Saturday 27 February 2010

HUKUM HAKIKAT - QURAN-ET-SAINS 12

# Dzikir dan Keghoiban
# Dimanakah Tempat Allah?
# Kunci Dalam Berdoa
# Ukhuwah Antar Penganut Madzab
# Mengapa Banyak Lupa?
# Berdagang Dengan Petunjuk Dukun
# Bgaimana Menuju Ma'rifat


Dzikir dan Keghoiban


Assalamualaikum Warahmatullahi wabarakatuh. Saya ingin bertanya. Pada suatu ketika saya melakukan amalan zikir. Tapi pada saat bersamaan, istri saya mengalami hal-hal yang aneh. Pertama, waktu itu saya tidak shalat Subuh, karena ketiduran. Tapi, uniknya, istri saya justru melihat saya di kamar sedang shalat dan zikir. Yang kedua, selang beberapa hari kemudian, saya sedang mandi untuk persiapan shalat Subuh, dan istri saya melihat "kembaran" saya sedang berdiri di dalam kamar. Sampai akhirnya istri saya menggedor pintu kamar mandi dengan wajah ketakutan.

Apakah hal-hal aneh yang istri saya lihat ada hubungannya dengan amalan atau zikir yang saya baca? Mohon maaf, saya tidak menuliskan apa yang saya amalkan, karena bacaan amalannya sangat panjang. Wassalamualaikum Warah-matullahi wabarakatuh.

Zaenudin A.M.

Jawaban:

Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Ananda Zaenudin A.M, perlu anda ketahui, zikir tidak mengajak dan tidak menjadi keharusan untuk membawa atau mendorong pengamalnya pada kegaiban. Karena, salah satu fungsi zikir adalah untuk mengajak pengamalnya lebih mendekatkan diri kepada Allah (Swt). Selain itu, zikir juga akan membawa manusia pada ketenangan hati. 'Ala bidzikrillahi tathma'innal Qulub. Yaitu, ketenangan hati pribadi yang menjalankan zikir itu sendiri atau bagi yang melihatnya.

Dengan meningkatkan zikir, seorang individu akan dijauhkan Allah (Swt) dari sesuatu yang mengakibatkan atau mendorong pada perbuatan-perbuatan yang menjurus pada kesyirikan atau kemaksiatan yang lain.

Sedangkan timbulnya sesuatu yang dianggap gaib dari zikir, tidak masuk kategori dalam kegaiban berzikir. Kegaiban itu muncul karena ada ketenangan dalam hatinya. Sebagai contoh, orang yang dari pagi capek bekerja, setelah istirahat sebentar lalu mandi, pakai sabun dan sebagainya, terus ganti pakaian yang bersih. Dari kebersihan itu akan tumbuh kesejukan tersendiri bagi pemakainya.

Begitu pula bila hati itu telah bersih. Ia semakin peka dan tanggap, mampu mengekang nafsu yang suka menggoda dan mendorong untuk berbuat hal-hal yang merugikan. Karena kepekaan yang muncul itu dari hasil zikirnya, ia akan mampu menghindar dari perbuatan yang demikian.

Sedangkan masalah kegaiban itu mungkin saja terjadi Dia muncul karena faktor lain, yaitu tanda atau peringati bagi kita. Hal ini sama saja dengan tafsir yang dilakukan oleh seseorang yang bermimpi dalam tidurnya. Seperti yang dialami si A yang belum shalat Subuh dan belum menjalankan zikirnya, tapi sang istri mengetahui ia sedang shalat dan ternyata setelah dilihat sang suami masih tidur. Berarti, si ibu mendapat peringatan dari Allah untuk membangunkan sang suami untuk menjalankan shalatnya, karena itu adalah kewajibannya.
Posted by QuranSains at 5:50 PM

Dimanakah Tempat Allah?

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Langsung saja, apakah betul kata istawa pada surah Thaha ayat 5 yang berbunyi Ar-Rahmanu 'alal 'arsyistawa bermakna Allah bersemayam di Arsy. Apakah Arsy itu sama dengan Sidratul Muntaha sebagaimana tempat Rasulullah melalukan mi'raj. Lalu apakah arti tujuh langit, tujuh bumi. Apakah sekian nama itu menunjukkan bahwa Allah mempunyai tempat. Sekian, terima kasih. Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh.

