Saturday 27 February 2010

HAKIKAT UMUM - QURAN-ET SAINS 11

# Jin Wali Yang Menjadi Khodam
# Sihir Dalam Islam
# Jangan Percaya Pada Makna Mimpi Yang Tak Jelas
# Amalan Untuk Mendapatkan Khodam
# Cara bertemu Nabi Khidir (as)
# Misteri Mengamalkan Doa Nurbuat
# Suara Aneh Wanita Secara Tiba-tiba

Jin Wali Yang Menjadi Khodam

Assalamualaikum Warahmatullahi wabarakatuh. Salam takzim. Saat ini saya menginginkan pembantu jin Islam. Karena itu saya mohon penjelasan. Pertama, bagaimana caranya agar saya mendapatkan jin Islam, yang sesuai dengan syariat? Kedua, jika sudah memiliki jin tersebut, apakah saya memiliki kewajiban tertentu dengan jin itu. Ketiga, saya pernah membaca majalah dari Jawa Timur, di dalamnya terdapat banyak tawaran masalah jin. Apakah ini sesuai atau malah menyimpang dari syariat, karena di sana ada keharusan membayar mahar yang mahal?


Keempat, seandainya saya memiliki pembantu jin Islam, apa ada larangan atau pantangan khusus, di luar syariat Islam? Kelima, jika sewaktu-waktu sudah tidak diperlukan lagi, bagaimanakah cara melepaskannya? Keenam, perlukah jin itu ruangan khusus di rumah, dan apakah perilaku jin Islam tersebut sesuai dengan syariat Islam, atau mengikuti tuannya? Demikian pertanyaan saya, mohon maaf bila terdapat kalimat yang kurang berkenan. Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

M.S. Jamaluddin

Jawaban:

Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Allah (Swt) berfirman bahwa Dia (Swt) tidak menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah. Tugas jin dan manusia dalam menaati syariatillah sama. Perbedaannya, kalau manusia banyak yang diangkat jadi nabi dan rasul, sedangkan jin tidak ada yang menjadi nabi dan rasul. Tapi yang menjadi waliyullah dari kalangan jin itu sendiri tidaklah sedikit.


Perlu diketahui, jin itu memiliki alam tersendiri. Jisimnya, sangat lembut. Kehidupan mereka banyak ditunjang oleh penuhnya udara, tapi jin-jin itu sendiri tidak memiliki daya tarik bumi. Maka kehidupan mereka lebih peka dan sensitif sekali di dalam masalah udara. Mereka bisa mengecil, bisa pula membesar.


Karena alamnya berbeda, dari sinilah mereka dipanggil oleh Allah (Swt) dalam firmannya,
"Hai sekalian jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus penjuru langit dan bumi, lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya melainkan dengan kekuatan"
(QS: 55.33).


Mengapa tidak dipanggil oleh Allah (Swt) dengan hanya Ya ma'syaral insi? Hal itu tentu karena alam kita yang berbeda. Kedua, asal udaranya penuh, maka mereka bisa terbang untuk berlomba-lomba menuju ke langit. Namun, setelah kelahiran Baginda Nabi (saw), semua yang tadinya bisa terbang, menjadi terbatas. Mereka tidak bisa mendekati langit. Seperti diterangkan dalam beberapa Hadist, atau dalam kitab Maulud Ad-Dibai, yang menyatakan, setan dan jin itu tidak lagi bisa masuk ke langit, karena dilempar dengan bola api yang membakar.


Di antara mereka kemudian oleh Allah ada yang diberi sifat kewalian dan mendapatkan keistimewaan. Hal ini tidak ada bedanya dengan manusia. Kecuali masalah kerasulan dan kenabian tadi. Tapi, selain itu, di dalam menjalankan syariatillah, haji ke Baitillahilharam dan sebagainya itu tetap sama. Adapun mereka yang ada di planet lain, pasti bisa datang. Istitaah atau kemampuan dalam berhaji itu juga ada dalam bangsa jin. Karena jauh di planet-planet yang lain di mana mereka bertempat, kalau mau menjalankan ibadah itu, pasti mereka melakukannya dengan "transmigrasi" dahulu. Menggunakan peralatan-peralatan yang mereka miliki, sebab mereka harus menembus planet-planet.


Adapun masalah khadam, perlu saya jelaskan, khaddam adalah hamba Allah dari kalangan malaikat yang disuruh oleh Allah dan diberi mandat untuk menjaga asma dan ayat-ayat Allah. Tapi bukan untuk kepentingan Allah (Swt), melainkan buat menjaga dan melayani orang-orang yang mau menjalankan asmaillah atau doa-doa yang dari Al-Qur'an atau doa-doa dari Baginda Nabi Muhammad (saw), ataupun asmaillah dari salah satu Asmaul Husna.


Maka barang siapa bisa menjalankan asmaillah tersebut, akan diberi prioritas atau kelebihan oleh Allah (Swt). Jadi tidak ada yang muskil, asal tauhid kita dijadikan pegangan.


Satu contoh yang mudah saja, Allah menciptakan sesuatu bukan untuk sekadar hiasan. Sekecil apa pun yang diciptakan oleh Allah bukan tidak ada artinya. Semuanya ada artinya, tinggal kemampuan manusia dalam menggali apa yang diciptakan. Misalnya pohon-pohonan. Dari pohon, sesuatu yang jelas tidak ada mulutnya, tidak bisa bicara, kita diberi ilmu oleh Allah untuk mengetahui khasiat-khasiat pohon. Mulai dari akar, daun, kulit, hingga kayunya.


Apalagi ayat-ayat yang di dalam Al-Qur'an bukan hanya untuk dibaca dan dimengerti artinya, tapi tersisip juga khasiat-khasiat, yang tentu melebihi khasiat yang dimiliki pohon-pohon itu.
Munculnya kemusyrikan orang-orang yang berhasil meramu obat-obatan, karena setelah pasiennya sembuh mereka tidak kembali kepada Allah. Melainkan justru meyakini bahwa obat itu yang menyembuhkan. Inilah yang menjadikan syirik. Tapi, kalau kita mengatakan sebatas penyebab, tak masalah. Itu sudah seharusnya. Artinya, semua itu Allah yang menentukan.


