Saturday 27 February 2010

HAKIKAT UMUM - QURAN-ET SAINS 3

# Nikmatnya Selingkuh, Muaknya Dosa
# Istri Cerewet dan Karomah Kyai
# Asal Usul Stress
# Egoisme Itu Hijab
# Keremangan Yang Menyakitkan
# Industri Tangis Menangis
# Teknologi Porno

Nikmatnya Selingkuh, Muaknya Dosa

Selingkuh itu nikmat," kata para peselingkuh. Kenapa? Sebab dalam perselingkuhan ada tantangan dan petualangan. Dalam petualangan, ada pemanjaan terhadap nafsu yang dikeluarkan dari kerangkeng kebenaran dan kejujuran.

Lalu ada dosa yang dijubahi oleh rasa takut dan khawatir. Ada rasa nikmat yang disembunyikan dalam kesemuan dan penyimpangan. Itulah nikmatnya kegelapan.

Dalam statistik perselingkuhan pria lebih menonjol. Walau pun sesungguhnya para wanita juga menginginkan perselingkuhan ketika rumah tangganya mulai tidak harmonis. Pria pun berselingkuh disebabkan adanya faktor elementer dalam hubungan suami istri mulai keropos.

Ada yang berselingkuh karena sekadar iseng atau menikmati kejenuhan. Ada juga yang berselingkuh dengan serius sampai tenggelam dalam selimut nafsunya. Ada yang berselingkuh karena memang ia petualang eksotis. Ada yang berselingkuh karena perselingkuhan tidak lagi menjadi norma tetapi memang menjadi bagian dari ideologi liberalisme. Dan yang paling aneh adalah jika berselingkuh itu sebagai status sosial dan label kejantanan.

Rumahku adalah syurgaku. Kata itu paling populer dalam agama. Elemen-elemen surgawi di era modern telah sirna dari tiang-tiang penyangganya. Para penghuni rumah itu telah merobohkan sendiri melalui pengeroposan psikologisnya setiap saat, setiap hari, setiap minggu, dan seterusnya. Lalu roboh diam-diam. Bahkan kekecewaan itu ia bangun dengan kekecewaan berikutnya: perselingkuhan.

Tetapi, sesungguhnya juga bukan karena surga rumah tangga yang utuh itu dirobohkan oleh penghuninya. Namun juga oleh tetangga, teman di kantor, eksotisme di luar, industri eksotisme, dan fasilitas yang memanjakan.
Sudah waktunya pasangan-pasangan membangun masa depan muthmainnah (ketentraman dan kedamaian). Syaratnya sederhana. Memulai pandangan hidup dengan mengembalikan usaha, ikhtiar, dan kegagalan kepada Allah.

Ketentraman dan kedamaian akan terus sirna manakala jiwa Anda tidak pernah kembali kepada Allah sebagai tujuan hidup. Bahkan ketika Anda masih mengembalikan prestasi yang Anda peroleh saat ini sebagai upaya dan daya Anda sendiri. Bukan sebagai Anugerah Allah dan Anda pun akan terus digoda oleh perselingkuhan.

Perselingkuhan, karenanya adalah eksploitasi dari nafsu lawwamah. Nafsu yang ambisius terhadap hal-hal yang hedonis, materialistis dan kemewahan lainnya. Apalagi dunia lawwamah telah muncul dalam tawaran pesonanya melalui goyang para inulmania, pusar perut Para wanita, seksisme yang berbunga di sejuta trotoar dan etalase, dalam prostitusi kebudayaan kita.

Ibu-ibu sangat membenci perselingkuhan. Kaum perempuan lajang yang sedang berpacaran juga paling dendam dengan perselingkuhan. Dan sesungguhnya, kaum pria juga membencinya setengah mati jika pasangannya berselingkuh. Tetapi kesimpulan dan semua perselingkuhan di dunia ini hanya karena seluruh pasangan telah kehilangan Tuhan dalam harmoninya.

Membangun kejujuran itu sulit. Menjadi tidak sulit ketika Anda mulai belajar jujur. Jujurlah kepada Allah dengan mengatakan apa adanya kepada-Nya. Minus dan plus diri Anda. Katakan dosa-dosa Anda kepada Allah, niscaya Allah memeluk Anda dengan pelukan yang lebih membahagiakan ketimbang keinginan bahagia semu di balik perselingkuhan itu.
Posted by QuranSains at 7:15 AM

Istri Cerewet dan Karomah Kyai

Konon hiduplah seorang kyai yang sangat alim. Di dalam dirinya jauh dari penyakit hati. Sifat sombong, rakus, iri, dengki, adigang-adigung adiguno, dan kikir sedikit pun tak berani menempel dalam relung hatinya.

Sebaliknya, yang selalu terlihat bersinar-sinar menyilaukan seperti sinar lentera di kegelapan malam adalah semua sifat-sifat utama. Sabar, narimo, tawakal, jujur, loman, dan ngalah.

Dalam setiap muthola'ah di serambi masjid kecil di pesantrennya, sang kiai tak henti-hentinya mengingatkan ratusan santri yang berguru kepadanya. Mereka menasihatkan ngugemi sifat-sifat utama itu.

"Orang itu harus sabar dan ngalah," kata sang kiai suatu ketika.

Kemudian dua sifat utama itu diuraikan dengan penuh kebajikan dan waskita. Kata kiai, hakikat sabar itu adalah Sejating Amalan kang Biso ‘Alaf Rahmat (Allah).