Fatma Z.

Jawaban:

Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Kata istawa maknanya "yang menguasai". Bukan bersemayam seperti yang Anda katakan. Ini bisa diibaratkan dengan orang yang membuat listrik. Dalam listrik dibutuhkan gardu dan perangkat yang lain. Pencipta listrik tidak mungkin bersemayam atau duduk dalam listrik atau gardu listrik tersebut. Tapi dia cukup menciptakannya.


Sedangkan Sidratul Muntaha dan Arsy adalah dua hal yang berbeda. Sidratul Muntaha lebih tinggi dari Arsy. Allah menempatkan kekasih-Nya untuk bertemu di Sidratul Muntaha, tapi yang bertemu dengan kekasih itu adalah Allah, yang bersifat Al-Mukhalafatu lil khawadisi (berbeda dengan makhluk ciptaan-Nya).


Untuk pertanyaan tujuh langit, tujuh bumi, sebenarnya Allah menciptakan sesuatu bukan untuk hiasan. Bukan pula dipakai sekadar untuk pandangan. Tujuh langit dan tujuh bumi memang mutlak ada tujuh langit dan tujuh bumi. Bukan hanya logika atau kiasan.


Kalau Anda berpikiran bahwa Allah mempunyai tempat, artinya Anda salah menafsirkan. Jikalau Dia (Swt) memiliki tempat, berarti Allah memerlukan tempat. Sesuatu yang memerlukan tempat menunjukkan sesuatu yang lemah. Maka selanjutnya kita bertanya umur tempat dan yang bertempat itu sama atau tidak? Kalau Arsy, itu memiliki waktu bermula. Sedangkan Allah (Swt) tidak memiliki sifat bermula. Sama persis dengan sebuah ayat, lam yalid wa lam yulad wa lam yaqullahu kufuan ahad. Sesuatu yang dilahirkan atau melahirkan itu menunjukkan sesuatu yang lemah. Sebab baik yang dilahirkan atau yang melahirkan memerlukan tempat.


Dengan demikian, pengertian lam yalid wa lam yulad itu memperlihatkan bahwa Allah (Swt) tidak dilahirkan dan melahirkan, sehingga Dia tidak memerlukan tempat. Definisi yang sangat mustahil kalau Allah mempunyai tempat. Sebab Sang Pencipta itu tidak dapat diukur dan tidak bermula. Sedangkan tempat berangkat dari saat bermula. Setiap yang bermula pasti ada yang menciptakan. Sedangkan Allah sekali lagi tidak memiliki sifat bermula, dan tidak ada sekutu tidak ada yang menyamai-Nya. Itu perbedaannya. Maka, satu hal yang mustahil kalau Allah mempunyai tempat.
Posted by QuranSains at 5:45 PM

Kunci Dalam Berdoa

Assalamualaikum Warahmatullahi wabarakatuh. Saya berbahagia bisa berkonsultasi masalah spiritual, agama, dan lain sebagainya. Untuk itu saya memberanikan diri untuk coba menanyakan sesuatu yang berkaitan dengan spiritual itu.


Selama ini saya selalu berdoa namun mengapa belum juga dikabulkan. Saya tidak berburuk sangka kepada Tuhan, na’udzubillah. Sebab, Allah Maha Tahu terhadap apa yang tepat bagi saya. Namun, sebagai manusia, saya memiliki keinginan-keinginan, misalnya, ingin memiliki kendaraan, rumah, naik jabatan, dan lain sebagainya. Sebagai pegawai negeri memang mustahil bisa kaya raya. Permintaan saya, bagaimana saya sekeluarga bisa hidup layak, bisa menyekolahkan anak dan lain sebagainya. Apakah saya harus kontrak rumah dan naik bus umum terus menerus sementara saya sudah memiliki dua orang anak dan kesemuanya sudah menjelang masuk sekolah.


Pernah saya bertanya kepada seorang Kiai yang dijawabnya bahwa Allah tak menolak doa saya, tapi berproses. Kalau tiba-tiba saya menjadi kaya, orang akan curiga. Tapi, Allah (Swt) akan menentukan jalan rejeki saya. Jawaban kiai itu masuk akal. Apalagi, katanya, menjadi kaya itu juga butuh mental yang siap. Kalau tidak, bisa gila, sombong, dan kemudian durhaka kepada Allah yang memberinya.