Dalam kaitan pembantu atau khadam, tak ubahnya seperti kita mempunyai pembantu rumah tangga yang sangat tergantung pada beban dan keperluan kita. Dalam hal tolong-menolong, keduanya memiliki keterbatasan, baik yang menolong maupun yang ditolong. Berbeda dengan Allah, Allah (Swt) tidak mempunyai sifat kekurangan. Mahasempurna dalam segala sifatnya.


Apakah jin tidak sama dengan kita, manusia? Jin pun mempunyai kekurangan dan kelemahan, tak ubahnya manusia. Tapi keduanya diberi Allah kelebihan yang bisa digunakan untuk saling mengisi kekurangan satu sama lain. Kekurangan yang untuk mengatasinya tidak bisa digunakan akal atau fisik manusia, bisa diatasi jin muslim dan mukmin yang mempunyai kelebihan.


Maka ada istilah "wakalah", atau wakil. Para malaikat yang diberi mandat oleh Allah (Swt) dan menjaga asmanya atau ayatnya itu mengambil wakalah dari para jin pilihan yang benar-benar dijamin amanahnya oleh Allah (Swt). Bukan jin sembarangan. Mereka itulah yang kemudian lebih umum disebut khadam.


Adapun kalau orang mau minta khadam atau pembantu, tidaklah mudah, dan tidak sembarangan. Kalau kita berpikir lebih jauh, coba kita koreksi dulu diri kita masing-masing. Satu contoh, jin yang jadi wakalah para malaikat dalam menjaga ayat, asma, atau doa yang diangkat oleh Allah, adalah jin-jin yang menjadi waliyullah besar, tinggi kedudukannya di sisi Allah. Sedangkan kita sendiri itu "pangkatnya" apa? Kita bisa digolongkan sebagai hamba Allah yang saleh saja sudah beruntung, apalagi bisa menjadi waliyullah.


Seperti banyak diterangkan dalam kitab Khazinatul Asrar atau kitab-kitab yang lain, untuk mempunyai khaddam jin itu syaratnya sangat berat. Jin-jin yang waliyullah tersebut bilamana mendatangi orang yang menghendakinya mensyaratkan, pertama, tidak musyrik atau menyekutukan Allah. Kedua, tidak boleh meninggalkan sunnah-sunnah Baginda Nabi Muhammad (saw). Dan, ketiga, tidak boleh batal wudlu. Segala syarat tersebut merupakan cara mendekatan diri kepada Allah (Swt). Sabda Rasulullah, "Barang siapa cinta kepada Allah, akan dicintai oleh yang lainnya. Barang siapa takut kepada Allah, akan ditakuti oleh lainnya. Dan barang siapa taat kepada Allah, akan ditaati oleh yang lainnya."


Wajar-wajar saja kalau mendapatkan pembantu dari kalangan jin, caranya sesulit itu. Para jin itu kita simpulkan sebagai pelengkap dari kekurangan yang ada pada manusia. Maka patut kita bertanya pada diri sendiri. Mampukah kita memenuhi syarat-syarat yang diajukan para khadam itu?


Yang kedua, dan lebih penting lagi, sudahkah kita mempersiapkan tauhid kita sehingga pada waktu mempunyai khadam tidak malah terjerumus pada kemusyrikan dan jauh dari Allah (Swt). Khususnya para waliyullah, kebanyakan tidak mau menggunakan khadam. Sebab, mereka tak perlu lagi. Kelihatannya enteng, tapi sesungguhnya berat. Para wali itu takut jika dirinya merasa kebutuhannya kepada Allah menjadi kurang.


Barang siapa menginginkan khadam, boleh-boleh saja, asal jangan sampai membawa dirinya ke jalan kesyirikan. Dan untuk mendatangkan itu, memang ada maharnya, membayar. Tapi yang saya ketahui, mahar yang dimaksud dalam bentuk puasa, bacaan kita, atau tirakat kita kepada Allah. Pendekatan kita kepada Allah dan bagaimana kita bisa memerangi nafsu kita. Kedekatan kita kepada Allah itulah yang termasuk mahar, kalau kita ingin mempunyai khadam.


Selanjutnya, mampukah kita menerima syarat-syarat mahar bila kita bertemu dan diizinkan Allah untuk berjumpa? Satu contoh, ada yang maharnya tidak boleh meninggalkan qiyamullail, ibadah pada malam hari, khususnya Tahajud, dan bacaan pendekatan dirinya kepada Allah dengan membaca tasbih sekian ribu, atau ayat tertentu sekian ribu. Ada juga yang syaratnya tangannya harus terbuka, tidak boleh menolak siapa pun yang minta pertolongan. Itu syarat yang diajukan oleh khadam-khadam tersebut.


Sedangkan masalah mahar berupa uang, saya tidak bisa menjawab secara tegas. Karena orang-orang yang demikian mungkin memiliki alasan sebagai pengganti tirakatnya dan sebagainya. Tapi yang jelas di dalam Al-Qur'an dilarang tegas, "Jangan menjual ayat-ayat Allah dengan harga yang murah."


Kalau ingin melepaskan hubungan kita dengan para khadam itu, pertama, mengganti bacaan tertentu yang digariskan dengan bacaan-bacaan yang tidak ada kaitannya dengan urusan per-khadĂ m-an tersebut. Yang kedua, harus ada ikrar antara pengambil dan yang diambil, seperti kita mempunyai pembantu manusia. Misalnya, kita tidak mampu lagi menggaji. Bacaan itu seperti doa-doa yang langsung saja kepada Allah, yang di sana tidak ada masalah dengan khadam dan sebagainya, dan dibaca hanya karena Allah.


Jin, ada tempatnya tersendiri dalam alam tersendiri, dan tidak akan mengikuti tuannya. Mereka akan datang apabila dibutuhkan, sesuai dengan fungsi kedudukan ayat dan asma tersebut. Karena, jin itu sendiri menghargai manusia, ataupun para malaikat, yang juga menghargai manusia.
Posted by QuranSains at 6:17 PM

Sihir Dalam Islam

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Saya ada beberapa pertanyaan. Pertama, jika ada orang yang pernah mengalami baiat tarekat, namun dalam beberapa waktu ia sering meninggalkan wirid yang mestinya dipraktikkan, bagaimana hukumnya? Bagaimana kemudian cara mengganti wiridnya? Apakah cukup hanya dengan bertobat, istighfar?


