek-efek yang kurang baik terhadap peminum obat itu.

Kalau kalimat shallallahu 'ala Muhammad ditambah sayyidina, maka itu itu diperbolehkan dengan pertimbangan pengagungan kepada Baginda Nabi (saw). Kepada pak Bupati saja kita menggunakan sebutan bapak Bupati, masa kepada Baginda Nabi (saw) kita hanya memanggil dengan namanya saja? Tidak tepat rasanya kalau kita tidak memanggil dengan tambahan sayyidina.

Tetapi untuk shalawat tarekat yang ada di atas (Shallallahu 'ala Muhammad), jangan ditambah-tambah. Shalawat ini dibaca apa adanya saja. Karena shalawat yang memakai kalimat fi kulli waktin wakhin merupakan shalawat tersendiri.

Saya sendiri tidak berani menambah kalimat pada shalawat tersebut, karena kekhawatiran saya terhadap guru saya. Masalah kalimat tayibah, sudah ditentukan seratus, kemudian ditutup dengan kalimat Muhammadur-Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Adapun bacaan tersebut mau dibaca secara jahr atau sirri, kedua-duanya boleh saja. Makna sirri dalam Tarekat Sadziliyah artinya cukup didengar untuk dirinya sendiri. Sedangkan makna Jahr silahkan Anda membaca asal dalam tidak sampai mengganggu lingkungan sekitar.

Satu contoh, suatu ketika Anda tengah menjalankan zikir tarekat. Kebetulan, pada saat bersamaan ada orang yang sedang mendirikan shalat wajib berjamaah. Ketika itu, imam tengah membaca surat Al-Fatihah secara jahr. Karena keduanya mengeluarkan suara yang keras, bukan tidak mungkin konsentrasi si makmum akan terganggu. Jadi, sebaiknya, orang-orang yang mempunyai zikir jahr mengurangi volume suaranya. Kalau bisa cukup didengar oleh dirinya sendiri, atau sekadarnya. Tapi, kalau memang keadaan sekitarnya sepi, tidak ada larangan.
Posted by QuranSains at 2:17 AM

Perkawinan Seorang Syarifah

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Saya dari keluarga Alatas memiliki adik perempuan bernama Muznah. Adik saya kuliah di sebuah negara di Eropa dan memiliki pacar orang sana. Dalam hubungan itu, laki-laki tersebut bersedia masuk Islam. Tapi ternyata orangtua kami tidak nnerestui. Ayah dan ibu saya sangat marah. Sebab, menurut Ayah, tak mungkin seorang syarifah menikah dengan orang yang baru akan masuk Islam. Itu aib dan tidak boleh terjadi. Bahkan, menurut Ibu, adik saya tak boleh kawin dengan orang kebanyakan meskipun beragama Islam, kecuali dengan sayid juga. Benarkah keyakinan seperti itu? Itulah pula yang mengharuskan saya kawin dengan syarifah dari marga al-Hinduwan. Terima kasih atas jawabannya. Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh.

A.A. Alatas

Jawaban:

Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Ada beberapa tokoh, ulama dan sayid yang melarang seperti itu. Bahkan Imam Syafi'i, Hambali dan Hanafi pun melarangnya. Itu bukan semata-mata masalah dunia percintaan. Dunia percintaan adalah wajar, setiap manusia yang normal ingin dibuai, dibelai, disayang oleh lawan jenis yang disukainya. Itu bisa terjadi pada siapa pun.


Tapi memilih pasangan yang sesuai dengan koridor bagi kedua belah pihak itu memang ada dan sebaiknya dipatuhi. Masalahnya, non-Ahlil Bait itu bukan non-Arab. Yang ingin saya katakan di sini, masalah keturunan Baginda Nabi itu tidak terlibat sekadar masalah kebangsaan. Jangan salah menafsirkan dan salah paham.


Orang Jawa yang memiliki keturunan Nabi (saw) itu juga banyak dan sudah menjadi orang Indonesia. Ada juga yang sudah menjadi orang Mesir, Palestina, India, dan sebagainya. Mungkin dia sudah beberapa keturunan di bawahnya. Tapi keturunan adalah keturunan. Sebab, keturunan Nabi Muhammad itu, sebagai tanda kesuciannya, setiap anak-cucu Baginda Nabi dilarang keras memakan harta zakat, meskipun ijmaul ulama memperbolehkannya. Padahal, di sisi lain, selain yang bernasab kepada Baginda Nabi diperbolehkan makan zakat. Ini yang membuat tidak bertemu. Dari sinilah diperkuat para ulama, tentang sifat kedudukan keturunan itu


Yang kedua, terikat dengan adab. Kita sadar bahwa kita mengetahui Islam, termasuk tentang halal-haram dan ajaran agama Islam keseluruhan, tanpa sebab dari Baginda Nabi (saw). Bagaimana adab akhlak kita terhadap Baginda Nabi, paling tidak kita menghargai anak-cucunya. Nilai-nilai akhlak dan adab di sini, atau pernikahan di sini adalah jangan sampai merusak adab dan akhlak yang sebaiknya dan seharusnya dijaga pengikut Rasulullah (saw).
Posted by QuranSains at 2:17 AM

Menghina Orang Sholeh

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Saya sedih ketika suatu ketika mendengar gunjingan buruk yang diarahkan kepada orang-orang saleh, atau ulama shalihin yang menjadi panutan. Saya sedih sebab kadangkala mendengar cacian kepada ulama. Banyak ungkapan yang tak senonoh yang sering kami dengar di Masjid-masjid tertentu. Yang ingin kami tanyakan, bolehkah menghina atau mengumbar kejelekan ulama yang notabene menjadi panutan umat itu. Apakah pelakunya bisa dihukum secara syariah? Atas jawabannya saya ucapkan terima kasih. Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh.

Salman Hadi

Jawaban:

Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Orang yang dikategorikan sebagai orang saleh itu tidak hanya bisa dilihat dari satu sisi, misalnya karena ibadahnya. Kata saleh yang menyertai seseorang itu harus menyeluruh. Saleh hatinya, saleh mulutnya, saleh telinganya, saleh matanya, dan saleh pula perilakunya. Jadi, orang yang saleh tidak mungkin akan memojokkan orang lain. Andaikata terjadi hujatan terhadap orang-orang yang saleh, harus ada alasan mendasar yang sesuai syariah. Tapi, menunjukkan aib itu tetap tidak dibenarkan dalam Islam.
Posted by QuranSains at 2:16 AM

Wirid Al-Qur'an dan Penarik Rizki

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Saya ingin bertanya tentang manfaat bacaan ayat-ayat Al-Qur'an jika diamalkan secara rutin setelah melaksanakan shalat lima waktu.

Pertama, apakah faedahnya setelah kita mengamalkan ayat Lima setelah shalat? Kedua, apa faedahnya mengamalkan ayat 128-129 Surah At-Taubah setelah melaksanakan shalat lima waktu? Ketiga, apa faedahnya mengamalkan doa Nurbuwat setelah melaksanakan shalat lima waktu? Keempat, zikir apa saja yang dapat mempermudah kelapangan dan keberkahan rezeki?

Mohon penjelasan yang gamblang, sehingga akan menambah khusyuk dan akan mempertebal iman dan takwa kepada Allah (Swt) di dalam menjalankan ibadah sehari-hari. Demikian pertanyaan saya, atas jawaban saya haturkan terima kasih. Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Slamet Untoro

Jawaban:

Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Saudara Slamet, jawaban pertanyaan pertama Anda akan Anda temukan dalam kitab Khazinah Al-Asrar tentang ayat Lima pada halaman 75. Silakan Anda bertanya kepada ustad atau kiai terdekat yang memahami persoalan itu. Insya Allah Anda akan temukan asrar dan rahasia-rahasia Al-Qur'an serta fadilahnya.

Mengamalkan kedua surah itu, yaitu ayat 128-129 Surah At-Taubah, sangat bagus. Hadist menyangkut kedua ayat itu sangat kuat. Salah satunya menyatakan, antara lain, barang siapa membaca dua ayat tersebut, kepadanya akan diberi umur panjang oleh Allah (Swt). Kedua, dimudahkan dan dilapangkan rezekinya. Ketiga, ditingkatkan keimanannya, ketawakalannya, serta ketauhidannya.

Untuk Doa Nurbuwah, lebih baik bacalah setiap waktu cukup satu atau tiga kali. Kalau mampu, tujuh kali, sebab dosis Doa Nurbuwah itu tinggi sekali. Oleh karena itu, sekali lagi, karena sebab terikat dosisnya, ada pembatasan-pembatasannya. Biasanya doa-doa yang cukup berat seperti Nurbuwah atau hizib-hizib yang mempunyai kandungan-kandungan rahasia yang sangat dalam, pengamalnya banyak diuji oleh Allah (Swt) sebelum menerima isi rahasia bacaan-bacaan tersebut.

Makanya perlu seorang guru, dan disesuaikan dengan kemampuannya. Sebagaimana orang mau minum obat-obatan yang dosisnya cukup tinggi, tekanan darah, berat badan, dan sebagainya itu, perlu disesuaikan dengan apa yang akan diminum.

Bentuk ujian itu bisa bermacam-macam. Kadang, dalam satu bacaan, secara tidak langsung ia tidak menunjukkan sebagai ayat yang mampu membuka ilmu rahasia Allah. Sebab, belum tentu semua orang mampu membuka tabir dan mampu mengemban kemampuan itu. Kemampuan itu harus diimbangi dengan kekuatan puasa, bangun malam, dan bacaan zikir. Tapi ada satu hal yang perlu diperhatikan setelah mampu mendapatkannya. Di antaranya, jangan membagga-banggakan diri setelah berhasil, sehingga yang diharapkan dari orang itu bisa mengambil falsafah ilmu padi, yang semakin berisi semakin menunduk. Kalau tidak, potretnya seperti orang yang gagal mendapatkan rahasia Allah secara benar.

Untuk mempermudah kelapangan dan keberkahan rezeki, Anda bisa saja memperbanyak membaca istigfar, kemudian La iláha Illallah al-Malik al-Haqq al-Mubin Muhammadu shadiq al-wa'dil amin yang artinya "Tiada Tuhan selain Allah, Sang Raja, Yang Maha Benar, dan Muhammad adalah utusan Allah, yang benar janjinya serta dapat dipercaya. Wirid ini dibaca berulang-ulang. Insya Allah rezeki yang berkah dan halal akan lancar datangnya.
Posted by QuranSains at 2:13 AM

Susuk Bikin Sulit Mati

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Beberapa kali saya menemukan kiai di Jakarta yang memakai susuk. Alasannya, untuk mendapatkan kewibawaan. Bagaimana sebenarnya hukum memakai susuk itu? Atas jawabannya, saya sampaikan terima kasih. Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Edi Suwito

Jawaban:

Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Ingin saya garis bawahi dulu, persoalan kewibawaan itu bukan persoalan susuk. Wibawa atau tidak seseorang ditentukan baik-buruknya akhlak orang tersebut. Sehingga kalau mau berwibawa, ya sebaiknya dibenahi dahulu akhlaknya. Individu kita harus diperbaiki, termasuk karakter dan kepribadian. Ubah atau naikkan dahulu karakter kita menjadi lebih baik, perilaku dan kedekatan kita kepada Allah (Swt). Di situlah sumber wibawa sebenarnya. Yaitu, kedekatan kita kepada Allah (Swt) dan Rasulullah (saw).

Adapun memasang susuk itu, hukumnya tidak bisa dibenarkan. Malah bisa menjurus syirik. Di situ ada nilai lain yang belum tentu si pemasang susuk sendiri bisa memanfaatkan, termasuk bagaimana kegunaan susuk itu.

Susuk itu biasanya akan berakibat di belakang hari. Si pemakai antara lain akan merasa susah ketika mendekati ajalnya. Kalau tidak ada yang sangat terpaksa atau mendesak, apalagi bila hanya untuk kewibawaan, lebih baik tidak dibiasakan memasang susuk. Karena dalam susuk itu terdapat nama Allah atau bacaan-bacaan yang harus dituliskan dengan emas atau benda berharga lainnya.
Posted by QuranSains at 2:09 AM

Faedah dan Fadhilah Al-Waqi'ah

Assalamualaikum Warahmatullahi wabarakatuh. Saya ingin bertanya tentang faedah yang terkandung di dalam surah Al-Waqi'ah, surah Yasin, serta membaca shalawat Nariyah, yang selalu saya baca setelah shalat Magrib dan Subuh.

Kemudian, apakah keutamaan atau fadilah kita mengamalkan Ratib Haddad setelah shalat Subuh? Lalu apa pula keutamaan kita mengamalkan surah Yasin, surah As-Sajadah, dan surah Al-Mulk, setelah melaksanakan shalat Isya?

Lalu, bacaan zikir apa sajakah yang dapat mempermudah dan melapangkan rezeki serta mempertebal iman dan kekhusyukan kita dalam shalat? Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Wasiatun

Jawaban:

Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Saya harap, Ibu bisa membaca kitab Khazinatul Asrar. Kitab tersebut mengumpulkan beberapa Hadist sahih yang menerangkan kelebihan-kelebihan ayat-ayat Allah (Swt). Seperti ayat Kursi, ayat Lima, akhir surah At-Taubah, dan yang lain, termasuk shalawat-shalawat.

Di situ disajikan keterangan-keterangan dari surah-surah dalam Al-Qur'an, termasuk di dalamnya muawwidzatain (surah Al-Falaq dan An-Nas) sampai pada surah Yasin, Al-Muluk, Sajadah, dan sebagainya. Bahkan di situ ada keterangan yang menceritakan shalat sebelum Isra dilakukan Nabi (saw) atau diperintahkan Allah SAW, shalatnya bagaimana sebelum perintah shalat lima waktu diturunkan.

Selanjutnya Ibu juga bisa bertemu ulama atau kiai setempat. Seperti Ali Habsyi (Pemalang), K.H. Syakban, atau putra Mbah K.H. Abdul Jamil, untuk minta keterangan isi kitab tersebut. Ibu akan mendapatkan hasil yang lebih jelas.

Ratibul Hadad adalah kumpulan keterangan Hadist. Kebetulan dikumpulkan oleh seorang ulama besar yang telah menciptakan kitab-kitab besar, seperti Nashaikh Al-Ibad, Adda'watu At-Tammah, Nashah Ad-Diniyah, dan sebagainya. Yakni karya Abdullah bin Alwi Al-Haddad.

Beliau meninggal di Hadramaut, dan dimakamkan di Jabal Tarim. Meninggal tahun 1136 H/1816 pada usia 92 tahun. Suatu ketika beliau ditanya oleh ulama-ulama di Yaman seputar doa untuk menangkal perbuatan yang merusak akidah. Abdullah bin Alwi Al-Hadad mengambil beberapa Hadist yang kuat, beliau berkata, "Bacalah surat al-Fatihah, surah Al-Baqarah dan ayat Kursi, dilanjutkan dengan ayat "lillähima fis-samawati" sampai selesai, lalu ditambah akhir surah Al-Baqarah dan di teruskan dengan ayat, "amanar-rasalu bima unzila ilayka" sampai selesai."

Rasulullah bersabda, barang siapa membaca kalimat, "La ilaha illallah wandahu la syarikalahu lahul mulku wa lahul hamdu yuhyi wa yumit wa huwa 'ala quill sya'in qadir" sebanyak tiga kali, maka dihapuslah segala dosanya.

Saya ambilkan Hadist ini dulu. Lalu diteruskan oleh Abdullah, subahanallah walhamdulillah wala ilahaillallah Allahu akbar, subhanallahu wabihamdihi subhanallahil adzim,dibaca tiga kali sampai habis seperti yang ada dalam rangkaian Ratib Haddad.

Ketentuan dibaca waktu subuh, zuhur, asar, magrib, dan isya, memang Allah (Swt) menciptakan setiap waktu shalat itu jumlah rakaat-yang berbeda-beda; tapi ada juga yang sama, seperti Zhuhur, Ashar, Isya, yaitu empat rakaat. Maghrib tiga rakaat dan subuh dua rakaat. Jelas kalau kita hubungkan dengan ilmu falak, sangat besar pengaruhnya.