Kini, saya pasrah dengan apa yang diberikan Allah. Saya hanya bekerja keras dengan mencari uang halal. Saya juga coba merangkap mengajar. Saya menghindari betul yang namanya korupsi dan sogokan. Kalau ada orang memberi uang saya, saya tanya untuk apa uang itu? Jika terkait dengan pekerjaan, saya menolaknya.


Yang ingin saya tanyakan, adakah kunci doa agar dikabulkan Allah. Atas perhatiannya, saya ucapkan terima kasih. Wassalamualaikum warahmatullahi. wabarakatuh.

Muhammad Faisal Mukim

Jawaban:

Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Terima kasih atas perhatian Anda. Islam itu memang agama doa. Hampir semua aktifitas kaum muslimin selalu diawali dan diakhiri dengan doa. Mengapa demikian? Karena kaum muslimin menganggap hidup ini adalah dalam rangka menjalankan perintah Allah yang di dalamnya penuh dengan ibadah. Berdoa juga ibadah. Nabi pernah bersabda bahwa orang yang tidak pernah berdoa adalah orang yang sombong. Nabi bersabda: "Doa itu adalah pedang (senjata) orang beriman." Sebab, dengan berdoa, kita masih mempercayai Dzat Maha Tinggi yang Maha Kuasa atas segala makhlukNya. Allah berfirman:"Berdoalah kepada-Ku niscaya akan Aku kabulkan."


Lantas, bagaimanakah cara berdoa yang disukai Allah sehingga peluang terkabulkannya menjadi lebih dekat? Dalam beberapa kitab yang membahas tentang doa seperti yang dikutip oleh Mundzir Nadzir dalam Afdhaliyyah Al-Wasa’il disebutkan bahwa ada empat belas kunci agar Allah cepat mengabulkan permohonan. Pertama, bacalah basmalah dan hamdalah (alhamdulillah) atau pujian kepada Allah serta shalawat kepada Rasulullah, keluarga serta sahabatnya untuk mengawali permohonan. Kedua, mohonlah ampunan atas kesalahan dan dosa yang telah diperbuat dengan mengucapkan istighfar.


Ketiga, sampaikan permohonan itu dalam kedaan suci, memiliki wudhu, bahkan apabila perlu lakukanlah mandi taubat. Keempat, sampaikanlah permohonan dengan hati yang khusuk dan tertuju sepenuhnya kepada Allah. Kelima, berdoa dengan hati ikhlas, tanpa paksaan, penuhi kecintaan serta kepatuhan kepada Allah. Keenam, menghadap kiblat, karena hal itu sangat disukai oleh Allah. Ketujuh, membersihkan perut dari makanan yang haram. Jika pernah makan atau minum sesuatu yang dilarang, kosongkanlah dulu pengaruhnya seraya bertobat. Jika pernah makan makanan hasil korupsi atau hasil curian, misalnya, segeralah bertobat dan tak mengulanginya lagi.


Kedelapan, ucapkanlah permohonan dengan suara lirih bukan lantang. Kesembilan, gunakanlah wasilah (perantara) melalui para Nabi dan orang-orang suci lainnya. Kesepuluh, saat berdoa tidak memandang ke atas. Kesebelas, utarakan permohonan secara berulang-ulang dengan bahasa yang dimengerti, dan tidak meminta hal-hal yang berbau maksiat, contohnya memohon agar menang lotere dan lain sebagainya. Kedua belas, merentangkan kedua tangan hingga sejajar dengan pundak selayaknya orang berdoa. Ketiga belas, jika memang benar-benar ingin memohon kepada Allah, usahakan diawali dengan shalat sunnah hajat. Sebab, dalam, beberapa Hadist disebutkan, jika kita menginginkan pertolongan Allah, maka dirikanlah shalat dua rekaat lalu mintalah kepada Allah. Menurut sabda Nabi, permintaan itu akan dikabulkan. Keempat belas, harus yakin bahwa Allah mengabulkan doanya. Sabda Rasulullah, "Berdoalah kepada Allah dan kalian yakin Allah mengabulkannya."