Kedua, ada satu dalil dalam kitab salaf atau kitab kuning ditegaskan bahwa khawariqul 'adah atau keajaiban dapat dicapai dengan tarekat seperti berpuasa atau wirid, juga disebut sihir. Lalu bagaimana dengan para "kiai" yang punya ilmu semacam aji Gelap Ngampar, atau yang lainnya? Atau, bagaimana bila ada orang yang mengamalkan wirid-wirid ijazah untuk ilmu tertentu, kanuragan, terawangan, dan lain-lain?


Ketiga, dalam kitab Fatawa Al-Haditsiyah disebutkan, ilmu nujum atau perbintangan termasuk bagian sihir. Terkecuali ilmu huruf atau wifiq, hukumnya bukan sihir, dan diperbolehkan. Alasannya, karena Imam Al-Ghazali termasuk salah seorang ulama yang ahli dan menekuni ilmu tersebut. Adakah Hadist sahih yang membolehkan pembuatan dalil dengan alasan mengikuti seorang ulama yang termasyhur?


Keempat, bagaimana pandangan tentang pendapat Syekh Abil Fadlal Senori, Tuban, yang mengatakan, dua kitab milik Syekh Ali al-Buni, yaitu Syamsy ul-Ma'arif Al-Kubra dan Mamba'u Ushul al-Hikmah, termasuk bagian sihir. Keenam, mohon penjelasan definisi sihir dan contoh-contohnya dalam kehidupan zaman sekarang. Wassalamualaikum warahma-tullahi wabarakatuh.

Anshor Aqib

Jawaban:

Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Sebaiknya kelalaian yang terjadi selama ini tidak perlu terulang lagi. Perbanyak istigfar, karena kita telah lalai dalam menjalankan tarekat. Tidak perlu berbaiat kembali atau mencari tarekat yang lain. Kemungkinan, ada sedikit kelemahan dalam penjabaran tentang pengertian tarekat itu sendiri, yang dianggap sebatas bacaan. Yaitu, bacaan yang harus diamalkan karena sudah mengambil baiat atau janji dari guru mursyidnya. Bila sudah mendalami dan telah mengambil tarekat, insya Allah, Anda akan merasa berat untuk meninggalkannya. Jadikan tarekat sebagai kehidupan Anda sehari-hari, sehingga sampai pada klimaks kenikmatan dunia. Yaitu, puncak kenikmatan saat keluar dari dunia yang fana ini dengan membawa iman dan Islam, mati dengan husnul khatimah.


Tarekat berhubungan erat dengan ihsan, spiritualitas. Karena, untuk bisa mendapatkan adalah melalui tarekat. Masih banyak orang yang merasa berat masuk tarekat, karena bacaan-bacaannya dianggap sebagai beban. Tarekat bukan sekadar bacaan. Aurad atau wirid dalam tarekat akan menggantikan semua karat hati yang timbul karena penyakit hati, dengan ukiran kalimat, La ilaha illallah Muhammadurrasulullah, sebagaimana keadaan hati orang-orang arif.


Tarekat akan mencerminkan akhlak al-karimah dan kebersihan hati dari sifat-sifat yang tidak di ridhai Allah (Swt) dan Rasul, seperti takabur, dengki, hasut, dan sebagainya, yang muncul karena kealpaan diri kita. Apabila orang sudah tidak lalai kepada Allah (Swt), ia akan menjadi orang yang selalu berpikir dan berbuat positif dalam kehidupan ini, untuk mencapai kebaikan di akhirat. Inilah semangat tarekat yang seharusnya dikembangkan. Semoga kita dijadikan Allah (Swt) orang yang bersih hatinya dari hal-hal atau perbuatan yang tidak sesuai dengan tuntunan Baginda Nabi (saw).


Ilmu-ilmu seperti yang Anda sebut tidak tergolong dalam khawariqul 'adah atau keajaiban, melainkan hanyalah asrar atau rahasia yang berupa kelebihan. Baik doa maupun ayat Al-Qur'an yang telah diamalkan agar seseorang bisa mendapatkan asrar tersebut. Seperti ditembak tidak mempan, dibacok tidak luka, atau dapat berjalan di atas air. Tapi itu tidak pernah menjadi tujuan para auliaillah. Para wali menjalankan ibadahnya semata untuk meningkatkan kedudukannya sebagai hamba dalam menjalankan kewajiban kepada Tuhan.


Khawariqul 'adah yang didapatinya bukan hasil tirakat, melainkan semata-mata pemberian dari Allah. Misalnya inkisyaf, yaitu dibukakan tabirnya oleh Allah (Swt), sehingga seorang wali bisa memiliki kemampuan weruh sak durunge winarah, mengerti peristiwa yang belum terjadi. Tidak menggunakan aji terawangan dan sebagainya. Mengapa mereka mendapatkan inkisyaf dari Allah (Swt), dan bukan dari hasil tirakatnya? Karena, mujahadah mereka adalah bagaimana memerangi nafsu, agar hati bersih.


Satu contoh, misalnya di dalam Surah Al-Kahfi, kisah tentang Nabi Khidhir dan Nabi Musa. Keduanya adalah nabi, tapi yang satu, Musa, sekaligus rasul. Keistimewaan yang diberikan kepada Nabi Khidhir tidak sama dengan keistimewaan yang diberikan kepada Nabi Musa.


Nabi Musa tidak mengingkari apa yang didapat Nabi Khidir. Nabi Khidhir pun mengerti apa yang didapat Nabi Musa. Adapun perbedaan pendapat antara Nabi Musa dan Nabi Khidlir dalam berbagai persoalan, seperti terceritakan dalam Surah Al-Kahfi, sebenarnya untuk memberi keterangan kepada orang awam bahwa ada dua dimensi dalam dunia keilmuan. Yang satu ilmu syariat, seperti yang diamalkan Nabi Musa, dan yang satunya lagi adalah ilmu hakikat, sebagaimana yang ada pada Nabi Khidhir. Karena itu, Saudara Anshor Aqib sendiri harus bisa mengetahui dan membedakan mana khawariqul 'adah yang ada pada para auliaillah dan mana ilmu jaya kawijayan dari hasil tirakat.