Rahasia waktu subuh dan waktu malam hari mempunyai keistimewaan yang berbeda. Karena itu, di samping khasiat yang dibaca, juga ditunjang oleh waktu-waktu yang mendukung bacaan-bacaan itu. Ratib Haddad sangat baik kalau rutin dibaca. Karena, apa yang ada dalam Ratib Haddad tidak lepas dari sunnah Baginda Nabi Muhammad (saw).

Sekali lagi, setiap waktu memiliki kelebihan dan keistimewaan. Satu contoh, doa-doa Rasulullah (saw) banyak yang terkait dan dibaca pada waktu subuh dan malam hari. Di antaranya, Allahumma inni asbahtu.

Kalau kita bisa melihat, waktu-waktu mustajabah yang diberikan oleh Allah (Swt) itu justru pada waktu subuh, plus nilai tambah pada saat pergantian waktu malam ke siang yang berkhasiat bagi kesehatan. Yaitu, sejak matahari memancarkan sinarnya. Itu merupakan awal kehidupan kita di hari itu. Dengan membekali diri untuk mendekatkan diri kita kepada Allah dengan mengaplikasi bacaan-bacaan saat shalat Subuh agar menjadi bekal kita hingga sore harinya.

Pada sore hari, kita berhadapan dengan satu kelemahan, yaitu saat pergantian udara siang menuju udara malam dengan polusinya yang cukup tinggi. Yakni, sejak terbenamnya matahari hingga sekitar jam 23.00 WIB. Setelah itu, baru udara akan normal. Tepat saat berikutnya kita akan menghadapi satu kelemahan kita, berupa kebiasaan untuk tidur. Itulah kelemahan yang sangat jelas, ketika kita sangat butuh penjagaan Allah (Swt). Karena itu kita memerlukan bacaan-bacaan tertentu sebagai bekal pada malam hari. Bacaan-bacaan yang mungkin berbeda tapi memiliki khasiat yang sama.

Agar rezeki dari Allah mudah datangnya, perlu ditunjang dengan perilaku dan prasangka baik kepada siapa pun, lebih-lebih kepada Allah (Swt) dan Rasul-Nya. Dengan kata lain, husnudhan billah wa birasuli. Prasangka yang baik kepada Allah, Rasul-Nya, dan sesama hamba.

Prasangka baik mampu menghilangkan dosa-dosa kita yang menutupi atau yang menjadi hijab hati kita dalam berhubungan dengan Allah (Swt). Hijab itu akan terbuka dengan kecerahan, keceriaan, atau kelempengan hati. Itulah, di antaranya, yang termasuk mendukung mudah datangnya rezeki.

Apalagi kalau mau mendukungnya melalui bacaan yang sangat banyak. Saya ambilkan dari perilaku husnudhan billah, berprasangka baik kepada Allah, lalu jangan meninggalkan wudhu. Itu pun termasuk membantu memudahkan datangnya rezeki. Lalu jangan meninggalkan membaca Al-Qur'an walaupun satu ayat, selepas shalat Magrib dan Subuh, sebelum berangkat bekerja. Selanjutnya bacaan seperti shalawat Nabi atau ayat-ayat seperti akhir surah At-Taubah, dua ayat, dibaca selepas shalat sebanyak tiga atau tujuh kali, kemudian ditutup dengan shalawat Nabi beberapa kali. Itulah cara mendapatkan kemudahan rezeki dari Allah (Swt).
Posted by QuranSains at 2:05 AM

Menyembah ke Ka'bah dan Tempat Allah

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Ada sebuah pertanyaan yang sudah lama ingin saya sampaikan. Sampai-sampai saya tidak tahu apakah pertanyaan ini datangnya dari pemikiran saya yang bodoh dan daif, ataukah dari bisikan-bisikan setan, yang setiap saat bisa saja menggerogoti akidah saya.

Di antara kaidah-kaidah akidah Islam kita adalah pernyataan laysa kamitslihi syay'un, yang kurang lebih berarti, Allah tidak serupa dengan semua ciptaan-Nya, yang membutuhkan tempat, dan seterusnya. Yang ingin saya tanyakan, bagaimana penafsiran dan kedudukan Ka'bah (Rumah Allah), padahal Allah tidak membutuhkan rumah atau tempat, sehingga yang kita sembah adalah Allah, bukan Rumah-Nya. Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Syaifuddin


Jawaban:

Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Pertanyaan Saudara ini wajar bagi orang seperti Saudara, yang ingin membuka segala hal tentang ketauhidan, termasuk di dalamnya masalah Ka'bah. Dengan harapan, untuk menjaga keimanan dan iktikad agar tidak menyimpang dari tuntunan-tuntunan yang telah diajarkan oleh Rasulullah melalui para ulama, yang telah mengumpulkannya dari Al-Qur'an dan Hadist Nabi. Kita patut bersyukur karena kitab-kitab tauhid seperti Al-Aqidatu Al-Awwam, Aqáidu al-Khamsi, dan yang lainnya, telah diterjemahkan oleh ulama-ulama mutaqaddimin, ulama-ulama terdahulu, sampai generasi yang sekarang ini.

Benar, Allah (Swt) tidak bertempat. Sebab tempat adalah buatan atau ciptaan, tempat adalah makhluk. Mustahil bagi Allah memerlukan tempat. Namun jaiz, atau wajar, bagiNya (Swt) menempatkan seseorang yang mau bersembah sujud dan menghadap kepada-Nya, seperti menempatkan Nabi Musa di Gunung Tursina, atau Nabi Besar Muhammad SAW di Sidratul muntaha. Begitu pula menempatkan kaum mukminin kelak, bertemu Yang Mahakuasa, di janah atau surga. Atau, menempatkan kaum mukminin untuk bersimpuh atau bersembah sujud kepada-Nya menghadap ke Baitul Haram atau Ka'bah.

Itu semata-mata menempatkan kaum mukminin untuk menghadap, tetapi bukan berarti Allah (Swt) bertempat di Sidratulmuntaha, di Gunung Tursin, di dalam Ka'bah, atau bahkan di surga. Siapa pun yang oleh Allah diberi anugerah bisa "melihat"-Nya, khususnya Baginda Nabi (saw) sendiri ketika berada di Sidratulmuntaha, tetap melihat Allah dengan sifat-Nya yang mukhalafatu lil hawaditsi, tidak serupa dengan makhluk. Nabiyullah Musa pun sama, melihat Allah tetap dalam mukhalafatu lil hawaditsi. Kita pun bersimpuh, bersembah sujud menghadap ke Baitul Haram, termasuk juga "melihat" Allah dengan tetap beriktikadkan mukhalafatu lil hawaditsi.

Adapun masalah nama, juga jaiz bagi Allah (Swt) menamakan apa pun, seperti Arasy, Arsyurrahman, atau memberi nama bangunan yang berbentuk kubus, persegi empat, dengan sebutan Ka'bah. Nah, tempat tersebut, sekitar Masjid al-Haram, adalah tempat yang dimuliakan oleh Allah (Swt), untuk memuliakan hamba-Nya yang beriman. Begitu sayangnya Allah (Swt) kepada kaum mukminin. Karena itu, tempat tersebut disucikan oleh Allah (Swt) dengan ketentuan-ketentuan hukum yang tidak boleh dilanggar. Tidak boleh orang berbuat sembarangan, bahkan setetes darah pun diharamkan mengalir di tanah haram. Ini merupakan anugerah penghormatan dari Allah (Swt) kepada hambaNya yang beriman.

Saya ambil misal yang mudah saja. Seseorang akan kedatangan waliyullah yang memiliki kedudukan dan maqam kewalian sangat tinggi. Dia pasti akan berusaha menghormati semaksimal mungkin. Ini dilakukan setidaknya atas dasar kecintaannya yang dalam. Tidak cukup itu, terkadang sisa makanan dan minuman sang waliyullah itu pun diambil untuk mendapatkan wasilah barakah-Nya. Itu hal yang wajar kalau kita dari kalangan bawah menghormat auliaillah atau para ulama yang begitu tinggi kedudukannya.

Begitu juga jika seorang raja atau kepala negara akan mengunjungi sebuah kota atau wilayahnya. Wajar jika kemudian anak penduduk negeri itu berusaha menyambut kedatangannya dengan penghormatan yang sangat tinggi.

Tapi, dalam kasus yang Saudara tanyakan, sungguh berbeda. Sebab, justru Allah-lah yang menghormati hambaNya. Begitu hormat dan cintanya Allah (Swt) kepada hambaNya yang beriman. Ini merupakan sesuatu yang sangat luar biasa dan istimewa. Karena itu, tanah tersebut kemudian diberi nama tanah haram. Itulah salah satu hakikat yang tersimpan dalam Baitulharam.

Pada zaman Rasulullah (saw) sendiri, beliau pernah shalat di dalam Ka'bah. Dan pejabat-pejabat tinggi yang berkunjung ke Baitul Haram, sebagian mendapat kehormatan masuk ke Baitullah dan shalat dua rakaat di dalamnya. Dan perlu diketahui, Ka'bah bukan sebuah perantara bagi kita untuk menghadap kepada Allah. Bangunan tersebut semata-mata dijadikan altar bagi orang-orang yang mau menghadap Allah (Swt). Di mana pun orang berada, tetap diharuskan menghadap ke Ka'bah. Namun altar itu bukan disembah, melainkan menjadi tempat di mana kita bersimpuh, tempat yang disediakan oleh Allah bagi hamba-Nya untuk bersembah sujud.

Tentang kalimat laysa kamitslihi syay'un, itu bermakna bahwa Allah (Swt) tidak diserupai oleh sesuatu, karena yang lain adalah makhluk. Maka Allah (Swt) memiliki sifat mukhalafatu lil hawaditsi, berbeda dengan makhluknya. Tidak mempunyai sifat sebagaimana sifat makluk-Nya. Dan mukhalafah-nya Allah (Swt) juga meliputi zat, sifat, dan perbuatan-Nya. Laysa kamitslihi syay'un, atau tak ada satu pun sifat makhluk yang bisa dibandingkan dengan segala sifat Allah. Itu merupakan penjelasan sifat mukhalafatun hawaditsi dan ke-wandaniyah-an atau keesaan Allah (Swt).

HAKIKAT UMUM - QURAN-ET SAINS 16

# Bagaimana Bertawassul
# Ijazah Thoriqoh
# Menghindari Kemalasan Beribadah
# Menerima Amalan 3 Kyai besar
# Ijazah Dari Buku
# Mencari Keturunan Rasul
# Wirid Ketenagan Dibalik Kemewahan

Bagaimana Bertawassul

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabaraktuh. yang saya hormati, saya ingin bertanya. Berdoa dengan lantaran (tawassul) kepada orang saleh atau para nabi, apakah diperbolehkan dalam Islam? Apakah hal ini juga termasuk perbuatan syirik? Dan bukankah orang yang sudah mati tidak bisa menolong orang lain, karena menolong dirinya sendiri saja di alam barzakh kesulitan? Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabaraktuh.

M. Ulin Nuha Kasingan

Jawaban:

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Rasulullah (saw) sering berdoa, sebagaimana disebutkan dalam hadits "Allahuma inni as'aluka bihaqqissa'ilin," atau artinya, Ya Allah, aku mohon kepadamu dengan haknya orang-orang yang ahli meminta kepadamu. Ini termasuk kalimat tawassul.

Satuan bahasa "Ihdina" (Tunjukkanlah kepada kami) juga bisa mengandung tawassul, karena kalimat itu tidak menunjukkan satu orang, tetapi juga termasuk orang yang telah mati, orang yang sedang sakit, atau orang yang tengah sekarat. Kalau arti "Ihdina" ini diperluas, ia bermakna "agar semua kaum muslimin yang telah meninggal mendapatkan jalan yang lurus (baik), sedang yang masih hidup mendapatkan jalan kebaikan". Dalam kalimat yang didahului "ihdina" juga bisa termasuk kaum muslimin maupun muslimat, mukminin ataupun mukminat.

Pada zaman Nabi Musa, ketika terjadi peperangan, ada pengikut beliau yang bertawassul dengan Tabut (kotak wasiat). Di dalam tabut itu ternyata ada pakaian-pakaian para nabi zaman dahulu. Tabut tersebut bekas kotak penyimpanan barang-barang milik para nabi, seperti tongkat Nabi Musa, tongkat Nabi Harun, dan serpihan Taurat yang robek ketika diletakkan oleh Nabi Musa.

Setiap Bani Israel membawa tabut. Bani Isreal selalu memenangkan pertempuran dengan orang-orang yang memerangi mereka. Inilah yang dipakai bangsa Israel untuk bertawassul.

Tawassul itu menunjukkan kerendahan hati seseorang. Ini dilakukan orang yang banyak amalnya tapi menganggap amalnya di sisi Allah masih kurang dan masih banyak dosanya. Tawassul itu mendidik kita menghilangkan sifat egois. Meski kita banyak amalnya, kita tetap menggandeng orang yang saleh di sisi Allah. Bukan kita minta kepada orang tersebut, tetapi kita tetap minta kepada Allah dengan ditemani orang saleh itu.

Mari kita kembali kepada ajaran para ulama kita. Mengapa mereka menyandang sebutan "al-mukhlisin", orang-orang yang ikhlas? Mereka mampu mengamalkan perbuatan yang saleh tetapi tidak membanggakan diri bahwa apa yang dilakukan itu adalah perbuatan saleh, sebab apa yang mereka lakukan semata-mata karena anugerah Allah.

Kewajiban lainnya adalah mereka itu "abdullah", hamba Allah, sehingga semata-mata mengabdi kepada-Nya. Dari sinilah kita berangkat belajar ikhlas. Selanjutnya, kekuarang-kekurangan yang ada dalam diri kita jangan sering kita lalaikan. Kita harus introspeksi atau muhasabbah. Semua itu yang menyempurnakan adalah Allah. Tanpa petunjuk dan fadhilah-Nya, apa yang dilakukan manusia tidak ada artinya.

Kita bisa memiliki sesuatu karena kita diberi oleh Allah. Karena itulah, apa yang kita miliki kita kembalikan kepadaNya, sebagai Yang Maha Pemberi. Kita perbanyak menggapai pahala dari Allah, semata-mata karena sifat ikhlas kita kepada Allah.
Posted by QuranSains at 2:33 AM

Ijazah Thoriqoh

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Pernah kami membaca sebuah buku yang menyatakan, di antara beberapa tarekat yang ada, terdapat tarekat Sadziliyah yang paling ringan. Kemudian pada buku yang lain tertulis, jika seseorang belajar agama tanpa guru, yang menjadi gurunya adalah setan. Dengan kondisi seperti ini, dapatkah mengijazahkan kepada kami suatu zikir atau wirid dan bacaan Al-Qur'an yang cocok dengan karakter kami? Karena selama ini kami sering mengamalkan wirid yang bersumber dari beberapa macam buku. Adapun urutan dan jumlah bacaannya, kami sendiri yang menentukan. Wirid atau zikir itu dimulai dari istigfar sebanyak 101 kali, surah Al-Ikhlash, Al-Falaq, An-Naas masing-masing sebanyak satu kali, kalimah tayyibah 33 kali, tasbih, shalawat dan beberapa Asma al-Husna masing-masing 33 kali.


Kemudian untuk tarekat, dapatkah mengijazahkan kepada kami sebuah tarekat yang ringan, yang tidak membutuhkan waktu konsentrasi yang lama. Karena kami paling tidak bisa berkonsentrasi lama-lama. Dan bisakah wirid tarekat ini dibaca pada malam hari? Atas perkenan menjawab persoalan saya, saya sampaikan terima kasih. Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Djemy

Jawaban:

Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Saya memberikan apresiasi yang besar kepada Anda karena mau berhati-hati dalam memahami bentuk ijazah atau awrad. Saya salut dan kagum terhadap diri Anda. Ambil dan teruskan bacaan wirid-wirid tersebut sebagai satu bentuk nilai ibadah. Wirid-wirid yang sudah diamalkan itu bagus sekali. Bahkan, alangkah baiknya kalau, sudah mengetahui dan mengamalkan, selanjutnya sesegera mungkin awrad tersebut dimintakan ijazah kepada ustad atau abuya atau tuan guru yang berada di sekitar lingkup Anda bertempat tinggal.