Kalangan sufi pernah berkata, "Dosa yang paling besar umat manusia adalah menganggap Allah tidak mengabulkan doanya." Karena doa juga merupakan ibadah, maka berdoa juga berpahala. Karena itu, senantiasalah berdoa. Seandainya, Allah belum juga mengabulkannya, maka kita sudah mendapatkan pahala berdoa.


Perlu Anda ingat juga, jika manusia bosan dengan permintaan orang lain berulang kali, maka Allah justru sebaliknya. Dia (Swt) sangat menyukai seorang hamba yang senantiasa memohon kepada-Nya.
Posted by QuranSains at 5:41 PM

Ukhuwah Antar Penganut Madzab

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Saya mempunyai pertanyaan yang benar-benar diajukan. Bagaimanakah cara mempererat persaudaraan atau ukhuwah sesama muslim, sedang kami berlainan madzhab atau aliran. Kadang saya kurang puas dengan penjelasan beberapa ustad yang saya temui.

Saya juga mendengar, mempererat tali silaturahmi itu sangat dianjurkan. Tapi, bagaimana bersilaturahmi dengan seseorang yang bukan muhrim? Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh.

Fajar Ismail

Jawaban:

Waalaikumsalam warahmatulla hi wabarakatuh. Perlu diketahui, madzhab bukan untuk memisahkan jarak atau hubungan antara kaum beriman. Orang beriman bersaudara dengan orang beriman yang lain. Orang beragama Islam bersaudara dengan orang beragama Islam yang lain. Mazhab merupakan hasil ijtihad hamba Allah yang dekat dengan Allah dan Rasul-Nya. Para mujtahid itu telah memenuhi syarat-syarat ijtihad sehingga bisa memiliki pendapat yang diikuti keabsahannya. Sebab, hasil ijtihad para imam itu tidak lepas dari Al-Qur'an dan Sunnah Nabi (saw).

Jadi, sekali lagi, madzhab bukanlah untuk memisahkan muslim dengan muslim lainnya. Berbeda pendapat itu wajar. Perbedaan pendapat, selagi dalam batas atau koridor dan masing-masing memiliki pegangan, bukanlah perpecahan, dan jangan diperuncing. Sebab, para imam mujtahid ketika menemukan pendapatnya tidak bertujuan memecah belah. Tapi justru untuk memperluas kekayaan ilmu itu sendiri.

Satu contoh, sebuah keluarga mempunyai pohon durian. Mereka akan membawa durian itu kepada keluarga yang lain. Dalam hal ini, para anggota keluarga itu bisa memiliki pendapat yang berbeda. "Sudahlah, masukkan saja durian itu ke dalam kotak yang rapat, sehingga tidak bau dan durinya tidak membahayakan." Yang lain berpendapat, "Sudah, kuliti saja. Bawa buahnya saja. Masukkan ke dalam termos, lalu kasih es." Kedua belah pihak mengeluarkan pendapat yang berbeda, tapi bukan untuk diperuncing, atau meniadakan yang lain. Justru kedua-duanya baik, tinggal bagaimana situasinya. Kalau jaraknya dekat, perlu apa dikupas. Tapi, kalau jaraknya jauh, mungkin lebih baik dikupas. Dan, agar baunya tidak keluar, taruh di termos atau plastik, lalu tutup yang rapat, dan sebagainya.

Yang kedua, masalah silaturahmi antara pria dan wanita yang bukan muhrim, harus ada koridor-koridornya. Perlu diketahui, silaturahmi yang sehat adalah yang saling bisa menghormati kedua belah pihak. Si pria bisa menjaga kehormatan dan harga diri si wanita. Juga sebaliknya dengan si wanita. Dengan demikian kedua-duanya menunjukkan hal yang baik, dan tali ukhuwah itu akan terjalin semakin kukuh. Misalnya, ketika berhadapan dengan muhrim, kita mempertontonkan hubungan yang berlebihan. Padahal, tidak semua orang tahu hubungan muhrim itu. Hal ini dipandang tidak baik, apalagi dari segi akhlak. Dengan menjaga batas-batas tertentu, kewibawaan kaum muslim dan muslimat akan terjaga. Dari sanalah kita akan tahu, ukhuwah itu ternyata saling menjaga dan menghormati.
Posted by QuranSains at 5:38 PM

Mengapa Banyak Lupa?