Sedangkan hukum amalannya, kalau itu berbentuk istidraj yaitu keajaiban yang Allah berikan kepada orang tidak beriman, zalim, dan bukanlah sebagai anugerah, melainkan karena Allah sedang menangguhkan, istlah Jawanya itu termasuk sihir. Tapi kalau bentuknya karamah, itu adalah fadhal atau anugerah dari Allah (Swt). Sedangkan sihir sendiri, termasuk mempelajarinya, hukumnya haram.


Perbedaan sihir dan karamah terletak pada akibat yang ditimbulkannya. Istidraj itu, meskipun kelihatannya mendekatkan kita kepada Allah, hakikatnya menjauhkan. Sebaliknya karamah, menyebabkan ketakwaan kita akan semakin luar biasa, makin rendah hati, tawaduk, dan hati-hati dalam mencari ke ridhaan Allah.


Adapun khawariqul 'adah yang dimaksud adalah yang dikasab, melalui upaya, untuk mendapatkan keajaiban. Ini yang dikhawatirkan dan yang dimaksudkan oleh kitab itu.
Masalah ilmu nujum, tergantung bagaimana pengertiannya. Pada umumnya, ilmu nujum digunakan untuk membuka tabir kehidupan. Kenapa ilmu nujum tidak boleh dipelajari, karena sebatas perhitungan. Selain itu, ilmu nujum adalah ilmu dhan, prasangka. Namun, yang paling menghawatirkan dan membuat sebagain ulama, termasuk Baginda Nabi (saw), melarang, ilmu nujum itu dianggap mendahului kehendak Allah (Swt).


Kita harus bisa membedakan ilmu falak dan nujum. Ilmu falak terkait dengan ilmu perbintangan, yang berkaitan dengan peredaran matahari, bulan, dan perputaran bumi, yang digunakan untuk menemukan titik tanggal atau hilal, atau suatu arah, baik bagi pesawat maupun dunia ilmu kelautan, agar bisa mencapai tujuan yang diinginkan. Ahli falak ini jelas menggunakan ilmu perbintangan atau geofisika. Karena itu, ilmu falak inilah yang boleh dipelajari.


Adapun mengikuti jejak ulama yang salaf, ulama besar dan terkenal atas keluasan ilmunya, seperti Imam Ghazali, yang periodenya tidak begitu jauh dengan Baginda Nabi (saw), abad ke-4 Hijriah, memudahkan kita menjadi saksi sejarah. Tidak mungkin kita memahami agama tanpa pengetahuan ulama-ulama terdahulu. Maka, dalam menafsirkan kandungan yang tersurat maupun tersirat dalam suatu Hadist, misalnya, patutlah kita ikuti jejak ulama yang sudah jelas kepribadian dan kealimannya. Melalui kitab-kitabnya yang sejalan dengan Al-Qur'an dan Hadist.


Orang yang takut kepada Allah itu bukan cuma kita. Mereka justru lebih takut. Maka, setiap kali akan berfatwa, mereka selalu berhati-hati terhadap akibat yang bisa timbul, di dunia apalagi di akhirat.


Jadi, saya kira, mengikuti ulama itu memang benar. Sebagaimana Rasulullah bersabda, "Al-'ulama' waratsatul ambiya'." Ulama adalah pewaris ilmu para nabi. Dan, Hadist lainnya, "al-ulama siraj ud-dunya," atau Ulama adalah pelita di dunia.


Dua kitab yang Anda sebut itu, Syams al-Ma'Srif dan Mamba'u Ushul Lil Hikmah, adalah karangan Syekh Ahmadbin Ali al-Buni, yang sangat populer. Beliau orang yang diberi kelebihan oleh Allah (Swt) untuk menguak mutiara-mutiara yang ada di dalam Al-Qur'an, dengan maksud untuk menunjukkan kepada dunia bahwa Al-Qur'an bukan semata untuk dibaca dan diambil fatwanya, atau diambil sebagai obat hati dalam akidah dan hukum-hukumnya, tapi juga mengandung keistimewaan luar biasa. Contoh, Nabi (saw) pernah melewati sebuah kuburan lalu beliau berhenti karena mendengar tangisan salah seorang ahli kubur. Rasulullah kemudian mengambil pelepah kurma yang masih hijau, lalu ditancapkan di atas pusara. Seketika orang yang menangis terdiam, karena merasakan kesejukan dan ketenteraman.


Melihat kejadian itu, Rasulullah ditanya para sahabat, "Ya Rasulullah, apa maksud Anda menancapkan pelepah kurma dalam pusara tersebut?" Dijawab oleh Rasulullah, "selagi pelepah kurma ini masih hijau, ia akan bertasbih kepada Allah (Swt). Dan tasbih daun itu menjadi sebab turunnya rahmat bagi orang yang ada di dalam kubur." Nah, Itu baru sebuah tangkai pohon, lantas bagaimana dengan Al-Qur'an? Apakah Al-Qur'an bisa kalah dengan sebuah pelepah kurma?


Sekarang masalah sihir. Kata sihir di sini bukan dalam pengertian umum. Ilmu sihir itu haram, tapi kata sihir di sini maksudnya taskhir atau menundukkan. Taskhir al-qulub berarti menundukkan hati. Seperti doa, "Allahumma sakhkhir qalbi, atau juga seperti yang ada dalam rangkaian doa Hizb al-Bahr, di situ ada kalimat, "Kama sakh-khartal bahra li musa.."dan sebagainya.


Imam Ali Al-Buni, menurut kitab Jami'u Karamatil Auliya, disebut sebagai waliyullah. Mungkinkah seorang auliaillah mengamalkan dan mengarang kitab yang mengakibatkan sihir dan dosa kepada umat dan khususnya untuk dirinya sendiri?


Saya tidak bisa mengomentari pengarang kedua kitab tersebut. Saya hanya mengutip pendapat Sayidina Syekh Abil Hasan As-Sadzili RA, yang tidak menyetujui ilmu yang dicapai melalui kitab-kitab itu sendiri. Imam Sadzili khawatir kalau-kalau orang awam tergantung pada ilmu kedhahiran, apa yang terlihat, misalnya kesaktian, sehingga dirinya kesengsem atau tergila-gila kepada ilmu itu. Padahal, sebetulnya, dengan ilmu itu si awam bisa mendekatkan dirinya dan sampai kepada Allah, bukan malah terayu oleh ilmu-ilmu itu. Seperti bisa berjalan di atas air, dibacok tidak mempan, dan lain-lain. Meskipun demikian, Imam Sadzili tidak pernah menuduh Imam Al-Buni adalah tukang sihir.