Untuk masalah tarekat, wiridnya sebenarnya bisa saja dibaca pada malam hari, habis shalat Magrib ke atas sampai shalat Subuh. Seperti halnya tarekat Sadziliyah yang ringan itu. Isi dan bentuk awrad-nya, antara lain, istigfar 100 kali, shalawat 100 kali, dan zikir 100 kali. Lalu ditutup dengan bacaan surah Al-Ikhlash tiga kali, Al-Falaq dan An-Nas masing-masing satu kali, lantas surah Al-Fatihah sekali.
Posted by QuranSains at 2:32 AM

Menghindari Kemalasan Beribadah

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Saya ini orang yang lemah imannya, saya mohon penjelasan tentang beberapa hal. Pertama, bagaimanakah caranya supaya hati ini dalam melakukan apa saja hanya karena Allah (Swt). Sebagai manusia biasa, terus terang, kadang kala masih ada perasaan melakukan sesuatu karena orang lain.


Kedua, saya ingin sekali melaksanakan shalat Tahajjud, tapi susah untuk bangun malam. Adakah bacaan yang bisa mengusir rasa malas yang dibaca sebelum tidur, agar saya bisa shalat malam. Ketiga, adakah bacaan yang bisa diamalkan agar keutuhan rumah tangga saya bisa terjaga dan anak-anak kelak bisa jadi anak yang shaleh. Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh.

Naning

Jawaban:

Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Jadikanlah segala kebaikan melebihi kebutuhan makan, minum, dan pakaian. Tidak hanya shalat malam (Tahajjud), tapi juga segala kebaikan sunnah Nabi (saw). Kalau kita bisa menjalankan shalat Tahajjud, ya jangan dihentikan sunnah-sunnah Nabi (saw) lainnya. Tingkatkan dulu kemauan kita melakukan ibadah sunnah itu seperti orang lapar. Kalau kita lapar, dikasih nasi dengan lauk sambal pun, atau nasi garam pun, makannya tetap merasa enak. Karena kita sangat memerlukan. Itu baru masalah nasi. Apakah kebutuhan kita tidak lebih banyak kepada si Pencipta nasi, yaitu Allah?


Nah, kita ikhtiar ini dulu, baru kemudian kita rangkai keinginan untuk melaksanakan ibadah sunnah, seperti shalat Tahajjud. Ikhtiar lainnya adalah membaca ayat terakhir surah Kahfi, "Katakanlah, sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku. Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa. Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, hendaklah ia mengerjakan amal yang shaleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya". Ayat itu dibaca tujuh kali ketika akan tidur. Tentu saja, membacanya dengan sungguh-sungguh dan kemauan tinggi untuk bangun malam guna menjalankan shalat Tahajjud.


Kita berdoa supaya kita dapat bangun. Tetapi kalau memang tidak mempunyai tekad yang kuat, barangkali juga tidak akan terlaksana. Mungkin saja kita bisa bangun tengah malam, kemudian berzikir, tetapi kemudian ngantuk dan tidur lagi.


Untuk jawaban yang terakhir, kalau kita menginginkan keluarga kita bahagia, berbuatlah sebaik mungkin sebagai orangtua yang baik kepada anak-anaknya. Apabila sifat kebapakan atau keibuan itu tumbuh pada orangtua, itulah syarat akan munculnya keluarga yang mawandah wa rahmah. Sekalipun pasangan suami-istri itu belum dikarunia momongan, belum mempunyai keturunan, mereka sudah menyiapkan diri dengan sifat kebapakan atau keibuan.

Boleh dikatakan, dengan bersikap kebapakan atau keibuan, mereka sudah menyiapkan teorinya. Nanti, begitu mendapatkan keturunan, mereka bisa langsung praktik. Ketika buah hati sudah tumbuh, kita akan cepat menggapai mawadah wa rahmah. Adanya kerja sama antara ibu dan bapak akan saling melengkapi, sehingga anak-anak akan mengikuti teladan orangtuanya, yang dirasakan sangat lengkap. Bukannya sebaliknya, kekurangan di antara keduanya itu justru ditampakkan, sehingga anak-anak cenderung akan mencontoh berbagai tindakan yang salah itu.


Sarana lainnya adalah, bila sudah menjadi orangtua, kita harus memberikan contoh berupa dekat kepada para ulama. Mana mungkin anak kita akan dekat dan mencintai ulama kalau orangtuanya sendiri tidak dekat dan cinta kepada para ulama? Ajaklah anak-anak kita secara berkala berkunjung atau bersilaturahmi kepada para guru, ustad, atau ulama. Entah dalam keperluan pribadi atau dalam acara menghadiri majelis taklimnya. Tidak usah jauh-jauh, dimulai dari guru, ustad, atau ulama di lingkungannya sendiri saja. Baru kemudian kepada lingkungan yang lebih jauh.


Kalau anak-anak sudah besar, tunjukkan juga pusaran para ulama. Supaya mereka mau mengingat jasa dan perjuangannya. Di samping itu, juga berdoa kepada Allah supaya para ulama yang berada di alam barzakh juga mau mendoakan kita.


Peringatan Rasulullah (saw), ujian akan muncul kalau kita jauh dari para ulama. Di antaranya, akan terangkat barakah di antara kita. Jadi kalau kita menginginkan anak-anak kita shaleh, jangan menjauhkan mereka dari para ulama. Dan, kalau ingin terhindar dari cobaan, kita perlu memperbanyak membaca Al-Qur'an dan shalawat kepada Nabi. Kita tidak mendidik anak membaca Al-Qur'an supaya pintar, tetapi supaya benar. Sebab, kalau benar pasti pintar, tetapi kalau pintar belum tentu benar. Kita juga mesti selalu mendoakan anak kita agar menjadi anak yang shaleh dan hidupnya penuh berkah.
Posted by QuranSains at 2:30 AM

Menerima Amalan 3 Kyai besar
Assalamualaikum Warahmatullahi wabarakatuh. To the point saja. Saya pernah menerima amalan atau ijazah dari tiga orang kiai, yang saya yakini ketinggian, otoritas dan kredibilitasnya dalam bidang keilmuan Islam. Amalan itu bermanfaat untuk mengatasi berbagai problem hidup. Ketiga kiai tersebut tidak sama dalam memberi materi amalan.

Pertama saya diberi amalan membaca surah Al-Fatihah 100 kali dan shalawat Nariyah sebanyak 1.000 kali, dan dibaca setelah melaksanakan shalat Hajat tiap malam. Kiai yang kedua memberi ijazah agar memperbanyak doa Rabbana atina fiddunya hasanah wafil akhirati hasanah, tetapi tidak dilengkapi waqina adzab an-nar.

Amalan terakhir, sang kiai memberi ijazah berupa rangkaian Asma al-Husna, yaitu Ya Allah Ya Karim, Ya Rahman Ya Rahim, Ya Qawiyyu Ya Matin. Wirid itu dibaca setelah shalat fardu sebanyak 200 kali dan pada tiap malam dibaca sebanyak 1.000 kali.

Pertanyaannya, yang manakah di antara ketiga tata cara itu yang paling ampuh dan cepat didengar Allah (Swt) guna mengatasi seribu satu macam persoalan kehidupan? Atas perhatian dan jawabannya, saya ucapkan jazakumullah khairan katsiran. Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Warta Kusumah

Jawaban:

Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Berbahagialah Anda, bisa mendapatkan ijazah wirid dari tiga orang kiai yang Anda sebutkan. Tentu ketiga wirid itu memiliki kelebihan masing-masing. Wirid pertama, menurut kami, adalah wirid yang sangat baik, karena yang dibaca adalah intisari amalan terbaik. Pertama membaca surah Al-Fatihah, yang sering disebut Rasulullah sebagai inti Al-Qur'an. Membaca surah Al-Fatihah sangat besar manfaatnya. Dalam sebuah Hadist yang diriwayatkan oleh Ka'ab disebutkan, Rasulullah bersabda, "Barang siapa membaca surah Al-Fatihah (Fatihatul Kitab), ia seperti membaca keseluruhan kitab Taurat, Injil, Zabur, Al-Qur'an sendiri, suhuf (lembaran-lembaran) Nabi Idris, dan suhuf Nabi Ibrahim, sebanyak tujuh kali. Bagi yang membacanya, akan diberi sebuah surga yang besarnya antara langit dan bumi dari setiap huruf."

Anas meriwayatkan sebuah Hadist yang bunyinya, "Ketika engkau tengah bersiap tidur dan membaca Al-Fatihah dan surah Al-Ikhlas, maka amanlah engkau dari segala marabahaya selain kematian."

Dalam Khazinah al-Asrar yang ditulis Syekh Sayyid Haqqi an-Nazili, disebutkan, barangsiapa membiasakan membaca Al-Fatihah setiap shalat fardhu sebanyak 20 kali dan hingga sehari mencapai 100 kali, akan diperluas rezekinya, dikabulkan harapannya, diperbaiki perangainya, dipermudah urusannya, digembirakan hatinya atas kesedihannya, dan akan diberi kemuliaan dari Allah. Maka, jelaslah manfaat Al-Fatihah itu. Sedangkan shalawat Nariyah juga memiliki manfaat besar tersendiri. Jika ada hajat tertentu, disebutkan dalam kitab Al-Washilah al-Hariyyah, karya Syeikh Ahmad Qusyairi bin Shiddiq, diharap shalawat itu dibaca sebanyak 4.444 kali dalam satu majelis—ada sebagian pendapat yang menyatakan 1.000 kali dalam satu majelis—maka akan dikabulkan semua harapannya oleh Allah serta akan selalu mendapat ridha-Nya.

Sementara ijazah kedua, dengan membaca Rabbana atina fiddunya hasanah wafil äkhirati hasanah, juga tak ada buruknya. Doa ini memang termaktub dalam Al-Qur'an dan disebutkan sebagai doa sapu jagat. Memang sebagian ulama ada yang hanya membacanya dengan mencukupkan hingga kalimat itu tanpa mencantumkan waqina adzab an-nar. Tak masalah, sebab masing-masing doa itu bisa berdiri sendiri.

Sementara, ijazah ketiga diberikan kepada Anda yaitu mengamalkan Asma al-Husna, kami kira juga sangat baik. Dari nama-nama Allah itu tercermin makna dan manfaat yang besar untuk pembacanya.

Lantas, kalau ditanya manakah yang terbaik dari tiga ijazah doa tersebut, kami memilih ijazah yang pertama dan yang ketiga. Sementara ijazah doa yang kedua bisa menjadi pelengkap amalan saja. Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Posted by QuranSains at 2:27 AM

Ijazah Dari Buku
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Kalau saya baca dalam beberapa kitab semisal Saif Al-Mukminin, Doa-doa Mustajab, tanya jawab spiritual, dan lain-lain, para mualif atau pengarangnya mengatakan dalam mukadimahnya, doa dan zikir ini telah diijazahkan secara 'ammah (umum) bagi kaum muslimin yang membacanya. Namun selain itu, ada yang mengatakan, kaum muslimin tidak boleh mengamalkan begitu saja apa yang dibaca dalam buku. Meskipun, mualifnya sudah mengijazahkan secara `ammah, kecuali shalawat Nabi.

Mohon penjelasan mengenai persoalan ini. Manakah yang dapat dijadikan pegangan dari kedua fatwa tersebut? Pertanyaan selanjutnya, bolehkah seorang muslim yang sudah mengikuti tarekat mempelajari dan menjadi paranormal. Sama atau tidakkah paranormal dengan kahin yang disebutkan Nabi (saw) dalam sebuah Hadistnya? Atas penjelasan, saya ucapkan terima kasih. Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Taufiq, S.Pd.

Jawaban:

Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Saudara Taufiq, masalah ijazah, patut Anda ketahui, ijazah tersebut memiliki sifat 'ammah (umum). Sebagai mualif, ia memberikannya secara bersama-sama kepada kita sebagai umat. Namun agar ijazah tersebut bisa mengantar kita dalam mencapai peningkatan dalam mendekatkan diri kepada Allah (Swt), kita harus mengikuti apa yang telah digariskan atau dicontohkan oleh Baginda Nabi (saw), sahabat, tabiin (generasi ulama setelah sahabat), tabiit-tabi'in (generasi ulama setelah tabiin), yang itu tidak terdapat dalam penjabaran ijazah tersebut dalam buku yang Anda baca. Baik itu I’lan atau peringatan, maupun i'bar atau pemberitahuan dari para mualif tersebut. Sekalipun ijazah itu sudah diberikan secara lámmah, tetap saja kita masih memerlukan guru.

Guru di sini berfungsi sebagai penyambung lidah dalam bentuk ijazah ‘ammah. Guru-guru atau ulama-ulama tersebut adalah orang-orang yang tahu persis dosis dan kemampuan orang yang menerima dan mengamalkan muamalah itu. Di sinilah penting dan tingginya nilai seorang guru. Khususnya untuk menerapkan ijazah-ijazah yang 'ammah di dalam kitab-kitab tersebut. Sebab di dalam kitab-kitab itu, pasti ada satu-dua bab yang memerlukan keterangan lebih mendetail dari seorang guru. Tapi, berapa kalikah wirid itu harus diamalkan, belum tentu disebutkan.

Kalau dilihat dari nilai ibadah, hal itu bagus sekali. Tapi muamalah dalam nilai ibadah juga ada ketentuannya. Misalnya dalam hal shalat sunnah. Kalau kita mau berulang-ulang melaksanakannya, itu akan menjadi perbuatan yang baik, tapi itu menjadi shalat sunnah mutlak. Shalat sunnah seperti qabliyah dan ba'diyah—yang mengiringi shalat lima waktu—itu, walaupun nilainya sangat bagus, namun pada keduanya terdapat pembatasan dalam menjalankannya.

Kita tidak bisa mengambil secara global bahwa semua sunnah menjadi mu'akad (yang dianjurkan), atau nawafil atau yang boleh dijalankan secara bebas, tidak ada batas-batas tertentu. Shalat sunnah seperti qabliyah dan ba'diyah tetap saja mengandung perbedaan dengan sunnah yang lain dalam tata cara menjalankannya. Misalnya, menjalankan shalat Tahajud hingga 100 rakaat. Kalau seseorang merasa mampu, ketika ia bisa menjalankannya itu akan menjadi nilai ibadah yang sangat baik. Tapi Rasulullah (saw) tidak pernah menjalankan shalat Tahajud seperti itu hingga 100 takaat. Di sinilah kemudian Rasulullah menganjurkan, "Silahkan, saya berikan kepada umatku kebebasan untuk meniru aku dalam menjalankan qiyam al-layl (ibadah pada malam hari)." Siapa pun bisa menjalankan shalat Tahajud, bahkan tanpa seorang guru pun. Tapi di sini pun masih ada nilai-nilai yang harus diketahui tentang batalnya shalat dan rukun shalat. Kalau hal seperti ini tidak diajarkan oleh guru dahulu, bagaimana kita akan tahu? Meski, kalau dilihat dari segi Tahajudnya, siapa pun dia, silakan mengamalkannya.
Posted by QuranSains at 2:25 AM

Mencari Keturunan Rasul

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Kami ingin menanyakan masalah sadah (keturunan Rasulullah). Saya memiliki ayah berdarah Jawa seperti orang kebanyakan. Sementara ibu saya menurut silsilah yang dimiliki Kakek (ayah ibu saya) masih ada darah keturunan Rasulullah. Kakek saya bernama Salim Ba'agil. Ibu saya bernama Fathimah Ba'agil. Hanya sayangnya menurut kakek saya itu, saya tidak bisa mengaku cucu Rasulullah karena saya memiliki garis keturunan dari ibu.


Apakah mungkin karena dari keturunan ibu saya tak bisa bernasab kepada Rasulullah? Padahal Sayyidina Hasan dan Sayyidina Husein itu adalah cucu Rasulullah dari Sayyidatina Fathimah, putri Rasulullah, bukan dari anak laki-laki. Mohon penjelasan tentang hal itu. Sebab bagaimanapun, menjadi cucu Rasulullah adalah kebanggaan tersendiri, meski bukan untuk kesombongan. Demikian pertanyaan saya, atas jawaban kami sampaikan terima kasih. Wassalaamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Hariq Sa'adi

Jawaban:

Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Saudara Hariq Sa'adi, harap diketahui, satu-satunya keturunan seorang perempuan yang diakui sebagai keturunan Baginda Rasulullah (saw), hanya keturunan dari Sayyidatina Fatimah az-Zahra. Rasulullah bersabda, "Allah (Swt) telah menjadikan keturunan para Nabi (generasi setelah sahabat) dari seorang putranya. Sedangkan Allah (Swt) menjadikan keturunanku dari Fatimah."