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Saya seorang santri, tetapi selama belajar di pesantren saya merasa ilmu saya tidak barakah. Saya sekarang sudah keluar dari pesantren itu, dan yang saya alami sekarang jauh sekali perbedaannya dengan kebiasaan selama di pesantren. Sekarang saya tidak tekun beribadah seperti sewaktu berada di pesantren. Begitu juga saya banyak lupa dengan beberapa ilmu yang saya pelajari. Apakah sebabnya? Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh.

Bambang Sukartono

Jawaban:

Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Ilmu, derajat, manfaat maupun tidaknya tergantung pada ikhtiar kita semula. Yang pertama, kemanfaatan ilmu itu akan kita peroleh tergantung bagaimana ketaatan kita kepada kedua orangtua, yang telah membiayai dan membesarkan kita. Yang kedua, coba kita koreksi dan introspeksi pula, belajar menghargai guru.


Kita kadang-kadang kurang menghargai para guru kita, yang telah ikhlas memberikan ilmunya kepada kita. Sebab, bagi seorang guru yang mengajarkan ilmu yang benar, si murid selamanya akan menganggap guru itu sebagai gurunya. Meski, pada suatu waktu, karena terus belajar, kita lebih pandai daripada guru kita di pesantren. Namun guru adalah tetap guru kita, yang harus tetap kita hormati. Jadi penghormatan kita kepadanya akan kita lakukan sepanjang hayat.


Berikutnya, sejauh mana pula ketaatan kita kepada guru. Hal itu ditunjang sejauh mana kita membutuhkan atau memerlukan ilmu-ilmunya sebagai bekal dalam kehidupan kita di dunia dan akhirat. Sebab, sebagaimana disebutkan di dalam hadits, adalah suatu kewajiban bagi kaum muslimin atau muslimat untuk mencari ilmu. Hadits-hadits populer juga menyebutkan, "Carilah ilmu meski ke negeri Cina." Begitu juga, "Carilah ilmu dari buaian hingga liang lahat."


Karena itu, kita belajar mengulang pelajaran yang telah kita terima ketika belajar di pesantren, sebelum terlambat, yaitu ketika kita pulang ke haribaan Allah (meninggal). Sebagai langkah awal, tidak ada salahnya kalau ada kesalahan-kesalahan kita—mungkin kalau ada—kepada kedua orangtua dan kepada guru kita, kita minta maaf. Sebab, dengan keikhlasan mereka memberikan maaf, akan terbuka pintu ridha dari Allah. Sehingga insya Allah ilmu-ilmu yang kita pelajari selama di pesantren yang terlupakan, atau tertutup, akan dibukakan kembali oleh Allah (Swt).


Tentu saja, syaratnya harus kembali sadar dan bertobat dengan segala kesalahan yang kita lakukan. Kemudian mulai belajar lagi, entah kepada guru kita, atau kepada orang lain, atau belajar mengulang sendiri pelajaran yang telah kita terima. Dengan berbagai upaya tersebut, kita berharap, kita akan kembali meraih ilmu yang kita dapatkan, serta amalan ibadah yang dulu pernah kita tekuni di masa lalu.
Posted by QuranSains at 5:35 PM

Berdagang Dengan Petunjuk Dukun

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Saya dulu percaya dengan dukun, dan sering meminta nasihat dalam berdagang kepadanya. Setelah sadar, berkat ikut pengajian dan membaca buku-buku Islam, bahwa yang dipraktekkan dukun itu merupakan tindakan kemusyrikan, saya tidak mendatanginya lagi. Lalu bagaimana dengan status harta saya dulu, ketika berdagang dengan cara meminta doa-doa dukun? Apakah harta saya masih berbau syirik? Mohon petunjuk? Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh.

Muhammad Ilyas Yasin

Jawaban:

Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Benda yang sudah diperoleh pada masa lalu merupakan rezeki yang sudah diberikan kepada Allah (Swt) kepada hamba-Nya. Namun kalau harta itu dikaitkan dengan status hukum, yaitu apakah harta itu halal atau haram, sesuai atau tidak dengan ketentuan agama dalam cara berdagang atau bersyirkah (join), apabila dalam berdagang itu cara yang digunakan halal, status harta itu pun halal. Sebaliknya, kalau mendapatkannya dengan cara haram, statusnya pun haram. Tidak ada urusan dengan dukun atau lainnya. Sebab dalam mencari nafkah, banyak cara digunakan supaya dalam bekerja tambah bersemangat.