Bukan berarti Imam Sadzili tidak setuju orang mencari dunia. Tapi ia menerangkan, jangan sampai kita terikat pada dunia, yang berakibat lalai kepada Allah (Swt). Ilmu sihir sudah ada sebelum Nabi (saw) dilahirkan. Misalnya sihir India, sihir Maghrabi, dan lain-lain. Di zaman Nabi Musa AS, kita bisa melihat tali bisa jadi ular. Pada waktu itu orang yang tidak percaya pada kenabian Musa mengeluarkan sihirnya, tapi dilawan oleh Nabi Musa dengan mukjizatnya.


Masalah penyalahgunaan ilmu itu tidak hanya terjadi di zaman dahulu. Di zaman sekarang pun masih ada. Misalnya, untuk menundukkan seorang wanita supaya jatuh cinta pada dirinya digunakan ilmu tertentu. Tapi sebenarnya dia juga tidak bisa menjamin, jika si wanita sudah jatuh cinta, apakah dia bisa membawa wanita itu menuju kemaslahatan dunia dan akhirat. Inilah yang tidak bisa dibenarkan. Itu pun bisa menjadi kategori sihir, apalagi yang jelas sihir. Semoga, dengan ucapan dan nasihat kita, orang-orang seperti itu bisa kembali kepada jalan Allah (Swt).
Posted by QuranSains at 6:12 PM

Jangan Percaya Pada Makna Mimpi Yang Tak Jelas

Assalamualaikum Warahmatullahi wabarakatuh. Salam sejahtera saya sampaikan. Semoga berkenan menjawab dan memberikan jalan keluar untuk masalah yang saya hadapi. Adapun pertanyaannya, pertama, bagaimana supaya tidak takut melihat orang yang tidak disukai (menghadapi musuh). Kedua, memagari rumah dari pengaruh orang atau tetangga yang kurang baik (berniat jahat).


Ketiga, bagaimana supaya anak tidak kesulitan tidur, karena dia tidurnya selalu malam. Dan kalau sudah tidur selalu menangis, seperti mengalami mimpi buruk. Keempat, anak dan istri menjadi saleh dan salihah, sakinah, terutama taat kepada suami (tidak melawan). Wassalamualaikum Warahmatullahi wabarakatuh

Aep Lukman Hakim

Jawaban:

Waalaikumsalam Warahmatullahi wabarakatuh. Pertama, belajarlah takut kepada Allah. Belajarlah menganggap bahwa Allah lebih besar dari segala-galanya. Insya Allah, apabila takut kepada Allah (Swt), kita akan dilindungi dari orang-orang yang kita takuti. Tetapi itu tidak mudah, sebab harus dipelajari dengan tekun.


Dan untuk menyelamatkan rumah tangga dari kancah fitnah atau untuk memagari rumah, dalam arti luas, tidak sekadar memagari bangunan rumah, tetapi juga rumah tangga, Rasulullah (saw) bersabda, "Barang siapa ingin dijauhkan dari segala sesuatu fitnah dan orang-orang dengki dan hasad, serta tidak dikurangi rezekinya, bacalah setiap habis magrib surah Liila fi Quraisyin sebanyak 21 kali." Itu untuk jawaban terhadap semua pertanyaan. Kalau kita mau mengamalkan, insya Allah akan dibebaskan dari semua gangguan tersebut.


Dan yang terakhir, supaya anak-anak menjadi baik, jangan jauh dari ulama, serta jangan berprasangka buruk kepada para ulama dan aulia. Kita lihat ulamanya, tetapi jangan melihat golongan atau partainya.
Posted by QuranSains at 6:08 PM

Amalan Untuk Mendapatkan Khodam

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Kami pernah mendapat ijazah amalan dari seorang kiai untuk keselamatan dunia-akhirat, yaitu membaca surah A-Fatihah seratus kali dan shalawat Nariyah seribu kali. Amalan tersebut dibaca setiap malam.

Kalau ini kami amalkan selama 40 hari secara istiqamah, apakah kami akan didatangi dan diikuti khadam? Khadamnya itu malaikat atau jin muslim? Kalau betul khadam mengikuti kami, bolehkah kami menyuruhnya untuk urusan pribadi? Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh.

Ismi Fahriyah

Jawaban:

Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Segala bentuk bacaan, mulai dari Al-Qur'an sampai bacaan yang sesuai dengan yang diajarkan Baginda Nabi (saw) serta para ulama dan aulia'-Nya, adalah bagian bentuk ritus ibadah untuk menambah pendekatan kita kepada Allah (Swt), selain yang diwajibkan seperti shalat lima waktu. Kekosongan di antara shalat lima waktu itu perlu ditambah, dan yang disebut ibadah itu tidak hanya yang bersifat ritual. Di antaranya, misalnya, seorang anak ingin membantu orangtuanya yang kesusahan atau kurang mampu, supaya kehidupan mereka tertunjang. Dia bersedia bekerja. Kalau hasil pekerjaan yang halal itu diniati untuk bekal dirinya maupun untuk membantu orang lain, pekerjaannya itu dinilai sebagai ibadah.

Sebetulnya cukup banyak kesempatan untuk menambah ibadah di antara kekosongan shalat lima waktu. Ada yang berupa bacaaan atau wirid, tetapi juga ada ibadah mu'amalah (perilaku), seperti kita mencari nafkah sehari-hari, untuk anak-istri atau keluarga yang lain. Bila diniati ibadah, aktivitas mu'amalah itu juga bernilai ibadah.

Yang sulit, niatnya ibadah, tetapi sesudahnya pekerjaan itu mendapatkan hasil yang tidak sesuai dengan niatnya. Maksudnya niat untuk ibadah, untuk bekal pribadainya dalam menempuh segala kebaikan yang berhubungan dengan habluminallah dan habluminannas, tetapi hasilnya justru maksiat kepada Allah. Ini sangat disayangkan.