Status Sayidatina Fatimah ini, kedudukannya, dianggap oleh Allah (Swt) sebagai sempalan daging dari Baginda Rasulullah (saw). Sehingga sama kedudukannya dengan kaum lelaki.


Beberapa kelebihan yang ada pada diri Sayyidatina Fatimah, antara lain, beliau adalah seorang wanita yang tidak pernah mengalami haid. Beliau juga seorang wanita yang tidak mengalami kedi (jenis lain dari haid yang keluar melalui keringat yang baunya amis). Orang yang tidak haid—kecuali Fatimah (as)—biasanya tidak bisa melahirkan. Inilah bedanya antara Sayyidatina Fatimah dan wanita yang lain. Hal ini memperlihatkan betapa pembibitan seorang Fatimah cukup kuat seperti pembuahan seorang laki-laki.


Jadi secara keturunan, ibu kakek Salim tidak sama dengan Sayyidatina Fatimah. Tapi tidak tertutup kemungkinan bahwa anak si Salim adalah cucu Nabi dengan dasar tidak batal wudhu (masih dalam garis keturunan) dengan Rasulullah (saw). Fatimah (as) juga seorang wanita yang dirinya dijaga oleh Allah (Swt) dari api neraka. Ini dapat dilihat dari makna kata fathama, yang berarti diselamatkan dari api neraka (fathama an-när).


Mesti juga diketahui, setiap cucu tidak selalu menjadi pelanjut keturunan. Karena pelanjut keturunan selalu disahkan dari kaum laki-laki. Tapi, bagaimanapun Anda tidak lepas dari cucu Baginda Rasulullah. Status cucu Anda tetap, hanya saja Anda tidak termasuk pelanjut nasabnya.
Posted by QuranSains at 2:25 AM

Wirid Ketenagan Dibalik Kemewahan

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Saya seorang pekerja pada sebuah perusahaan asing. Alhamdulillah, secara finansial tak berkekurangan, bahkan berlebihan. Beberapa benda yang sifatnya kemewahan sudah saya miliki, dan itu terasa biasa saja.


Hanya saja, saya merasa ada yang hampa. Batin saya gersang, hati saya gundah. Tidak ada ketenangan atau rasa cukup. Dulu, orangtua saya melarang membaca wirid. Lantas, melalui seorang teman saya diberi wirid dengan membaca La ilaha ilallah serta la hawla wala quwwata illa Dibaca sehari sebanyak 100 kali. Tiba-tiba ada perubahan dalam diri dan hati saya.


Apa yang sebenarnya yang saya alami dan rasakan? Adakah memang wirid itu bisa menenangkan batin saya? Jika benar, saya bahagia sekali, dan bolehkah saya amalkan seterusnya? Lantas, dapatkah memberi saya wirid lain untuk ketenteraman batin saya yang sangat sibuk memburu dunia ini? Atas jawabannya, saya ucapkan terima kasih. Wassalamualaikum Warahmatullahi wabarakatuh.

Lia Zulfikar

Jawaban:

Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Ananda Lia, yang membuat ketenangan dalam batin pada dasarnya karena Ananda mau mendekatkan diri kepada Allah. Mau bertawasul dan berkenan mengagungkan Allah kepada diri sendiri. Hal itu juga difirmankan oleh Allah, 'Ala bidzikrillahi tathma'innul qulub (Ingatlah, berzikir kepada Allah akan menenangkan hati). Kalau Ananda mau mengamalkan dan meneruskan wirid itu secara teratur dan terus-menerus (utamanya usai shalat lima waktu), Ananda akan lebih mendapatkan ketenangan lagi. Untuk bacaan wirid dari saya, cobalah Ananda membaca surah Al-Inshirah atau Alam Nasrah sebanyak tiga kali setiap selesai shalat lima waktu. Insya Allah ketenangan yang Ananda harapkan akan segera Ananda dapatkan. Selamat mengamalkannya.

Saturday 27 February 2010

HAKIKAT UMUM - QURAN-ET SAINS 15

# Tarekat Tanpa Nama
# Pentingnya Berthoriqoh
# Bermimpi Seorang Ulama
# Mayat Masih Utuh di Dalam Kubur
# Mohon bimbingan
# Mengapa Para Habib Dimuliakan?
# Jika Belum Mampu Ikut Thoriqoh

Tarekat Tanpa Nama
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Di kampung saya ada sebuah mushalah kecil yang setiap hari selalu mengadakan zikiran. Zikiran tersebut dipimpin seorang ustad dari sebuah daerah di Jawa Barat. Setelah saya tanya, pengurus mushalah itu mengatakan bahwa zikir itu adalah tarekat. Saya mencoba bertanya lagi, tarekat apakah itu? Pengurus mushalah tersebut mengatakan tarekat tanpa nama.

Saya jadi heran, mungkinkah ada terekat tanpa nama. Mungkinkah seseorang bisa menciptakan wirid sendiri dan kemudian menyebutkannya sebagai tarekat tertentu? Misalnya, nama saya Mubarok, dan kemudian saya membuat tarekat Mubarok. Bisakah hal itu? Mohon penjelasan. Wassalamualaikum Warahmatullahi wabarakatuh.

Imam Mubarok

Jawaban:

Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Lebih baik Anda tidak mengira-ngira masalah yang tidak Anda ketahui secara jelas. Tanyakan secara langsung pada ulama setempat, terutama ulama yang berkecimpung langsung di dalamnya. Yang jelas, tarekat tidak mungkin akan berdiri sendiri. Apalagi membuat nama sendiri. Ini harus dipegang dengan tegas.
Posted by QuranSains at 2:41 AM
Pentingnya Berthoriqoh

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Langsung saja pada pertanyaan. Mohon berkenan menerangkan kepada saya, apa penting dan perlunya kita mengikuti tarekat? Selain itu, mohon kiranya berkenan menuliskan wirid-wirid yang harus dibaca pada tarekat yang berbeda itu. Sekadar usulan dan harapan, barangkali kiranya akan lebih baik, dan itu saya pandang penting, agar wirid-wirid tarekat yang berbeda tersebut bisa dibuatkan dalam satu rangkuman buku kecil sebagai bonus. Agar lebih mudah dalam membaca dan menghafalkannya, karena bisa dibawa bepergian. Kiranya itu saja pertanyaan yang saya ajukan, dan atas perhatian saya ucapkan terima kasih. Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Abdullah Luthan

Jawaban:

Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Setelah membaca jawaban ini, besar harapan saya, Anda bisa segera mengikuti umat Islam yang lain, yang sudah terlebih dahulu mengikuti tarekat. Karena memang tarekat itu memiliki makna yang penting. Siapa sih yang ingin memiliki hati yang kotor? Dan siapa sih orang yang ingin hatinya melupakan dan semakin tambah lupa kepada Allah (Swt)? Di sinilah pentingnya tarekat yaitu melepaskan kedua penyakit hati yang sangat berbahaya. Jelasnya, untuk mengatasi kealpaan dalam hati dan menghilangkan noktah atau kotoran yang ada. Untuk menghapus hijab atau dinding pembatas yang terdapat dalam dirinya, yang mengakibatkan sifat lalai serta banyak lupa kepada Allah (Swt).


Kalau seseorang ingin hatinya bersih dan membersihkan hati, paling tidak ia akan tertarik dengan tarekat itu sendiri. Karena di antara fungsi yang terdapat dalam tarekat itu adalah menghapuskan kotoran dalam hati dengan selalu mengamalkan zikirnya. Saya berterima kasih dan bersimpati pada Anda. Saran yang Anda sampaikan itu sangat baik. Untuk tarekat Sadziliyah, sudah saya buatkan kitabnya. Bentuk dan ukurannya yang kecil membuatnya mudah untuk dibawa. Bisa dibaca mulai dari halaman 15 sampai 26.
Posted by QuranSains at 2:41 AM
Bermimpi Seorang Ulama

Assalamualaikum Warahmatullahi wabarakatuh. Saya sering bersilaturahmi kepada para ahli agama, termasuk ke tiga bulan yang lalu. Masalah saya adalah kesulitan ekonomi atau utang-utang yang sangat tidak mungkin terbayar dari penghasilan. Wirid-wiridnya insya Allah selalu saya kerjakan dan bahkan dibantu oleh anak-istri saya.


Saya bermimpi didatangi Aa' Gym, diberi kertas putih yang ada tulisan Haromin dengan tinta merah. Kedua, saya bermimpi didatangi wanita berjilbab putih, memanggil dan menghardik sambil berkata, "Kamu sedang puasa, kok mulut kamu bau?" Kemudian, "Bacalah Surah Al-An'am ayat 1, 2, dan 3, untuk membersihkan mulut kamu." Saya membacanya setelah wirid setelah shalat.


Ketiga, saya bermimpi didatangi tiga orang berjubah putih pada saat wirid tengah malam, persis satu orang di hadapan saya dan dua orang di belakang saya, tidak jelas mukanya. Tetapi tidak ada dialog apa pun.


Keempat, saya bermimpi, setelah wirid malam saya didatangi diri saya sendiri, "Kamu tidak usah repot-repot, bacalah 'Mukhaladun, Yunzifun, Ya Takhoyarun, Yastahun'." Setelah bangun, saya baru tahu, ternyata itu adalah kalimat-kalimat yang terdapat di dalam surah Al-Waqi'ah ayat 17- 21


Saat ini wirid-wirid yang saya kerjakan setelah shalat, pertama membaca, "La illáha illallah" sebanyak 165 kali, doa hizib Sulaiman, doa Siti Fatimah, Surah Al-An'am ayat 1 sampai 3, dan shalawat Istighosah.


Kedua, setelah shalat Subuh, ditambah Al-Fatihah sebanyak 40 kali dan shalawat Ibrahim empat puluh kali. Ketiga, setelah shalat Asar, ditambah Al-Waqi'ah satu kali, An-Nasr enam kali, Al-Quraisy satu kali, shalawat Kamilah sebelas kali.


Keempat, setelah shalat Magrib, ditambah Al-Falaq 70 kali dan An-Nas sebanyak tujuhpuluh kali. Kelima, setelah shalat Hajat atau Tahajud, shalawat Istigasah dan wirid, "Wa Subha a'alya rizqo subba tarakhmat fa anta raja'ul alamina walau thaghat" minimal masing-masing seratus kali. Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Agus

Jawaban:

Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Sebetulnya yang ringan saja. Setelah shalat Ashar membaca Surah Al-Waqi'ah sekali, Surah al-Fath sebanyak enam kali, Al-Quraisy sekali, shalawat Nariyah sebelas kali. Namun kalau ingin amalan yang lebih banyak, setelah shalat Maghrib atau Isya, sebagaimana dikatakan Syekh Syadzili, dan kalau kita ingin kesusahan-kesusahan duniawi dihilangkan, bacalah An-Nas sebanyak tujuh puluh kali dan Al-Falaq juga sebanyak tujuh puluh kali.


Sedang kalau tengah malam, sebagaimana diajarkan Rasulullah (saw), membaca "Ya Latif", shalawat, di samping shalat Tahajud. Selain itu, untuk menambah ilmu bagaimana mendekatkan diri kepada Allah, kita harus belajar kepada para ulama.


Tentang makna-makna mimpi itu, tidak semua orang bisa mengerti. Karena itu, yang penting adalah memenuhi syarat-syarat orang tidur, sebagaimana Rasulullah (saw) mengajurkan kepada kita, apa yang mesti kita lakukan ketika akan tidur. Bila akan tidur, beliau tidak pernah meninggalkan wudhu. Kemudian membaca doa tidur dan membaca Basmalah 21 kali. Jika mengamalkan ini, insya Allah, kita akan dijauhkan dari mati mendadak dalam tidur.


Untuk masalah mimpi-mimpi, kita jangan percaya kepada keterangan yang tidak jelas. Sebab hal itu terjadi karena kita tidur dengan tidak memenuhi syarat sebagaimana yang dianjurkan Rasulullah (saw). Kalau kita akan tidur, berniatlah yang baik. Contohnya, "Ya Allah, aku tidur untuk menjaga kesehatanku, dan menaati perintah-Mu, supaya subuhku tidak ketinggalan."
Posted by QuranSains at 2:41 AM
Mayat Masih Utuh di Dalam Kubur

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Saya ingin bertanya. Apabila mayat sudah dikubur dan telah ditinggalkan oleh para pengantar kubur sebanyak tujuh kali langkah, malaikat sudah datang dan memperlakukan mayat sesuai dengan amal ibadahnya. Mengapa mayat yang telah dikubur dan digali lagi selang beberapa hari masih tetap utuh, padahal mayat itu adalah seorang pencopet yang mati karena dihajar massa?


Kasus seperti ini sering saya lihat di berbagai berita kriminal yang ditayangkan di banyak stasiun televisi di negara kita. Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Ari Ghorir Atiq

Jawaban:

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Mayat yang di dalam kuburnya utuh, pertama, yang dijamin Allah, adalah mayat orang yang hafal Al-Qur'an. Kedua, mayat orang yang tidak pernah batal wudhu. Ketiga, mayat orang yang tidak pernah lepas membaca shalawat kepada Nabi Muhammad (saw). Keempat, mayat orang yang tidak pernah meninggalkan bangun malam untuk shalat malam. Inilah orang-orang yang meninggal tetapi jasadnya tidak rusak di dalam kubur.


Oh ya, termasuk di dalamnya adalah orang yang mati syahid karena berjuang di jalan Allah sesuai dengan ketentuan yang digariskan syariat Allah. Namun, mati syahid yang di luar jalan Allah, pun ada. Seperti mati terbakar, mati tenggelam, mati sakit perut, dan mati karena melahirkan anak. Semua itu termasuk mati syahid.


Bagaimana kalau ada orang mendadak sakit perut kemudian meninggal namun orang itu tidak menjalankan perintah Allah (Swt)? Apakah dia mati syahid juga? Orang itu tidak bisa dikatakan mati syahid. Karena, orang yang mati syahid ada standarnya. Sebagaimana perumpamaan, kalau orang mau makan, ada piringnya dahulu. Entah piring itu terbuat dari kaca, plastik, melamin, atau lainnya, tetapi bisa mewadahi makanan untuk dimakan.


Mengapa, pada kasus kuburan yang dibongkar, dia jelas-jelas copet kok jasadnya masih utuh? Ini perlu diselidiki dulu, sudah berapa lama jasad itu dikebumikan. Kalau masih sehari-dua hari, ya pasti saja masih utuh. Kecuali, setelah sebulan-dua bulan dibongkar jasadnya masih untuh, itu suatu keanehan.


Orang yang merugikan masyarakat, agama, pemerintah, atau negara secara umum, tidak lepas dari hukum pembusukan alam. Namun ada pula beberapa tanah di bumi ini yang memang mengandung zat-zat tertentu, sehingga jasad yang meninggal masih utuh dalam beberapa bulan. Ada kadar tanah tertentu yang bisa membuat jasad tidak cepat rusak. Kalau tempatnya dingin, kadar belerang dan kapurnya sedikit, tidak cepat menghancurkan jasad. Sedang tanah yang belerangnya dan panasnya tinggi, cepat menghancurkan jasad di dalam kubur. Tanah yang kandungannya basah juga cepat menghancurkan jasad yang ada di tanah.


Hanya, perlu dimengerti, jasad yang utuh itu tidak seperti utuhnya jasad orang yang hafal Al-Qur'an tidak batal wudhu, misalnya. Baunya akan terasa. Sebab yang hak adalah hak, dan yang batil adalah batil, yang hak dan batil tidak bisa disamakan. Kebaikan tidak bisa disamakan dengan keburukan.
Posted by QuranSains at 2:39 AM
Mohon bimbingan

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Saya selalu berdoa, semoga ditemukan oleh Allah dengan guru yang dapat membimbing dan membina untuk lebih mendekatkan diri kepada-Nya. Tepatnya seminggu ini, saya dan teman-teman sedang mendiskusikan masalah tarekat. Untuk itu saya ingin berkonsultasi, mohon kiranya alamat atau nomor telepon bisa saya hubungi.