Dengan ketidaktahuan Anda bahwa praktek dukun itu berbau syirik, hal itu tidak mempengaruhi status harta Anda. Namun yang penting untuk diperhatikan adalah, peristiwa ini merupakan peringatan bagi Anda, supaya berhati-hati, sekaligus banyak belajar, entah melalui pengajian atau dari buku-buku agama, tentang halal dan haram dalam Islam.


Tapi patut direnungkan kembali, apakah ketika dulu berdagang Anda melanggar hukum—berbuat haram atau tidak? Maksudnya apakah cara berdagang Anda sudah sesuai dengan tata krama serta ilmu bisnis seperti yang umumnya dilakukan? Kalau Anda sudah sesuai dengan cara yang halal, yaitu sewajarnya dalam berdagang, seperti tidak menipu, mengurangi takaran atau timbangan, harta yang Anda peroleh halal. Kecuali Anda memiliki, untuk diri sendiri atau untuk orang lain, suatu barang, bisa juga makanan, atau harta benda, yang dulu pernah dipersembahkan oleh dukun kepada jin atau setan—bahasa umumnya sesajen. Benda atau sesuatu itu sudah berstatus haram, sebab sudah terkait dengan perbuatan syirik. Meski terkesan mubazir kalau tidak kita pergunakan atau kita makan, lebih baik benda atau sesuatu itu kita jauhi.
Posted by QuranSains at 5:31 PM

Bgaimana Menuju Ma'rifat

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Saya ingin bertanya, bagaimana cara menuju makrifat. Haruskah dengan cara bertarekat dulu, atau ada cara lain? Dan apa sebenarnya makrifat itu? Mohon jawaban. Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Muhammad Nadzif

Jawaban:

Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Makna makrifat itu adalah "mengerti dan mengenal". Mengerti saja, belum tentu seseorang itu mengenal. Tapi kalau mengenal, pasti mengerti. Seperti contoh, banyak orang tahu kota Jakarta, tapi setelah masuk ke Jakarta, dia masih bertanya-tanya arah dan jalan, dan kendaraan apakah yang diperlukan untuk mencapai tujuan. Yang seperti itu namanya belum mengenal Jakarta. Mengerti Jakarta tapi tidak mengenal Jakarta.

Jadi, makrifat yang dimaksudkan di sini adalah mengenal Allah (Swt). Bagaimanakah kita mencari jalan untuk bisa mengenal-Nya? Pertama kita harus mengetahui sifat yang wajib dan yang mustahil bagi Allah. Tapi, pengenalan itu baru pondasi. Untuk mengenal lebih jauh, kita harus lebih sering mendekat. Sedangkan yang dikenal itu (Allah) pasti mengenali setiap makhluk-Nya. Makhluk Allah banyak yang mengerti tapi tidak mengenal Allah.

Nah, dengan ilmu makrifat ini, kita ingin belajar mengenal Allah. Kenal dan dikenal. Jelas tidak semudah itu. Pikiran yang pertama, bagaimana pendekatan diri kita secara ritual kepada Allah (Swt). Kedua, bagaimana agar kita tidak selalu lalai pada yang kita cintai, yaitu Allah.

Bila kita sudah saling mengenal, berarti kita pun akan semakin dekat, dan terus semakin dekat. Tingkatan mengenal seseorang pasti berbeda, dan selalu berjalan bertahap. Ada orang yang kenalnya sudah sampai di pinggir lautan, sementara yang lain ternyata masih di tengah lautan. Dan yang di pinggir lautan, pasti mendapatkan kebanggaan. Tapi yang masih di tengah lautan, akan merasa kecil. Itulah pentingnya wirid-wirid untuk bisa mencapai makrifat. Dalam Hadist disebutkan, "Ka'annaka tarahu, wain lam takun tariihu wainnahu yaraka," atau "Seakan Anda melihat Allah. Jika tidak bisa melihat-Nya, yakinlah bahwa Dia yang melihat Anda."

No comments:

Post a Comment