Walaupun pertanyaan Mbak Ismi ini saya berikan jawaban yang agak menyimpang, perlu saya gambarkan dan jelaskan lebih jauh mengenai nilai ibadah. Dalam mengisi kehidupan dengan ibadah, selain ibadah shalat lima waktu, kita kadang juga membaca wirid. Tetapi perlu diketahui, tidak semua bacaan itu mempunyai kandungan khaddam.

Dan dalam masalah khadam, agama Islam tidak mewajibkan. Sunnah pun tidak. Namun, silakan saja kalau ada orang yang ingin menggapai tingkatan itu sebagaimana disebutkan dalam kitab-kitab yang mengupas masalah sirr (rahasia) ayat per ayat Al-Qur'an, lalu doa-doa dari Baginda Nabi (saw). Memang ada kandungan-kandungan rahasia yang adakalanya di situ juga ada kecintaan para malaikat dan jin yang terpilih oleh Allah menyiapkan dirinya untuk menjadi khaddam ayat dan doa itu supaya mereka berbakti kepada Allah (Swt).

Namun pembaca ayat-ayat dan doa tersebut tidak harus atau semata-mata mendapatkan khaddam. Jadi membaca ayat dan doa itu bukan karena ingin mendapat khaddam, melainkan untuk menambah nilai pendekatan diri kepada Khaliknya. Wirid itu boleh saja dibaca sepuluh kali sehari, seratus kali sehari, atau seribu kali sehari. Yang penting bacaan-bacaan itu sebagai sarana pendekatan diri kepada Allah.

Pertanyaannya kembali kepada kita sendiri, sejauh mana kita perlu mendekatkan diri kepada Allah selain shalat lima waktu. Kalau kita masih merasa perlu, pasti akan tekun membaca wirid tersebut, sebab tujuan utamanya adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah (Swt). Entah itu membaca Al-Qur'an, Hadits, atau doa-doa yang ada di dalam Al-Qur'an dan Hadits, serta dari para ulama dan aulia'.

Adakalanya, bagi yang mempunyai hajat ada batasan-batasan jumlah bacaan, maksudnya untuk meringankan kita semua. Karena watak manusia tidak lepas dari bosan, bacaannya dibatasi atau disesuaikan dengan kemampuan kita. Bisa juga dibaca setiap waktu, setiap hari atau per minggu, sebagaimana dilakukan dalam sistem tharekat. Titik beratnya sekali lagi bukan pada khadamnya, karena tujuan utamanya adalah mendekatkan diri kepada Allah (Swt) dan Rasul-Nya.
Posted by QuranSains at 6:05 PM

Cara bertemu Nabi Khidir (as)

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Banyak cerita para kiai dan ulama bisa menemui atau ditemui Nabi Khidir (as). Betulkah Nabi Khidir (as) masih hidup dan bisa ditemui para kiai dan ulama? Dan bisakah kita, orang biasa, menemui atau ditemui Nabi Khidir (as)? Apa amalan yang harus kita lakukan? Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh.

Abdullah Akrom

Jawaban:

Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Nabi Khidir (as) (as), oleh sebagian ulama dikatakan sudah meninggal. Tetapi sebagian ulama besar juga mengatakan telah ditemui dalam keadaan jaga serta dalam keadaan mimpi. Seperti yang dialami Syaikh Abdul Qadir Jailani, dan bin-lain.


Bukan hanya satu ulama yang pernah berjumpa dengan Nabi Khidir (as). Maka, orang biasa yang ingin bertemu dengan Nabi Khidir (as) bila dikatakan mudah juga tidak, tetapi dikatakan sukar pun tidak. Mudah atau sukarnya tergantung pada kondisi masing-masing.


Untuk memudahkan kita bertemu dengan Nabi Khidir (as), cobalah kita melangkah sebagaimana dinasihatkan Nabi Muhammad (saw) yang tercantum dalam hadits. Kita juga bisa mempelajari pengalaman para ulama yang pernah bertemu Nabi Khidir (as), sebagaimana dialami Abdullah bin Alwi al-Haddad yang berkata, "Alaikum bi husnuzhon (Bersangka baiklah di antara kalian)."


Dengan perasangka baik, seseorang menunjukkan bahwa hatinya, paling tidak, bersih. Sekalipun tidak bisa dikatakan bersih secara mutlak, nilai kebersihan itu sendiri sudah menunjukkan diri pribadi masing-masing atas kebersihan hatinya. Mereka sendiri tidak mengatakan bahwa hati mereka bersih, ini untuk menjaga sikap tawadhu, rendah hati.


Dari sinilah titik tolaknya bagaimana mereka, para ulama yang bersih hatinya itu, bisa bertemu Nabi Khidir (as). Meski kita sudah membaca wirid berkali-kali, kalau hati kita tidak bersih, terutama bersangka buruk kepada sesama manusia, apalagi diwarnai iri dengki, sulit bagi kita untuk bertemu dengan Nabi Khidir (as). Untuk membersihkan hati, kita mulai dengan bacaan-bacaan bermunajat kepada Allah, bukan bacaan untuk bertemu Nabi Khidir (as). Setelah hati kita bersih, melalui jalan Allah, barulah kita mohonkan maksud kita untuk bertemu Nabi Khidir (as). Kebersihan hati akan mempermudah kita bertemu beliau.


Siapa sesungguhnya Nabi Khidir (as)? Ada yang menyebut nama aslinya Ilya, Al-Muammar, Armiya, Balya, Ibliya, Amir, dan Ahmad. Beliau mendapat gelar Al-Khidr, karena disebut dalam sebuah hadits bahwa pada suatu waktu beliau tinggal di satu tempat yang tandus. Setelah beberapa waktu tempat itu pun menjadi hijau dipenuhi tetumbuhan. Nabi Khidlir lahir, seperti diceritakan oleh Ibnu Jarir At-Tabari dalam kitabAt-Tarikh, pada masa Raja Afridun ibnu Asfiyan, raja Persia pada masa Nabi Musa (as).


Imam Nawawi dalam kitabnya Tahzib Al-Asma wa al-lugat menceritakan, kalangan sufi meyakini bahwa Nabi Khidlir masih hidup di kalangan kita, dan sering bertemu mereka. Menurut mereka, Nabi Khidhir akan hidup hingga akhir zaman, selagi Al-Qur'an berada di kalangan umat.