Sebelum dan sesudahnya, saya sampaikan terima kasih. Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Neri Yulia

Jawaban:

Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Sebelumnya, saya ingin sampaikan, menyangkut segala hal yang berhubungan dengan diri saya, ada baiknya Anda kirimkan saja surat. Itu akan lebih baik, karena tidak memberatkan siapa pun. Saya mendukung sepenuhnya kemauan Anda untuk mempelajari masalah tarekat. Perlu diketahui, tarekat itu tidak bisa diberikan melalui media, seperti surat-menyurat. Sebab ada dasar-dasar tarekat yang harus dipenuhi oleh seorang mursyid dan penganutnya. Sama-sama mengambil dan mengamalkan kalimat La illaha bisa memiliki beberapa makna.


Tapi ada yang khusus dengan talkin (pengajaran langsung) dari Baginda Nabi, seperti tarekat. Tarekat itu, di samping berpegang pada keterangan Hadist yang sahih, juga yang mendasar sekali adalah berpegang pada waktu Rasulullah menalkin para sahabatnya. Dari sanalah disebut (diucapkan) "talkinan", dan menjadi dasar pokok bagi orang-orang yang mengajarkan tarekat, dengan dasar sanad-sanadnya yang muttashil (bersambung).


Baiat, maknanya mengucap janji di hadapan guru, sebagaimana para sahabat mengucap janji di hadapan Baginda Rasulullah (saw). Adapun soal ijazah, bisa saja diberikan tanpa melalui baiat atau talkin. Ia merupakan nilai-nilai tersendiri untuk menambah kegiatan harian kita. Kalau untuk ini, beberapa buah wirid bisa diberikan walupun melalui surat-menyurat atau media, tapi itu bukan merupakan baiat atau talkin.
Posted by QuranSains at 2:37 AM
Mengapa Para Habib Dimuliakan?

Assalamualaikum warahmatullahi wabaraktuh. Sebagai santri Pondok Pesantren Al-Ittihadut Thoyyib, Kudus, yang diasuh oleh K.H. Syekh Abdul Jalil Thoyyib Assaid (Gus Jalil), saya sangat senang. Lebih-lebih kalau ada tamu ulama, kiai, saya selalu disuruh ber-mushofahah, menyerap ilmu, dari mereka. Namun akhir-akhir ini saya jadi kurang setuju bila ada tamu Gus Jalil yang disebut atau sayid dimuliakan melebihi yang lain. Seolah-olah hanya mereka itulah yang paling mulia. Benarkah harus demikian? Untuk mengetahui Habib atau sayid, katanya harus punya "al". Ada yang bin Syihab, ada bin Jindan, bin Syech Abu Bakar. Bagaimanakah ini?


Pernah kami baca, di majalah Tempo, pernyataan Ami Pekalongan (ahli nasab). Katanya, Walisanga, Kiai Mojo, Imam Bonjol, adalah keturunan Alawiyin. Akhir-akhir ini di majalah Hidayah, Syekh Nawawi Banten keturunan Sunan Gunung Jati. Padahal, kata Abdullah bin Idrus Al-Haddad Rawa Badung, Jakarta Timur, Walisanga tidak mempunyai keturunan. Bagaimana ini? Wassalamualaikum warahmatullahi wabaraktuh.

M. Shodiq

Jawaban:

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. "Al" pada nama keturunan Nabi adalah gelar. Entah itu formal atau tidak. Ada yang bersebab karamah, juga bisa dari sebab bukan karamah. Seperti Alaydrus (pemimpin para sufi), itu karena Abdullah ketika masih kecil mendapat karamah kesufian dari Allah (Swt). Mungkin karena karamahnya itulah, beliau bersama keturunannya diberi gelar tersebut. Begitu juga bin Sihab, al-Sihab, karena ilmunya.


Sebetulnya istilah "al" tidak untuk memisahkan para habib atau kaum Alawiyin tersebut, melainkan untuk memudahkan dalam penentuan nasabnya atau saudara, famili, yang terdekat dari bapaknya. Itu di antaranya.


Beberapa Wali Sembilan, Walisanga, adalah keturunan Alawiyin. Selanjutnya, beberapa tokoh pejuang di Indonesia, seperti Kiai Mojo dan lainnya, juga tidak terlepas dari Alawiyin. Memang ada beberapa Wali Sembilan yang tidak memiliki keturunan, seperti Sunan Bonang. Tetapi banyak yang mempunyai keturunan, seperti Sunan Gunung Jati, Maulana Hasyim Sunan Drajat, Sunan Ampel, Sunan Lamongan, Imam Ja'far Shodiq Sunan Kudus. Beberapa sunan yang disebutkan terakhir ini, keturunannya sangat banyak. Di antara keturunan Sunan Gunung Jati adalah para sultan Banten, sultan Cirebon, dan lainnya. Keturunan Sunan Giri, termasuk ibu Panembahan Senopati yang menurunkan trah Mataram, adalah cucu Ainul Yakin Sunan Giri.


Saya tidak berani menyanggah pendapat orang yang mengatakan bahwa para Wali Sembilan tidak memiliki keturunan. Lebih baik saya menawarkan diri, mari kita membuka lembaran sejarah serta penulisan riwayat hidup serta keturunan para wali di Indonesia. Saya yakin, mereka yang mengaku keturunan para wali tidak bertindak gegabah, sebab mereka memiliki bukti yang kuat. Kalau mereka tidak mengaku sebagai keturunan padahal mereka yakin memang keturunan para wali, sikap itu akan dianggap salah. Sebaliknya, orang yang bukan keturunan para wali tetapi mengaku keturunan para wali, juga salah.


Apabila kita mempelajari tarikh atau sejarah Wali Sembilan dengan saksama dan jeli, insya Allah kita tidak akan mengklaim bahwa para Wali Sembilan tidak memiliki keturunan. Meski keturunan itu dari pihak wanita (nenek), yang namanya cucu, tetap dianggap keturunan tokoh tersebut.
Posted by QuranSains at 2:36 AM
Jika Belum Mampu Ikut Thoriqoh

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Saya seorang fotografer sebuah media harian ibu kota. Setiap hari waktu saya selalu berkejaran dengan berita yang harus saya dapat. Tapi saya selalu berusaha melaksanakan shalat lima waktu. Sampai saat ini, saya belum dapat mengikuti tarekat, karena keterbatasan waktu yang saya miliki. Mohon jelaskan, adakah cara lain selain mengikuti tarekat sebagai sarana pendekatan diri kepada Allah. Lalu bagaimana jalan keluarnya bagi saya? Atas jawabannya, saya sampaikan terima kasih. Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh.

Wahyu S.

Jawaban:

Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Banyak jalan yang bisa Anda tempuh. Salah satunya adalah dengan membaca wirid. Karena, itu sarana pendekatan kita kepada Allah sebagai nilai tambah ibadah, selain shalat lima waktu. Ada yang menggunakan sarana bacaan-bacaan, khususnya jika Anda bertarekat.


Sedangkan peranan bacaan tarekat itu sendiri berbeda dengan bacaan yang lain. Kalau tarekat, mengkhususkan bagaimana cara membersihkan hati. Sedangkan bacaan-bacaan itu adalah nilai tambah pendekatan kita kepada Allah. Bagi orang yang belum sempat memasuki tarekat, hendaklah membiasakan diri selalu melaksanakan shalat disertai membaca beberapa bacaan. Itu termasuk nilai tambah pendekatan kita kepada Allah, di luar shalat.

HAKIKAT UMUM - QURAN-ET SAINS 14

# Mencari Kemuktabaran Thoriqoh
# Antara Sholat dan Tarekat
# Kitab Kuning dan Belajar Dengan Setan
# Amalan Wirid Untuk Depresi
# Ratib Al-Hadad dan Simbtu Ad-Durar
# Penyesalan Atas Kemusrikan
# Benarkah Tarekat Itu Bid'ah?

Mencari Kemuktabaran Thoriqoh

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Dalam Muktamar Tarekat Mu'tabarah an-Nandhiyyah tahun 1988 di Mranggen, Semarang, diputuskan, pengurus NU dari pusat sampai ranting diharuskan, bahkan diwajibkan untuk mengikuti tarekat apa pun, asal yang muktabar (resmi). Bagaimana sebenarnya hukum mengikuti tarekat itu? Wajib, sunnah, atau mubah. Lalu bagaimana jika dikaitkan dengan pengurus NU, apakah wajib di sini memiliki pengertian mengikat? Bagaimanakah cara menilai tarekat yang muktabar? Jika ada jemaah wirid, apa itu bisa disebut pengikut tarekat, jika memiliki cara-cara seperti tarekat, misalnya baiat? Ada berapakah jumlah tarekat muktabarah itu? Jika ikut tarekat yang tidak muktabar, apakah bersalah atau berdosa? Atas perhatian dan jawaban saya ucapkan terima kasih. Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

H. Muhammad Marzuki

Jawaban:

Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Saudara yang terhormat, saya senang menerima pertanyaan Anda. Semoga Anda senantiasa dilindungi oleh Allah Swt. Patut diketahui, wajib, sunnah, atau mubahnya hukum mengikuti tarekat, terkait dengan wajib, sunnah, atau mubahkah hukumnya menghilangkan sifat kealpaan dan kelupaan manusia kepada Allah. Mesti diingat, salah satu sifat manusia adalah lupa kepada Tuhannya. Inilah peranan kewajiban seseorang masuk tarekat. Dengan tujuan menghilangkan sifat-sifat kealpaan dan kelupaan diri kepada Tuhannya. Sifat-sifat itu perlu diberantas. Karena inilah sumber perbuatan-perbuatan tidak terpuji yang dilakukan manusia. Termasuk terhadap pelanggaran hukum agama dan sebagainya. Kalau kealpaan dan kelupaan itu bisa diberantas, minimal dia akan merasa selalu dilihat dan didengar oleh Allah Swt.


Contoh kecil, banyak orang yang tahu bahwa paku kecil yang tercecer di jalan, entah berkarat atau tidak, itu berbahaya. Begitu melihat, dia tahu bahwa itu paku, tapi belum menjadi bukti bahwa dia adalah orang yang ingat kepada Allah kalau belum mau mengangkat dan membuang ke tempat yang tidak membahayakan. Sebab daerah itu biasa dilalui anak-anak untuk bermain atau orang yang lewat di sana. Sebenarnya bahwa pengurus NU kebanyakan adalah pengikut tarekat hanyalah penekanan. Hal ini bersifat ke dalam.


Selanjutnya, untuk menilai muktabar atau tidaknya sebuah tarekat, harus dilakukan seperti kita mempelajari ilmu Hadist. Ada jalur sanad-sanadnya, mulai dari ulama, auliya, sahabat, Rasulullah, dan tentu bermuara ke Allah sendiri. Lantas semua yang ada di dalamnya itu tidak boleh melanggar semua isi Al-Qur'an dan Hadist. Tinggal bagaimana orang yang membicarakan itu. Kalau dia masih TK, pasti pembicaraannya seperti anak-anak, demikian halnya anak SD, SMP, atau SMA. Sebagaimana pendidikannya. Demikian juga dalam hal perilakunya.


Jemaah wirid bisa dinamakan pengikut tarekat. Karena Al-Qur'an dan Hadist itu adalah pedoman orang-orang ahli tarekat. Yang penting tarekat itu adalah buah syariat. Bukan syariat itu buah tarekat.


Contoh mudahnya adalah masalah wudhu. Wudhu adalah penghantar kita melaksanakan shalat. Setelah shalatnya selesai dengan ketentuan, syariatnya, rukunnya, batalnya atau tidaknya, barulah kita dapat mengetahui semuanya, termasuk buah dari shalat itu apa. Di sinilah tarekat itu berbicara. Buah orang shalat adalah semakin jauh terhadap ahli nar (ahli neraka). Dan cinta seseorang itu kepada Allah dan Rasul-Nya, lebih tinggi, lebih tinggi, dan begitu seterusnya. Dan sebaliknya, kemaksiatan akan makin terhapus.


Di Indonesia, kita mengenal ada sebanyak 41 buah tarekat muktabarah. Tetapi pecahannya banyak. Saya ingin menjawab pertanyaan Bapak ini dengan perumpamaan. Andaikan Bapak mau pergi ke Jakarta, kemudian ada kereta serta bus jurusan ke Jakarta, lalu ada orang yang sembarang naik truk asal sampai ke Jakarta misalnya, apakah itu bisa disebut disiplin. Mengapa harus mengikuti yang belum jelas sedangkan yang jelas-jelas ada sudah tersedia?


Jelasnya, fungsi, definisi, dan kedudukan suatu tarekat harus dilihat dari kedudukan mata rantainya kepada Rasulullah, hingga mendapat predikat apakah sebuah tarekat itu muktabar atau tidak, sebagaimana istilah Hadist itu adalah kesahihannya.
Posted by QuranSains at 2:53 AM
Antara Sholat dan Tarekat

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Saya memiliki seorang saudara yang mengikuti sebuah tarekat melalui seorang kiai di daerah Kediri. Setiap shalat, dia selalu membaca wirid yang diajarkan tarekat tersebut selama sekitar 30 menit. Kebiasaan itu dijalaninya setiap hari. Perlu dicatat, saudara saya itu adalah karyawan sebuah perusahaan swasta. Waktu istirahat yang diberlakukan tempatnya bekerja sangat ketat. Saat ini dia menghadapi dilema yang tidak mudah. Pada satu sisi ia sangat takut kalau-kalau sampai lalai membaca wiridnya. Di sisi lain, perusahaan tempatnya bekerja tidak memberi waktu lebih panjang lagi untuk dia dapat menyelesaikan wiridnya.

Apakah memang benar, bagi seorang pengamal tarekat, tak boleh meninggalkan membaca wirid tersebut? Apa sanksinya jika lalai membaca wirid itu? Bahkan saudara saya tersebut mengakhirkan shalat Asharnya. Karena istirahat saat shalat Ashar hanya 15 menit. Sehingga tidak mungkin baginya membaca wirid seusai shalat. Setelah pukul 16:30 ia baru bisa shalat dan membaca wirid.


Pertanyaannya, bolehkah ia mengakhirkan shalatnya hanya untuk wirid. Manakah yang afdal, mendirikan shalat pada awal waktu dan menunda wirid, atau mengakhirkan shalat dan mendahulukan wirid? Saya berharap segera mendapat jawaban atas pertanyaan tersebut. Atas jawaban itu, saya ucapkan terima kasih. Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Husnul Khitam Aimani

Jawaban:

Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Saudara Husnul Khitam Aimani, menarik buat saya, Anda ini sebenarnya ingin tahu tentang tarekat atau mau masuk tarekat. Ini patut mendapat perhatian. Menurut saya, kita tidak layak memberi penilaian pada orang lain, terutama dalam hal ibadahnya. Apalagi Anda mau mempersalahkan sebuah tarekat tertentu dengan alasan melihat adanya kesalahan dari seorang pengikutnya.


Anda harus ingat, seorang pengamal tarekat adalah orang biasa. Ia sedang berusaha mengamalkan tarekatnya. Ia manusia biasa, bukan nabi, sehingga pantas kalau masih ada kurang-lebihnya. Tetapi bukan lantas dijadikan pembenaran untuk menyalahkan tarekat tertentu. Menyinggung pertanyaan Anda, patut ketahui, seorang pengikut tarekat membaca wirid, seperti ajaran yang diberikan oleh tarekatnya, adalah keharusan. Ia tidak memiliki satu alasan pun untuk meninggalkan. Hal itu sudah dipahami benar oleh pengikut tarekat sejak ia melaksanakan pembaiatan.


Pertanyaan Anda tentang hukum seseorang yang mengabaikan wiridnya? Jelas, ia telah berbuat tidak patuh pada gurunya. Seorang murid yang tidak patuh, suatu saat ia akan melahirkan perbuatan yang tidak terpuji. Tidak tertutup kemungkinan melanggar larangan Allah. Yang akan menerima akibatnya adalah dirinya sendiri. Baik itu masalah di dunia maupun di akhirat kelak. Penganut tarekat harus istiqamah dalam membaca wirid-wiridnya. Tetapi tarekat tidak mengajarkan mengejar sunnah dengan meninggalkan kewajiban, justru sangat teguh memegang syariat. Sehingga tidak bisa dikaitkan dengan takut terkena sanksi. Para ahli tarekat berpendapat, wirid dan pendekatan diri kepada Allah adalah bagian dari kehidupan. Dan pelakunya akan mendapatkan kenikmatan tersendiri. Meski bagi orang lain bisa menimbulkan penafsiran yang berlainan.


Untuk pertanyaan terakhir, saya ingin mengingatkan, sebenarnya tidak ada seorang ahli tarekat pun yang membenarkan menunda waktu shalat. Bagaimanapun seorang muslim harus berusaha mendirikan tepat pada waktunya. Ini penting dan harus dipegang kuat. Shalat bukan bagian dari wirid, tetapi sebaliknya wirid adalah bagian dari shalat. Masalah shalatnya itu, ia tetap harus mendirikannya. Karena itu adalah kewajiban. Sedangkan wiridnya masih bisa diqadha, ditunda. Tinggal bagaimana mengatur waktu untuk meng-qadha-nya. Tarekat bukan untuk mempersulit beribadah.
Posted by QuranSains at 2:48 AM
Kitab Kuning dan Belajar Dengan Setan

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Saya dulu pernah mondok dan belajar berbagai kitab. Antara lain, kitab Safinah An-Najah, Jurumiyah, dan Tijan Dhurari. Namun akhirnya saya keluar dan melanjutkan ke sekolah umum.


Sekarang ini saya selalu membeli buku-buku atau kitab-kitab terjemahan dengan syarah atau penjelasannya, tanpa guru pembimbing. Apakah saya bisa mendapatkan ilmu tersebut secara manqul (mendapatkannya secara langsung), dan benarkah anggapan bahwa mendapatkan ilmu tersebut secara tidak manqul berarti berguru dengan setan? Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Pendi

Jawaban:

Waalaikumsalam Warahmatullahi wabarakatuh. Kita harus selalu ingat, ilmu agama sangat diperlukan dalam memperkukuh keimanan atau ideologi dan akidah. Al-Qur'an, sebagai salah satu pegangan dalam beragama, memiliki kandungan ilmu pengetahuan yang sangat besar. Maka, barang siapa belajar tentang ilmu pengetahuan apa pun, berarti ia mempelajari sebagian ilmu Al-Qur'an.


Tidak ada garis pemisah antara ilmu pengetahuan agama dan ilmu pengetahuan umum. Sekali lagi saya tegaskan, ilmu pengetahuan umum itu pun juga merupakan bagian dari isi Al-Qur'an. Apalagi bila yang dipelajari adalah ilmu agama, harus lebih diutamakan, karena terkait dengan masalah iman, dan yang jelas akan dibawa sampai akhir zaman.


Ilmu pengetahuan itu bagian dari penjabaran yang ada di dalam Al-Qur'an. Contohnya, ilmu yang mengajarkan farmasi. Ini penting untuk memberikan masukan kepada seseorang akan kadar dan dosis vitamin yang diperlukan. Walaupun orang minum vitamin itu efek sampingnya kecil, andaikan tanpa resep pun tidak membahayakan, lebih baik menggunakan resep. Sebab kita jadi akan tahu persis kekurangan yang ada dalam tubuh kita sendiri. Atau vitamin apa sebenarnya yang diperlukan untuk masing-masing individu itu sendiri. Mungkin ada orang yang kekurangan vitamin C, vitamin A, dan sebagainya. Dari ahlinya itu, kita akan mendapat vitamin yang tepat, sesuai kekurangan yang ada dalam tubuh kita.


Kembali pada ilmu agama. Kalau kita pelajari kitab-kitab, seperti yang disebutkan tadi, apalagi Al-Qur'an dan Hadist, kita sangat memerlukan ahlinya, untuk bisa mencarikan pemahaman Al-Qur'an dan Hadist itu. Jika kita belajar kitab tanpa guru, terkadang akal sendiri kurang mampu, sehingga akan mudah dimasuki setan. Karena, sering akal kita mengalami keterbatasan dan tidak bisa melakukan pemikiran yang lebih jernih dalam memahami ilmu agama, tanpa seorang guru.
Posted by QuranSains at 2:48 AM
Amalan Wirid Untuk Depresi

Assalamualaikum Warahmatullahi wabarakatuh. Saya alumnus pondok pesantren di Pulau Jawa. Saya menderita depresi atau gangguan jiwa. Tepatnya sejak kenaikan kelas atau ujian di pondok pesantren di mana saya tinggal sebelumnya. Karena itu saya berhenti dari proses belajar di pondok pesantren itu.


Akibatnya, sampai saat ini saya masih dalam proses penyembuhan lewat cara minum obat secara rutin dari dokter. Proses penyembuhan lewat minum obat sudah berlangsung kurang lebih tiga tahun. Bisakah kiranya penyakit saya sembuh lewat amalan doa atau wirid? Jika ada amalannya, apakah yang harus saya amalkan atau wiridkan, guna mempercepat proses penyembuhan. Mohon kiranya mengijazahkan kepada saya amalan tersebut. Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Zainul Arifin

Jawaban:

Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Pertama, harus diyakini, tidak ada satu penyakit pun yang tidak bisa disembuhkan, kecuali mati. Semua penyakit ada obatnya. Hanya terkadang belum kita temukan. Untuk doa, setiap habis shalat lima waktu, Anda bisa membaca Surah Al-Insyirah (Alam Nasyrah) sebanyak tiga kali. Sedangkan kalau malam, Saudara bisa membaca surah tersebut sebanyak 27 kali. Dan berusahalah agar tidak mengingat-ingat masa lalu, khususnya masa saat kegagalan itu terjadi.


Jadikanlah kegagalan itu emas. Artinya, kegagalan itu harus dijadikan cambuk untuk maju, bukan malah mundur. Jangan sekali-kali menyesali kegagalan. Dengan adanya kegagalan, kita harus berinstropeksi atas kekurangan yang ada pada kita, untuk maju ke depan lebih baik.


Selanjutnya kita juga harus menyadari, apa pun alasannya, manusia itu tempat kelemahan. "Kesempurnaan", baru didapat setelah kekurangan. Kekurangan adalah sarana untuk nnencapai kesempurnaan. Kembalikanlah segala persoalan kepada Allah (Swt), mintalah bimbingan, perlindungan, dan petunjuk dari-Nya.
Posted by QuranSains at 2:46 AM
Ratib Al-Hadad dan Simbtu Ad-Durar

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Saya ingin menanyakan masalah Ratib Al-Haddad dan Simtu Ad-Durar. Apakah keduanya itu termasuk dalam amalan tarekat. Bolehkah kami melaksanakan wirid tersebut tanpa seorang mursyid? Demikian pertanyaan saya, semoga berkenan memberikan jawaban. Sebelum dan sesudahnya, kami sampaikan terima kasih. Wassalamualaikum

Imamudin

Jawaban:

Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Saudara Imamudin di Tegal, Simtu Ad-Durar adalah kitab yang meriwayatkan kelahiran Nabi. Di dalamnya terdapat kisah bagaimana kelahiran Nabi (saw) yang agung itu. Sedangkan Ratib Al-Haddad adalah rangkuman bacaan yang menjadi bagian tarekat Alawiyah. Atau rangkaian Hadist Nabi yang diperintahkan untuk dibaca.


Ratib Al-Haddad disusun oleh al-Abdullah bin Alwi al-Haddad. Oleh para pengikutnya, terutama yang mengamalkan, bacaan itu dinamakan Ratib Al-Hadad. Semua kandungan isi yang terdapat di dalamnya tidak terlepas dari Hadist Nabi (saw). Tapi itu bukan tarekat. Posisinya hanya sebagai bagian dari bacaan tarekat. Kalau bacaan itu diamalkan, itu bisa menjadi kegiatan yang memiliki nilai tambah dalam tarekat. Sedangkan Simtu Ad-Durar berisi syair-syair yang bercerita tentang kelahiran, budi pekerti, sifat-sifat dan perjuangan serta riwayat hidup Nabi Allah Muhammad (saw). Kitab ini diciptakan oleh al-Ali bin Muhammad bin Husain al-Habsyi.


Baik Ratib Al-Haddad maupun Simtu Ad-Durar dapat dibaca dan diamalkan oleh siapa saja. Berbeda dengan tarekat, yang harus melalui talkin atau dibaiat terlebih dahulu. Inilah yang membedakan kedua kitab tersebut dengan tarekat. Demikian, semoga Anda semakin bersemangat dalam mengamalkannya.
Posted by QuranSains at 2:45 AM
Penyesalan Atas Kemusrikan

Assalamualaikum Warahmatullahi wabarakatuh. Saya ingin bimbingan dan nasihatnya. Saya seorang wanita muslim dari keluarga yang alhamdulillah cukup taat. Kedua orangtua saya selalu mendidik kami menjadi muslim, untuk selalu menegakkan shalat dan meneladani Rasulullah (saw).


Setelah menginjak dewasa, saya merasa, ada pergulatan batin. Saya berusaha menjaga hati dan akidah ketauhidan. Namun saya pernah salah ucap mengenai keimanan yang secara tidak sengaja menyentuh kemusyrikan. Saya merasa terpukul dan sangat menyesal atas perbuatan itu, saya merasa amat bersalah karenanya.


Maka saya sering mengucapkan kalimah Syahadatain dan istigfar. Namun, hal itu masih membuat hati saya tersiksa, khususnya tatkala teringat kejadian tersebut. Seakan-akan saya merasa tertekan karena diteror. Apakah saya ini masih tetap sebagai seorang muslimah atau bukan di hadapan Allah (Swt)? Saya mohon bimbingan. Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Ferozah

Jawaban:

Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Saya salut pada Ibu Ferozah, yang menyesali perbuatan di masa lalu, dan sering membaca kalimah syahadat dan istigfar, agar kejadian itu tidak terulang lagi. Walau demikian, penyesalan itu tidak harus selama-lamanya. Lebih baik dijadikan pelajaran, supaya tidak terulang kembali. Kalau penyesalan itu berlarut-larut, nanti akan berakibat pada penyiksaan diri sendiri yang tidak berujung.


Menyesallah karena kebodohan kita kala itu. Ya, semua itu semata-mata karena kekurangan dan kebodohan kita. Karena itu, kita semua harus selalu merasa perlu menambah pengetahuan dan wawasan, khususnya ilmu agama.


Jadikanlah pengetahuan itu sebagai bekal menuju hari esok. Dan perbuatan yang lalu adalah cambuk untuk bangkit, berjuang dari kebodohan menuju penguasaan pengetahuan. Selanjutnya, dari pengetahuan menjadi pengertian, dan dari pengertian menjadi kesadaran untuk meningkatkan kepribadian kita guna memenuhi kewajiban seorang hamba kepada Tuhan-nya.
Posted by QuranSains at 2:44 AM
Benarkah Tarekat Itu Bid'ah?

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Saya pernah membaca buku yang menyatakan sesatnya tarekat dan mengharamkan membaca sholawat. Saya bingung, bagaimana mungkin sebuah komunitas zikir disebut sesat. Alasannya, tak ada tuntunan Rasulullah. Saya semakin bingung lagi. Pertanyaan saya, begitu sempitkah ajaran Islam itu sehingga semuanya harus mengikuti Rasulullah? Menurut saya, tarekat juga membaca wirid yang diajarkan Rasulullah. Dan menurut sebuah hadist, Allah swt dan malaikat pun bersholawat kepada Rasulullah saw. Hanya karena dikelompokkan dan kemudian berzikir secara bersamaan dalam sebuah kelompok disebut sesat dan bid'ah? Mohon penjelasan, apa batasan bid'ah itu? Apakah juga untuk semua hal, termasuk wirid secara bersama-sama? Terima kasih. Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Jabir Ibnu Hayyan

Jawaban:

Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Islam adalah agama yang universal. Ini dapat dibuktikan dengan keuniversalan Al-Qur'an. Orang yang mempelajari Al-Qur'an atas dasar keuniversalannya justru akan selalu melihat bahwa manusia perlu dimodernisasikan. Untuk itu paling tidak diperlukan dan dibekali ilmu yang cukup dalam mempelajari Al-Qur'an.


Islam itu luwes. Sebab kejadian yang tidak terjadi di zaman Rasulullah bisa saja terjadi di zaman para sahabat. Demikian pula, kejadian yang tidak terjadi di zaman sahabat, bisa terjadi di zaman tabi'in yaitu orang-orang yang hidup pada generasi setelah para sahabat Nabi (saw), dan begitupun seterusnya.


Mestinya para ulama itu dapat memberikan jawaban sesuai dengan generasinya karena adanya sebuah perkembangan zaman. Namun itu bukan berarti bahwa Al-Qur'an tidak bisa menjawab persoalan. Al-Qur'an siap menjawab persoalan sepanjang masa. Tapi siapakah yang sanggup memberi penjelasan jika tanpa dibekali ilmu Al-Qur'an yang cukup.


Misalnya saja, pada zaman Rasulullah, pencangkokan mata, ginjal dan sebagainya belum terjadi. Namun, kemungkinan ilmu-ilmu untuk mencangkok sudah ada. Tapi peristiwa itu secara syariat di zaman Rasul belum ada. Mungkin saja terjadi di suatu zaman, contohnya ada seseorang memerlukan kornea mata, dan ahli medis siap untuk melakukannya sebagai sebuah ikhtiar. Untuk orang yang bersangkutan, apakah ini tidak dibenarkan?


Untuk masalah zikir, siapa yang bilang tidak ada ajaran tentang zikir dari Rasulullah. Misalnya, satu Hadist Qudsi -Hadist yang diyakini sebagai firman Allah, bukan ucapan Nabi (saw)- menyebutkan, diriwayatkan oleh Imam Ali Ridha, "Kalimat La ilaha Illallah itu benteng-Ku. Barang siapa mengucapkan kalimat La ilaha Illallah berarti orang itu masuk ke dalam pengayoman-Ku (dalam benteng-Ku). Dan barang siapa yang masuk ke dalam benteng-Ku, berarti amanlah mereka dari siksa-Ku." Apakah ini tidak bisa dianggap sebagai tuntunan?


Selanjutnya, mohon maaf, sebelum Anda ikut-ikutan mengatakan bahwa tarekat itu sesuatu yang bid'ah, ada baiknya Anda mempelajari dulu perihal tarekat. Setelah itu melaksanakan ajaran dalam tarekat tersebut dalam kehidupan Anda sehari-hari. Jadi bukan hanya bersumberkan pada pertanyaan tadi. Lebih dari itu, melaksanakan tarekat sesuai ajaran dan kaidah yang ada dalam tarekat. Nanti Anda akan langsung mengetahui, termasuk siapa ulama-ulama itu, tepat atau tidak bila seorang ulama itu telah mengatakannya sebagai bid'ah. Apakah sejauh itu prasangka kita pada ulama-ulama? Seolah-olah ulama-ulama itu tidak mengerti dosa, dan hanya kita sendiri yang mengerti bid'ah?


Harap diingat, melihat figur jangan sampai dijadikan ukuran. Sebab sebuah figur belum merupakan orang yang alim. Makanya syarat orang yang mengikuti tarekat itu, haruslah mengetahui arkan al-iman (rukun iman) dan Islam. Mengetahui batalnya shalat, rukun shalat, rukun wudhu, batalnya wudhu, dan sebagainya. Juga mengetahui sifat-sifat Allah yang wajib dan yang jaiz, juga tahu sifat para rasul, membedakan barang halal dan haram.


Setelah itu baru dipersilahkan mengikuti tarekat. Itulah dasar kita masuk tarekat. Bukan suatu yang bersifat ikut-ikutan. Sedangkan orang yang masuk terkadang tertarik oleh sebuah ritus, termasuk mendekatkan diri pada ulama. Tetapi di dalam dirinya masih ada banyak kekurangan, sehingga apa yang sebenarnya bukan merupakan ajaran sebuah tarekat, terpaksa dilakukan. Seperti, kita menjalankan tarekatnya namun justru meninggalkan yang wajib. Sekali lagi harus diingat, tarekat adalah buah shalat. Bukan sebaliknya.