Imam Nawawi dalam kitabnya Al-Majmui menyetujui pendapat yang mengatakan bahwa para sufi pernah bertemu Nabi Khidir (as). Para sufi mengamalkan zikir tertentu, dan hal itu bisa mengantarkan mereka kepada suatu tingkat kesucian jiwa. Pada saat itulah mereka dapat bertemu Nabi Khidir (as), belajar ilmu-ilmu yang tidak dapat diketahui dari orang lain. Dan diriwayatkan dari pengalaman mereka bahwa pertemuan terjadi di tempat-tempat suci, jauh dari kemaksiatan.
Posted by QuranSains at 6:01 PM

Misteri Mengamalkan Doa Nurbuat

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Beberapa tahun yang lalu saya punya pengalaman yang tidak menyenangkan yaitu motor baru saya hilang. Karena panik, saya terjebak dalam perdukunan. Teman, tetangga pada ngajak ke dukun. Katanya nanti motor bisa ketemu atau pulang sendiri. Setelah puluhan dukun saya datangi, hasilnya tetap nihil. Saya baru sadar dan pasrah bahwa pada hakikatnya barang itu belum menjadi milik saya. Dan mulai saat itu, saya jadi rajin shalat lima waktu yang selama ini masih sering tidak dikerjakan. Shalat malam pun rajin saya tekuni. Bila shalat hajat saya membaca surat Al-Ikhlas sebanyak 40 kali, dan bila shalat tahajud saya bertawasul dan berkirim surat Al-Fatihah kepada Nabi Muhammad, sahabat Nabi, malaikat, para wali, para raja Islam dan sanak saudara yang sudah meninggal. Baca Al-Fatihah bisa kurang lebih 55 kali. Setelah itu kita baca doa Nurbuat, Ayat Kursi dan Ayat Lima Belas.


Hal itu bertahun-tahun saya jalani sampai sekarang. Tapi belakangan ini sering ada bisikan yang sifatnya petunjuk dan peringatan. Biasanya bisikan itu datangnya pada hati Jumat dari mulai waktu Subuh sampai dengan shalat Maghrib. Contoh bisikan yang pernah saya alami antara lain, pernah suatu waktu kakak saya yang sudah meninggal minta air yang telah didoakan, katanya buat mandi. Pernah juga seperti ada yang menyuruh membuat tempat shalat di rumah orang tua, tapi tidak boleh yang di kamar tengah. Membuatnya di pinggir. Lalu pernah sewaktu saya sakit, ada sebuah bisikan, "kamu berobat berapa kalipun ke dokter tak akan pernah sembuh." Akhirnya saya pun berobat ke alternatif dan menemui kesembuhan.


Pertanyaan saya, bisikan tersebut datangnya dari mana dan mengapa datangnya hari Jumat? Apakah tidak musyrik bila saya menjalankan bisikan-bisikan itu yang kebetulan bisikannya baik? Atas jawabannya saya ucapkan terima kasih. Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

C. Basundari

Jawaban:

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Pengalaman Anda sangat unik. Menghindari dukun untuk hal-hal seperti itu memang baik. Sebab, yang bisa menentukannya hanya Allah. Kalaupun masuk dalam ikhtiar, tapi, harus yang masuk akal. Misalnya ke polisi. Ke dukun adalah sebuah ikhitiar yang tidak masuk akal yang justru seharusnya dihindari karena termasuk dalam murka Allah.


Pedukunan memang tak selamanya buruk. Dalam Islam disebutkan ada Kahin (dukun peramal) dan Tabib (dukun penyembuhan). Yang dilarang oleh Rasulullah adalah mendatangi Kahin. Sementara Tabib malah danjurkan untuk pengobatan melalui berbagai metode dan cara: jamu, air putih, bekam, pola makanan, dan lain sebagainya. Tabib, dalam pengertian modern kemudian dikenal dengan nama dokter.


Amalan Anda sebenarnya sudah bagus. Membaca Al-Fatihah memang dianjurkan. Shalat Hajat dan Tahajjud juga sangat dianjurkan oleh Allah. Begitu juga dengan membaca Ayat Kursyi, Ayat Lima Belas, serta doa Nurbuwat. Kami sendiri terus terang tidak tahu menahu tentang sejarah doa Nurbuwat. Memang, konon ada Haditsnya. Tapi, yang jelas makna pada doa itu sangat bagus. Dinyatakan dalam doa itu antara lain,


Ya Allah panjangkan umurku, berilah kesehatan tubuhku, Kabulkanlah hajatku,
perbanyaklah harta dan anak-anakku,
Jadikan manusia mencintaiku,
Serta jauhkan pertentangan dan permusuhan
sesama manusia.


Doa itu memang sangat indah dan menurut sebagian riwayat disampaikan kepada Rasulullah oleh Malaikat Jibril. Mengutip pendapat Imam Ahmad bin Hanbal, jika Hadist yang diambil termasuk lemah bahkan mawdu, namun demi keutamaan ibadah, merangsang orang untuk beribadah, dan tidak bertentangan dengan agama, maka hal itu tidak masalah untuk diamalkan. Kami melihatnya pada doa Nurbuwat itu bagus maknanya dan banyak mengutip ayat Al-Qur'an.


Lantas, mengapa muncul bisikan-bisikan seperti itu? Malaikatkah? Malaikat tak mungkin memberitahu hal-hal seperti itu, karena hal itu bukan tugasnya. Jinkah? Bisa jadi hal tersebut dilakukan oleh jin. Karena itu, janganlah Anda terlalu tenggelam untuk melaksanakannya, terutama pada permintaannya yang aneh-aneh. Mengapa hari Jumat, mungkin nama hari itu dimanfaatkan kesakralannya agar permintaannya dilaksanakan. Karena itu, untuk sementara Anda harus mengubah amalan-amalan Anda. Shalat hajat dan tahajud tetap dipertahankan. Tambahlah dengan shalat


Dhuha dan sunat Rawatib lainnya. Doa Nurbuwat cobalah dikurangi bacaannya, atau kalau perlu tak diamalkan lagi. Sebaiknya sebelum mengamalkan sesuatu, Anda mendatangi seorang guru yang tahu tentang wirid yang harus dilakukan. Kini Anda harus beralih memperbanyak membaca Al-Qur'an, shalawat, dan berpuasa. Seringlah shalat di Masjid, melakukan iktikaf, mendatangi pengajian, silaturrahmi dengan ulama, maka insya Allah yang Anda alami akan hilang.