HAKIKAT UMUM - QURAN-ET SAINS 13

# Cara mempelajari Thoriqoh
# Beda Ilmu Hikmah dan Ilmu Tasawuf
# Benarkah Tasawwuf Hanya Amalan Wali?
# Bisakah Menghapus Dosa Dengan Dzikir?
# Bagaimana Caranya Masuk Thoriqoh?
# Tarekat Bukan Wirid Yang Aneh
# Mendapat Ilmu Hikmah Melalui Guru

Cara mempelajari Thoriqoh

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Saya tertarik untuk mempelajari tarekat. Adakah buku atau majalah yang bisa menjadi panduan untuk mempelajari tarekat, seperti tarekat Naqsabandiyah, tarekat Khalidiyah, tarekat Qodiriyah, terutama buku tentang tarekat Sadziliyah. Atas jawaban pengasuh, saya sampaikan terima kasih. Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh.

Abriman

Jawaban:

Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Buku-buku tarekat benyak sekali. Namun, maaf saja, di dalamnya masih terdapat banyak kelemahan. Antara lain, jumlah karya terjemahannya yang masih terbatas. Saya berusaha menerjemahkan kitab-kitab terekat itu. Baik dari tarekat Naqshabandiyyah, Qadariyyah, Sadzaliyyah, Khalidiyyah, Sattariyyah, Tijaniyyah, Khalwatiyyah, Idrisiyyah, maupun yang lainnya. Hingga saat ini, masih banyak kitab yang belum sempat diterjemahkan. Bahkan yang sudah diterjemahkan pun jumlahnya masih relatif sedikit. Saudara Abriman, cobalah nanti baca kitab yang namanya Mafatih Al-Aliyah yang sekarang ini tengah kami terjemahkan. Selain itu ada lagi buku Manaqib Thariqah Sadziliyah. Minimal itu dulu barangkali yang bisa dipelajari.


Tarekat Sadziliyah itu sebenarnya mudah dan tidak sulit untuk dipelajari. Ada dua syarat di antaranya, yaitu belajar dan mengajar. Suluk orang-orang Sadziliyah juga hanya dua yaitu mengajar dan belajar. Yang mampu harus mengajar dan yang tidak mampu harus belajar. Itu sudah menjadi syarat utama. Mengaji, belajar, dan seterusnya. Di samping itu dituntut juga pengamalan. Jadi yang namanya belajar tidak pernah berhenti bagi penganut tarekat. Dan mengajar pun tidak pernah berhenti. Bagi penganut seluruh tarekat, pada hakikatnya seperti itu.
Posted by QuranSains at 4:43 PM
Beda Ilmu Hikmah dan Ilmu Tasawuf
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Ada pandangan yang berkembang bahwa ilmu hikmah sama dengan ilmu tasawuf. Seolah orang yang memiliki kelebihan supranatural, identik dengan seorang sufi. Saya jadi bingung. Sebenarnya apakah persamaan dan perbedaannya? Apakah karamah itu ada kaitannya dengan ilmu hikmah? Atas jawabannya, saya sampaikan terima kasih. Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

H.M. Syamsi Wafa Jin.

Jawaban:

Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Ilmu tasawuf dan ilmu hikmah memiliki perbedaan yang jauh, sehingga jangan sekali-kali mencoba untuk mempersamakannya. Ilmu tasawuf itu erat kaitannya dengan ilmu tarekat dan ilmu syariat. Keduanya tidak bisa dipisahkan. Mempelajari tasawuf tanpa syariat itu jelas tidak dibenarkan.

Untuk mempelajari tasawuf, harus mempelajari ilmu syariat dulu. Syariat sudah mengatur dan menjadi dasar. Kalau dipelihara dengan baik akan berbuah tarekat. Pakaian di antara tarekat tersebut adalah tasawuf. Ia mengatur bagaimana menjaga perbuatan, iman, amal dan Islam. Yaitu untuk mengantisipasi datangnya penyakit penyebab rusaknya amal, itulah yang disebut tasawuf. Maka itu inti tasawuf adalah akhlak dan adab atau sopan santun.

Ada orang yang diberi kelebihan oleh Allah (Swt) berupa ahlak dan adab. Ia memiliki kemampuan weruh sak durunge winarah, atau waskita, yaitu tahu sebelum kejadian. Bagi orang yang tahu, tidak akan berani berbicara sembarangan. Ia merasa malu kepada Allah karena mendahului kehendakNya.

Orang yang mencapai tingkatan tasawuf yang berakhlak dan beradab, akan mempergunakan tasawuf untuk menjaga diri dari perbuatan yang tidak menguntungkan. Seperti bagaimana membersihkan riya, atau bagaimana cara membawa wudhu yang maknannya bukan sekadar untuk menjalankan shalat tapi di luar shalat. Tapi bisakah wudhu itu, setelah menyucikan secara lahiriah, juga membuat suci batin. Ini hakikat wudhu dalam dunia tasawuf.

Sedangkan ilmu hikmah berbeda. Ilmu hikmah, asal dia mengetahui ilmu tauhid itu sudah cukup. Yaitu mempelajari fatwa ulama khususnya dan Baginda Nabi Muhammad (saw). Ulama yang mengetahui rahasia ayat, doa dan sebagainya sehingga bisa mengobati orang, berani tirakatnya, harus puasa sekian kali dan sebagainya, siapa pun asal siap mentalnya, bisa mempelajari ilmu hikmah itu. Untuk memberi pengobatan atau pertolongan itu, dengan jalur ilmu hikmah. Seperti supaya dagangannya laris, dan sebagainya, itu bisa dicapai oleh siapa pun. Ia mengetahui, membaca ini atau itu, bisa dipakai untuk jimat. Kalau ditaruh di toko, Allah (Swt) akan membukakan rezeki yang lebih banyak, dan orang yang membeli juga banyak sebab ada doa yang mengandung pengabulan hajat tersebut. Itulah ilmu hikmah, yang terkait dengan rahasia ilmu Al-Qur'an untuk dimanfaatkan manusia.

Bisa saja ilmu hikmah terkait dengan karomah. Tapi sebenarnya karamah itu dikhususkan bagi waliyullah atas kedekatan seseorang di sisi Allah dan Rasul-Nya. Sekali lagi saya tekankan, karamah bukan tujuan para wali. Tapi Allah (Swt) memberikannya. Jadi, mau diberi karamah apa pun, kalau Allah (Swt) memberi, sekalipun tidak masuk akal bagi manusia, itu sangat mungkin terjadi. Karena Allah (Swt) tidak pernah terikat oleh akal manusia. Para wali mempergunakan karomahnya bila terdesak. Sekalipun mampu, namun karena malu, mereka tidak sembarangan menggunakan. Apalagi karena itu bukan tujuan. Mereka tidak membangga-banggakan karomahnya. Sewaktu-waktu bila terdesak dan sangat diperlukan, baru itu akan keluar.

Orang yang menjalankan ilmu hikmah diberikan karomah karena karomahnya ayat-ayat Allah (Swt), yaitu yang memiliki kandungan asrar (rahasia) luar biasa. Karena itu Allah (Swt) menurunkan karomah. Tapi hakikatnya bukan karomah si pelaku ilmu hikmah, melainkan karena pribadinya bertawasul kemudian mendapat karomah dari ayat-ayat tersebut. Sedangkan para wali tidak. Karomah yang mereka miliki langsung dari Allah (Swt), yang disebabkan karena penghambaannya kepada Allah. Itu perbedaannya.
Posted by QuranSains at 4:36 PM
Benarkah Tasawwuf Hanya Amalan Wali?
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Saya bersyukur dapat berdialog karena dapat mengobati kerinduan saya sebagai pengamal tarekat Junaidi al-Bagdadi.

Di daerah saya ada penceramah yang mengatakan, shalat, puasa, zikir, shalawat dan lain-lain adalah tarekat atau jalan mendekat kepada Allah. Seolah kita tidak perlu mengambil salah satu tarekat yang muktabarah seperti yang kita kenal. Benarkah demikian? Beberapa penceramah pernah juga mengatakan, kita sebenarnya cukup belajar ilmu fikih. Karena amalan tarekat atau ilmu tasawuf adalah amalan wali. Sedangkan kita orang awam, bukan wali. Karena itu kami memohon petunjuk.

Lalu apa hukumnya bertarekat? Apa beda antara tarekat yang berbaiat dan amalan yang diambil dari kitab atau buku tanpa baiat? Apakah boleh mengamalkan tarekat lebih dari satu? Atas jawaban, kami ucapkan terima kasih. Wassalamualaikum Warahmatullahi wabarakatuh.

Saleh

Jawaban:

Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Semoga Ananda dan keluarga dilindungi Allah (Swt). Perlu Ananda ketahui, tarekat itu sangat luas. Saya tekankan, tarekat tidak bisa dilepaskan dengan syariat. Shalat, zakat dan haji adalah syariat Allah. Dalam tarekat itu disebut menjalankan syariat Allah. Yang dimaksud di sini adalah thariqat al-ihsan atau tarekat yang mengajarkan jalan kebajikan. Jangan salah membedakan syariat dan tarekat. Suatu hari, bertanya Sayyidina Ali kepada Baginda Nabi, "Ya Rasulullah, ajari kami jalan terbaik untuk mendekatkan diri kepada Allah." Kata Rasulullah, "Bersembah sujudlah kepada Allah seolah-olah engkau melihat Allah. Bila tidak mampu melihat, merasalah dilihat dan didengar oleh Yang Mahakuasa." Sekarang, mampukah kita menumbuhkan perasaan yang demikian di hati kita?

Saya tidak mau mengatakan orang lain, tapi saya katakan diri saya sendiri. Saya itu kalau membaca takbiratul ihram pada waktu itu saja ingat sedang berhadapan dengan Allah, tapi setelah membaca Iftitah atau surah Al-Fatihah, terkadang hati dan pikiran terbang melayang. Tidak merasa bahwa kita sedang dilihat dan didengar oleh Allah (Swt).

Menurut syariat, shalat seperti itu sudah sah. Sebab syariat hanya mengatur batal atau tidaknya berwudhu, sah atau tidaknya pakaian yang dikenakan. Itu cukup memenuhi syariat. Sedangkan tarekat tidak. Tarekat mengatur bagaimana hati kita pada waktu menghadap Allah, harus bersih dari yang lain. Sehingga merasa betul-betul bersih untuk bersembah sujud. Mampukah kita waktu sujud itu merasa sebagai hamba yang fakir? "Tiada yang wajib aku sembah melainkan Engkau." Dan waktu bersembah sujud kita merasakan kekurangan yang ada pada diri kita. Nah, itulah tarekat. Itulah yang dimaksud ihsan. Sehingga Sayidina Ali diajarkan Baginda Nabi, pada waktu menanyakan cara mendekat kepada Allah. Rasulullah bersabda, "Pejamkan matamu, duduk yang baik dengan bersila." Lalu ia ditalkin oleh Baginda Nabi, "La ilaha illallah, la ilaha illallah, la ilaha illallah, Muhammadur-rasulullah." Dari situ lahirlah ijazah zikir, seperti yang diajarkan Nabi.

Jika menjalankan ilmu syariat saja sudah dianggap cukup, mana mungkin Rasulullah mengajarkan hal itu pada Sayidina Ali? Padahal kita tahu siapa sebenarnya Sayidina Ali maupun sahabat yang lain. Jadi harus dipisah, mana yang merupakan syariat dan mana yang merupakan tarekat. Jadi berwudhu yang hanya sampai sebatas berwudhu—seperti menjaga agar tidak keluar angin dari belakang, tidak bersentuhan selain muhrimnya—itu baru dianggap memenuhi syarat saja.

Tarekat tidak. Anda dituntut menggunakan wudhu, bukan sekadar untuk mendirikan shalat. Tapi bagaimanakah akhlak orang yang berwudhu. Ketika kita sedang mengambil wudhu itu ada akhlaknya, ada adabnya. Bisakah wudhu membuat kita malu kepada Allah bila bermaksiat. Sedangkan tidak wudhu saja kita malu bermaksiat, apalagi menggunakan air wudhu. Selanjutnya, yang dimaksud dengan al-Muktabarah adalah tarekat yang asalnya dari Baginda Rasulullah (saw).

Ada jalurnya, ada sanad atau silsilahnya. Ada mata rantainya, yang kesemua berasal dari Baginda Nabi, sahabat, lalu kepada para wali.

Untuk pertanyaan yang terkait dengan ilmu fikih, harus diketahui bahwa ilmu fikih harus dipelajari oleh orang yang mau belajar ilmu tasawuf. Mereka ini hendaklah belajar ilmu syariat dulu dengan matang. Setelah itu baru melangkah ke dunia tarekat, terus tasawufnya. Tarekat tasawuf dan tarekat zikir itu berbeda. Kita harus mencapai tarekat zikir agar meraih ihsan. Karena tarekat tasawuf memerlukan orang yang alim betul dan cukup ilmunya. Kalau kita tidak mampu memahami dunia tasawuf, akibatnya bisa menyimpang. Terutama untuk memahami perkataan orang yang dekat kepada Allah. Mereka ini kerap memakai bahasa yang tinggi, yang sukar dicapai.

Tarekat akan menuntun kita memahami ihsan. Dari sinilah kita belajar ilmu tarekat. Dan tidak harus mengatakan bahwa ilmu tarekat adalah ilmu para wali. Itu tarekat tasawuf, jadi tasawufnya dahulu. Kita harus mencapai ihsan-nya dahulu.

Agar tidak tergolong sebagai manusia yang lalai kepada Allah (Swt), termasuk untuk menyambung hubungan antara shalat Subuh dan shalat Zuhur, shalat Zuhur dan shalat Asar, shalat Asar dan shalat Magrib, Magrib dan Isya, kita harus bertanya, di tengah-tengah antara shalat-shalat itu ada apa, kita harus berbuat apa? Perbuatan kita itulah yang mengindikasikan apakah kita tergolong lalai atau tidak. Nah, tarekat berperan di situ. Yaitu, agar ada keterkaitan, misalnya antara Subuh dan Zuhur, lalu menerapkannya pada realitas perbuatan kita dengan sesama. Jangan sampai kita hanya merasa dilihat dan didengar oleh Allah saat mengucap takbiratul ihram.

Kalau Anda bertanya apa hukum bertarekat, jawabannya ada dua. Pertama, kalau bertarekat dengan dasar supaya banyak berzikir, itu sunnah. Tapi kalau dasarnya untuk menjauhkan hati dari sifat yang tidak terpuji, seperti lalai kepada Allah hingga menimbulkan takabur, sombong, hasut dan dengki, dalam hal ini hukumnya wajib.

Yang dimaksud dengan baiat dalam tarekat adalah mengambil janji. Sebagaimana sahabat mengambil janji terhadap Nabi (saw). Yaitu janji meninggalkan perbuatan dosa besar, dan mengurangi dosa kecil. Mengapa kita mengurangi dosa kecil? Karena dosa kecil bermula dari kelalaian dan menganggap enteng. Sehingga disebut mengurangi, supaya kita betul-betul tidak lalai, walaupun sekecil apa pun. Kedua, janji taat kepada Allah dan Rasul-Nya, para wali dan para ulama, menaati Al-Qur'an dan Hadist, menaati negara dan pemerintahan. Ini yang disebut baiat. Baik antara pribadi dan Tuhannya, maupun pribadi dan Rasul-Nya.

Mengamalkan serangkaian wirid sebaiknya yang sudah diijazahkan, tidak secara ikhbar atau pemberitaan. Apalagi tidak melalui talkin (pengajaran langsung) dan baiat, dan tidak melalui seorang guru yang jelas. Sedangkan suatu ijazah, doa, ataupun membaca kitab tanpa seorang guru, terkadang akan salah memaknainya, termasuk tujuan yang ada di dalam kitab. Karena kita hanya memahami secara otodidak, sebatas kemampuan sendiri. Maka sebaiknya melalui seoarng guru.