Sementara pengertian musyrik adalah menyekutukan Tuhan. Pertanyaannya, apakah bisikan itu akan membawa Anda menyekutukan Allah atau tidak? Perintah membangun Mushalah misalnya, itu adalah semacam anjuran biasa—dari manapun asalnya—yang tidak menimbulkan kemusyrikan. Kecuali jika Anda pecaya dengan memandikan air kembang, misalnya, bisa menyembuhkan, itu baru musyrik. Jadi, ukuran kemusyrikan itu pada penyekutuan Allah, mempercayai adanya kekuatan-kekuatan lain selain Allah.


Kini banyak kesalahfahaman yang mengaburkan antara kemusyrikan dengan irasional. Padahal, sesuatu yang irasional tidak selamanya membawa kemusyrikan. Sebaliknya, yang rasional kadangkala sering juga membawa pada kemusyrikan. Misalnya, jika kita terjebak pada keyakinan bahwa hanya dengan bekerja di suatu tempat maka kita akan bisa menghidupi perekonomian diri sendiri, atau dengan berobat ke dokter tertentu akan mendapat kesembuhan. Justru hal ini yang disebut para ahli tauhid sebagai syirkul khafi atau kemusyrikan yang tersamar dan yang tak disadari.
Posted by QuranSains at 5:58 PM

Suara Aneh Wanita Secara Tiba-tiba

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Ada ganjalan dalam hati yang ingin saya tanyakan. Terus terang, saya sering mengalami peristiwa di luar jangkauan akal pikiran saya. Namun, dalam hal ini akan saya ceritakan sebagian saja.

Pertama, saya pernah mengalami suatu peristiwa seperti mendengar suara panggilan wanita, yang dapat saya kira itu adalah suara perempuan yang masih gadis. Ia memanggil nama saya. Namun, jelmaan suara itu hanya sekali dan kemudian lenyap.

Kedua, pernah saya berzikir dengan menyebut kalimat La ilaha illallah berulang-ulang. Kemudian terdengar suara perempuan. Perempuan itu mengatakan, "Tidak bisa." Namun, saya tidak bisa memahami maksudnya hingga kini. Apa kira-kira arti kata "Tidak bisa" itu? Suara tersebut juga saya dengar hanya sekali. Semua itu terjadi dalam keadaan saya tidak sedang berkhayal, melamun, atau berangan-angan. Semua terjadi di luar dugaan, bahkan saya tersentak kaget dan keheran-heranan. Seakan-akan suara itu berada di dalam diri saya. Terima kasih atas jawabannya.

Ahmad Fauzi

Jawaban:

Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Terima kasih atas pertanyaan Anda. Hanya, yang perlu Anda ketahui, ada beberapa hal tentang suara aneh itu serta rahasia wirid La ilaha illallah yang kerap Anda baca tersebut. Suara seperti itu dalam kamus sufi atau kalangan tarikat disebut hatif (suara tanpa sosok). Dalam kamus sufi, hatif bisa memberi inspirasi dan memberi peringatan. Hatif, jika kita amati dari kamus sufi itu, bisa dua makhluk yang menyampaikan. Pertama jin, dan kedua malaikat. Kalangan ulama sufi selalu menangkap hatif dari malaikat. Sementara kalangan yang bukan sufi sering menangkap hatif dari kalangan jin. Dan perlu Anda ingat, tidak semua jin itu menyesatkan. Ada jin yang baik yaitu yang suka membantu manusia.

Jadi yang bersuara itu, jika bukan jin, tentu malaikat. Hanya, jika malaikat, akan selalu menyampaikan suatu pesan yang gamblang. Jika bukan, maka itu dapat diartikan sebagai suara jin yang hanya sekilas ingin menyapa Anda.

Mengapa menyapa Anda? Mungkin Anda telah "mengganggu" dia. Mengganggu itu bukan selamanya negatif. Bisa saja istilah mengganggu itu mencuri perhatian dia sehingga dia ingin menyapa dan mengenal Anda. Namun, karena ada sekat halus (matafisik) yang tidak ketemu, perkenalan itu dapat dikatakan tidak nyambung. Karena itu, coba Anda ingat apa yang Anda lakukan sebelum mendengar suara tersebut. Saya kira, Anda jauh lebih tahu tentang diri Anda sehingga sedikit "memesona" sebagian kalangan jin.

Lantas, suara wanita itu yang berkata, "Tidak bisa" Anda tentu yang lebih memahaminya dengan menelusuri apa yang Anda kehendaki. Anda mungkin memiliki suatu cita-cita, yang kemudian Anda mengamalkan sesuatu yang mungkin keliru, sehingga muncul peringatan itu. Atau, amalan Anda tak ada artinya, karena Anda sudah digariskan bernasib seperti itu. Kata-kata "Tidak bisa" menjadi pemberitahuan kepada Anda. Jika hal itu berkaitan dengan diri Anda, kata-kata tersebut mungkin saja disampaikan oleh jin atau juga malaikat.

Namun, bukan berarti kalimat La ilaha illallah (tahlil) itu jelek. Kalimat tersebut begitu mulia sehingga disebut kalimat thayyibah, yang pembacanya dijamin dengan surga. Wirid itu layak Anda amalkan seterusnya karena akan memberi dampak baik buat diri Anda. Wirid tersebut bisa mendekatkan Anda kepada Allah.

Wirid tahlil adalah yang terbaik setelah membaca Al-Qur'an. Kemudian, jangan lupa pula membaca istigfar dan shalawat, yang akan lebih mengukuhkan diri Anda. Dalam melakukan wirid yang menjadi amalan, bukan wirid rutin setiap shalat, sebaiknya Anda melakukannya melalui seorang guru. Sebab, bagaimanapun, dalam beragama harus melalui seorang guru yang menjadi penuntun Anda. Beragama tidak bisa dilakukan hanya melalui buku. Semoga Anda puas dengan jawaban ini.

No comments:

Post a Comment