Kalau dasarnya ada kemampuan, mengamalkan dua tarekat sekaligus dipersilakan saja. Kalau tidak, sebaiknya hanya satu saja, karena itu lebih baik. Sebab tarekat mempunyai madad (pertolongan) dan asrar (rahasia) yang berbeda. Dikhawatirkan, dua magnet yang berbeda ini menimbulkan ketidakstabilan. Itulah maksud para ulama melarang menduakan tarekat. Di sinilah masalahnya. Semoga Anda puas.
Posted by QuranSains at 4:32 PM
Bisakah Menghapus Dosa Dengan Dzikir?
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Sering kita membaca sejarah para wali dalam kisah hidupnya sebelum menjadi wali. Ada di antaranya yang melakukan dosa besar, baik kepada Allah maupun sesama manusia. Singkat kata, akhirnya mereka bertobat. Tobat inilah yang menjadi akar permasalahannya. Sebab, walaupun sudah bertobat secara total, dimungkinkan masih terdapat sisa dosa kepada sesama manusia, yang belum semuanya termaafkan, mengingat besarnya dosa yang telah dilakukan. Apakah Allah dengan sifat ar-Rahman dan ar-Rahim-Nya akan mengangkat seseorang menjadi kekasih-Nya (wali) walaupun masih memiliki dosa dan noda yang belum seratus persen bersih?

Selanjutnya, apakah hal itu merupakan makna dan tafsir dari Hadist, "Likulli sya'in istiqalah wa stiqalatul-galbi bidzikrillah", yang artinya, "Setiap noda pasti ada alat untuk menghapusnya. Adapun alat untuk menghapus noda hati adalah seringnya melakukan zikir kepada Allah (Swt)." Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Achmad Fatich

Jawaban:

Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Masalah dosa, itu mutlak hak Allah, bukan hak kita. Kalau Allah (Swt) sudah memilihnya dan mengangkatnya, otomatis dosa itu akan lebur dengan sendirinya. Dan Dia, yang serba Maha dalam segala sifat-Nya, jelas lebih tahu kedudukan hamba yang akan diangkat-Nya. Jadi tidak perlu dipersoalkan. Kalau Allah mau mengangkat, apa sih beratnya mengampuni? Allah (Swt) itu sangat mudah untuk mengampuni, bukan seperti kita.

Mengenai pendapat Anda seputar zikir para wali, itu betul. Semua wali walaupun sudah tidak ada dosanya, tetap berzikir kepada Allah. Yang namanya zikir itu memiliki fungsi, pertama, menghapus dosa. Kedua, menghapus sifat-sifat yang tidak baik dan tidak terpuji, yang terdapat di dalam hati. Dan yang ketiga, memoles hati yang sudah bersih, biar lebih bersih, sehingga keluar sinar bintangnya. Itu terus berlangsung dan dilakukan agar sinar bintang itu bertambah mekar dan selalu terjaga. Demikian, semoga Anda memahami.
Posted by QuranSains at 4:29 PM
Bagaimana Caranya Masuk Thoriqoh?
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Saya tertarik dengan sufisme. Kehidupan modern yang congkak ini membuat manusia telah menjadi robot. Karena itu, untuk melipur diri, saya upayakan untuk belajar tasawuf. Tapi, bagaimana mungkin belajar tanpa guru. Sebab, saya pernah mendengar Hadist Rasululah (saw): "Barangsiapa belajar agama tanpa seorang guru, maka yang menjadi gurunya adalah setan." Dalam hal ini saya ingin mempelajari tarekat dan kalau perlu saya ingin masuk tarekat. Apa sebenarnya tarekat itu, bagaimana cara terlibat di dalamnya, dan di manakah saya bisa menghubunginya? Atas bantuannya saya ucapkan terima kasih.

Muhammad Ali Nu'man

Jawaban:

Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Ketertarikan Anda pada dunia tasawuf adalah hal yang wajar pada akhir-akhir ini. Tren sufisme kini telah menjadi warna di kota-kota besar di beberapa negara. Tarekat sendiri merupakan organisasi sufisme berdasarkan beberapa aliran. Wirid tarekat itu sama yaitu La ilaha Wallah dan Ya Allah yang dibaca dalam jumlah dan waktu tertentu. Jika tertarik pada tarekat atau perkumpulan zikir tertentu, Anda memang harus bisa melihat seperti apakah tarekatnya dan siapakah yang memimpinnya. Walapun pada zikir-zikir itu dibaca zikir ma'tsur (yang datang dari Rasulullah) namun bisa saja terjadi "penyelewengan" atau "penyimpangan" sehingga keluar dari jalur yang benar.

Pada tarekat, pertama kali yang perlu Anda perhatikan pertama adalah alirannya. Misalnya, Tarekat Naqshabandiyyah, Tarekat Qadiriyyah, Tarekat Syadziliyyah, Tarekat Syattariyyah, dan lain sebagainya. Menurut data yang ada pada Jam'iyyah Ahli Thariqah al-Mutabarah an-Nandhiyyah (perkumpulan ahli tarekat muktabar Indonesia), jumlah tarekat yang muktabar (diakui) itu ada sekitar tujuh puluh tarekat. Penegasan muktabar atau tidaknya sebuah tarekat, tentu melalui suatu penelitian. Pertama dari ajarannya. Adakah dari ajaran itu yang menyimpang dari ajaran Islam. Kedua, dari ketentuan wiridnya, tergolong ma'tsur atau tidak. Ketiga, memiliki silsilah (mata rantai) guru yang jelas hingga pada pendiri tarekatnya.

Selanjutnya, jika tarekat itu muktabar, maka Anda bisa mendatangi dan melihat gurunya. Guru tarekat yang merupakan guru ruhani itu haruslah orang yang mengerti agama. Jika tidak mengerti, maka bisa diragukan kapasitas keguruannya. Sebab, bagaimana ia memimpin sebuah organisasi ritual dan keruhanian sementara ia tidak mengerti agama? Sebab seseorang yang telah menapak jalur tarekat haruslah sudah sempurna syariatnya. Ia telah menjalani semua kewajiban agama bahkan termasuk shalat sunnahnya. Hal ini juga terkait dengan akhlak sang guru. Seseorang dianggap mengerti agama minimal bisa dilihat dari bacaan Al-Qur’annya. Sebab seorang ulama diukur pertama kalinya dari pemenuhan syarat menjadi imam shalat yang antara lain dari kefasihannya membaca Al-Qur'an.

Dari sini Anda bisa mempertanyakan syarat yang diperlukan untuk menjadi pengikut tarekat. Jika terlalu memberatkan Anda, maka tak perlu masuk. Carilah tarekat yang ringan dan tidak memberatkan. Sebab, dalam agama itu dikenal Hadist yang bunyinya: "Yassir wala tu'assir" atau artinya "Permudah dan jangan dipersulit".

Bisa saja Anda berlaku sufi tanpa harus masuk tarekat. Tapi, bagaimanapun harus melalui guru seperti yang kami sebut di atas tadi. Juga bisa dikaji beberapa buku tentang sufisme, yang sekali lagi harus dimengerti melalui seorang guru. Sebab, pada pemikiran sufisme juga terpantul pemikiran falsafah yang bisa membingungkan orang awam jika tidak dipandu oleh seorang guru yang benar. Sebab, seperti kata Syaikh Ruslan dalam Az-Zubad: "Barangsiapa mengamalkan sesuatu tanpa mengerti ilmunya, maka amalnya itu akan ditolak oleh Allah."
Posted by QuranSains at 3:13 AM
Tarekat Bukan Wirid Yang Aneh

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Saya ingin menyampaikan beberapa permasalahan. Pertama, sebagaimana dalam pelajaran tarekat, niat mengamalkan wiridnya adalah mencari keridhaan Allah semata, dan bukan lantaran kenikmatan surga atau pedihnya api neraka maupun motif dunia. Ilahi anta maqsudi wa ridhaka matlubi a'tini mahabbataka wa ma'rifataka.


Pertanyaannya, kalau ada orang yang berdoa dengan tujuan dunia, misalnya, agar usahanya lancar, bolehkah mengamalkan wirid tarekat? Saya pernah mendengar keterangan, mengamalkan wirid tarekat niatnya harus mencari ridha-Nya semata, tidak boleh ditujukan untuk urusan duniawi sebab kita rugi lantaran salah niat sehingga pahala amal tarekat tidak teraih. Padahal, meskipun dalam mengerjakan wirid tarekat hanya mengharap ridha-Nya semata, akan tetapi efeknya tetap ada, yaitu masalah duniawi yang dengan sendirinya—tanpa diminta—akan ikut terselesaikan. Benarkah keterangan tersebut?


Pertanyaan selanjutnya, untuk urusan dunia, wirid manakah yang cepat makbul, wirid tarekat atau wirid non tarekat seperti shalawat, Asma Al-Husna, Basmalah, Al-Fatihah, surat Al-Waqi’ah dan sebagainya? Mohon dijelaskan! Terima kasih atas perhatiannya, semoga keterangannya dapat bermanfaat. Amin. Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Supomo

Jawaban:

Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Wirid Tarekat itu sebenarnya bukan wirid yang aneh atau ganjil.


Wirid tarekat sebagian besar adalah kalimat La ilaha illallah atau Allah sebanyak yang ditentukan oleh tarekat itu sendiri. Ada yang mewiridkannya secara sirr (dalam hati/pelan) dan ada pula yang mewiridkannya secara jahr (keras). Jadi, wirid tarekat tidak ada yang baru. Kalaupun ada tambahan, hanya shalawat, Asma Al-Husna, dan pembacaan La hawla wala quwwata illa billah.


Lalu, apakah dengan bertarekat—atau dengan mengamalkan wirid tarekat tertentu—itu tak boleh berdoa untuk meraih harta dan dunia? Kita harus ketahui bahwa meminta dunia—termasuk kekayaan, kesejahteraan—tidak dilarang dalam Islam. Doa Sapu Jagat yang kita kenal, Rabbana atina fid-dunya hasanah wa fil-akhirati hasanah wa qina adzab an-nar, adalah doa yang menginginkan kebahagiaan di dunia dan akhirat. Salah satu bentuk kebahagiaan di dunia adalah memiliki harta yang bisa dimafaatkan secara benar.


Banyak Hadist yang menyatakan agar seseorang selamat dari kemiskinan dan kefakiran. Misalnya, Rasulullah (saw) menganjurkan untuk rajin membaca surah Al-Waqi'ah. Nabi (saw) menjamin bahwa barangsiapa yang kerap membacanya, maka tidak akan jatuh miskin. Hal itu menunjukkan bahwa boleh saja seorang berdoa untuk memohon kekayaan atau lainnya asal dengan cara yang benar. Mendapat kekayaan di jalan yang halal adalah hal yang sangat terpuji. Nabi Sulaiman sendiri tercatat sebagai seorang Nabi yang kaya raya. Meskipun dalam Hadist disebutkan bahwa rentang waktu masuk surga antara para nabi dengan Nabi Sulaiman adalah selama seratus empat puluh tahun masa akhirat yang jauh lebih panjang dari masa hidup di dunia.


Harus diakui, bertarekat adalah dalam upaya mencari ridha dan rahmat Allah. Seorang yang mendapatkan ridha dan rahmat-Nya niscaya akan mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat. Kebahagiaan itu memang tidak senantiasa berbentuk harta berlimpah, karena itu bisa saja berbentuk lainnya seperti anak-anak yang cerdas, yang penurut, yang taat agama, hidup yang sehat, disukai tetangga, isteri yang salehah, pekerjaannya lancar, dan lain sebagainya. Tapi, kita tidak bisa mengingkari kemanusiaan kita yang memiliki nafsu, termasuk nafsu duniawi. Jadi, sah saja jika kita meminta rahmat dan ridha Allah juga terselip permohonan duniawi. Selama yang kita minta adalah hal yang tidak bertentangan dengan agama, yang masih dalam jangkauan ridha dan rahmat Allah, maka hal itu tak menjadi masalah.


Lalu wirid yang terbaik adalah membaca Al-Qur'an. "Barangsiapa ingin berdialog dengan Allah, maka bacalah Al-Qur'an," begitu sabda Rasulullah (saw). Dialog dengan Tuhan adalah wirid yang paling indah. Kemudian, membaca kalimah thayyibah seperti La Ilaha Illallah. Allah menjaminkan surga bagi para pembaca kalimat itu. Lainnya adalah istihgfar, shalawat, tahmid, tasbih, Asma al-Husna, doa-doa matsar dari Rasulullah. Wirid tarekat adalah juga wirid ma’tsur dari Rasulullah.
Posted by QuranSains at 3:09 AM
Mendapat Ilmu Hikmah Melalui Guru

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Saya ingin bertanya, apakah dapat dibenarkan dalam hukum Islam bahwa seseorang belajar ilmu kepada seorang kiai atau ustad yang berbentuk isian atau amalan tertentu. Karena selama ini yang saya dengar ada yang membolehkannya dan ada yang tidak. Atas jawaban Anda, saya ucapkan banyak terima kasih. Semoga amal dan kebaikan kita diterima Allah Swt. Amin. Wassalamualaikum Warahmatullahi wabarakatuh.

Zaenal Arifin

Jawaban:

Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Pada prinsipnya, ilmu agama memang harus diperoleh melalui guru. Ada Hadist yang menyatakan bahwa jika seseorang belajar agama tanpa seorang guru, yang akan menjadi gurunya adalah setan. Karena itu, akan muncul pendapat nyeleneh dari orang yang belajar agama tidak melalui seorang guru. Seseorang tidak boleh menyombongkan diri dengan beranggapan bahwa ia mampu mempelajari ilmu apa pun—terutama agama—tanpa seorang guru. Justru orang seperti ini harus dihindari menjadi guru dan dihindari pendapatnya.


Dalam agama memang tidak semua ajarannya bisa dipahami melalui buku. Apalagi, buku yang dipelajari itu bukan dari teks aslinya yaitu bahasa Arab. Misalnya dari karya terjemahan yang kadangkala terjemahannya kurang akurat dan bisa membuat penafsiran berbeda.


Karena itu dalam dunia tarekat atau dunia wirid dan doa, kita selalu dianjurkan untuk mengamalkan sesuatu setelah mendapat izin dari guru (ijazah). Jika Anda ingin tergabung dengan tarekat misalnya, Anda harus menemukan seorang guru dulu. Guru-guru itu yang kemudian mengajari Anda bagaimana melakukan wirid secara benar. Bukan berarti Anda dilarang mengamalkan wirid dan zikir itu tanpa guru. Tetapi, akan lebih afdal jika Anda bisa memperolehnya dengan sanad (mata rantai) yang sah dan memiliki izin.


Apalagi pada soal yang Anda tanyakan itu. Tentu, itu sangat dianjurkan melalui seorang guru. Kita tidak bisa menutup mata terhadap doa-doa hikmah yang memiliki manfaat khusus seperti yang Anda maksud. Tentu Anda tak akan bisa melepaskannya tanpa guru. Hanya, jika menyinggung boleh-tidaknya mencari ilmu seperti yang Anda maksudkan itu, yang menjadi ukuran adalah:

1.
Tujuan mempelajari ilmu itu. Jika tujuannya buruk, maka itu dilarang. Jika tujuannya baik, maka itu diperbolehkan.
2.
Cara mempelajari ilmu. Apakah bertentangan dengan agama atau tidak. Jika tidak, misalnya, selalu menganjurkan berpuasa dan berwirid, maka itu tak ada masalah. Berbeda jika Anda dianjurkan untuk melakukan hal yang aneh-aneh, misalnya puasa pati geni selama seminggu yang menyiksa tubuh, telanjang di pinggir kali, dan sebagainya.
3.
Yang dibaca adalah wirid dan zikir ma'tsur (dari Rasulullah) dan ayat-ayat Al-Qur'an.
4.
Tidak menyekutukan Allah. Artinya, apa pun yang diperoleh adalah anugerah-Nya, dan tak bisa mengelak dari takdir-Nya.


Jika ukurannya masih dalam tahap yang dimaksud, maka itu tak ada masalah. Sebab, ilmu hikmah juga ada dalam khazanah Islam dan diamalkan para ulama besar. Hanya saja, menurut hemat kami, sebaiknya Anda cukup mengamalkan Ratib Haddad, Asma al-Husna, tahlil, dan membaca Al-Qur'an, karena itu memberi pengaruh yang baik pada jiwa, dan Anda akan selalu dilindungi Allah. Wirid itu juga terkenal ampuh untuk mendinginkan hati pembacanya. Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.