Sedangkan ngalah, bermakna Ngawula marang gusti Allah. Itu artinya, orang bisa ngawula atau menghamba bahwa tidak ada kekuatan yang kuat sejati, selain kekuatan itu datangnya dari Allah. Bahwa, manusia itu hanyalah sak dermo. Tak memiliki kekuatan apapun di hadapan Allah Yang Qowiyyu dan Yang Matin.

Kiai itu terus menjelaskan dua sifat mulia ini dengan contoh-contoh sehari-hari di masyarakat. Sementara ratusan santrinya semakin meyakini kemuliaan hati sang kiai.

Mereka juga menyaksikan bagaimana setiap hari karomah yang dipancarkan dari diri sang kiai semakin bertambah. Bukan hanya di hadapan santri, karomah itu juga muncul di hadapan makhluk-makhluk lain.

Pernah suatu hari, ketika sang kiai pergi ke hutan, binatang-binatang penghuninya tampak tawadlu' memberi salam dan hormat pada sang kiai. Bahkan hewan-hewan itu mengantarkan langkahnya sampai ke pintu rumah.

Begitulah! Bila keheningan hari ini selalu disinari sifat-sifat terpuji, siapa pun segera bisa menari dengan cahaya Ilahi.
Tapi suatu ketika sang kiai ini tidak seperti biasanya. Beliau tampak termenung di serambi masjid pesantrennya. Sinar karomah yang menyala-nyala tampak redup. Dia tampak teramat sedih.

Melihat kiainya seperti itu, datang seorang santri dan berkata;

"Kiai! Beberapa hari ini engkau tampak sedih. Selalu termenung sendiri. Kadang saya menyaksikan engkau menangis. Saya juga menyaksikan, sekarang tak ada lagi hewan-hewan hutan berucap salam kepada kiai. Sesungguhnya apa yang terjadi kiai?"

Sang kiai berucap, "Aku memang sedang bersedih. Ketahuilah santriku, aku sangat khawatir tak bisa mendekati nur Allah. Karena tujuh hari ini, semenjak aku beristrikan nyai (sebutan santri untuk istri kyai), tak seorang pun menguji kesabaranku. Istriku sekarang orangnya penyabar, tawakkal, jujur, dan loman. Tak pernah ada kata kasar yang keluar dari bibirnya. Sebaliknya, yang ada hanya kerendahan hati, dia nurut pada saya."

"Sementara nyai yang pertama dulu, sebelum meninggal dunia, dia orangnya cerewet. Sedikit saja saya salah, pasti ditegurnya. Sedikit ada yang tidak sesuai dengan dia, pasti marah. Mungkin karena aku jauh dari ujian itu, apa yang engkau saksikan dulu tentang aku lalu sekarang mulai menjauh dariku."

Memang benar. Karomah dan pancaran kemuliaan tak begitu saja muncul dalam diri manusia. Untuk mendapatkan ini, setiap saat kita harus diuji. Ujian bisa datang dari diri kita sendiri. Dan anak dan istri, atau lingkungan kita.

Bahkan kalau memang ujian itu sebagai jalan menuju kesempurnaan hakikat diri, harusnya tak dihindari. Sebaliknya harus dijalani.

Seperti juga kiai kita ini. Beliau bersedih, karena tak pernah lagi diuji.

Lalu, di hadapan santri ini, kiai ini berpesan; "Kesempurnaan lelaku sabar, narima, tawakkal, jujur, dan ngalah adalah ketika bertanding dengan lelaku marah dan menang-menangan. Maka jangan engkau bersedih hati bila waktunya diuji. Berucaplah: Lahaula wala quwwata illa billah. Tidak ada daya dan kekuatan sejati, kecuali dari dan dengan Allah. Insya Allah!"
Posted by QuranSains at 7:13 AM

Asal Usul Stress

Dari mana sesungguhnya asal usul stres? Para psikolog dan agamawan mencari solusi. Dan jutaan judul buku memasuki era industrinya hanya karena stres publik. Situasi demikian dimanfaatkan scbagai komoditi. Ada komoditas intelektual, ada juga komoditas obat-obatan, ada komoditas paranormal, dan juga ada komoditas instan untuk menanggulangi stres.

Alhasil, para sufi ikut unjuk gigi. Stres menurut para sufi disebabkan oleh nuansa paling sederhana. Yaitu; "Urusan duniawi masuk dalam wilayah Ketuhanan. Atau urusan hidup sehari-hari dimasukkan dalam hati kita. Maka hati jadi tertekan dan benturan psikologis menimbulkan konflik dalam diri sendiri."

Anda mungkin bertanya, bisakah urusan dunia ini tidak masuk dalam hati kita? Mungkinkan kita mengurus kehidupan ini tanpa campur tangan hati kita?

Bisa dan sangat mungkin. Kenapa? Hati adalah rumah Ilahi (qalbul mukmini baitullah). Hati orang beriman itu rumahnya Allah. Oleh sebab itu, rumah Allah harus bersih, bercahaya, bahkan mencahayai fikiran dan akal kita, mencahayai langkah kehidupan kita. Dunia dan seisinya ini cukup diurus oleh ikhtiar kita. Ikhtiar itu tempatnya ada dalam akal, fikiran, dan jasad kita.

Jika ikhtiar masuk dalam hati, maka hati akan ternodai. Bahkan terkotori oleh kontaminasi konflik yang sangat menyesakkan jiwa.

Oleh karenanya, setiap hari manusia harus bisa memisahkan mana yang harus diurus di dalam kamar hati, mana yang harus diurai oleh bilik akal, dan mana yang harus diperhitungkan oleh pikiran kita dan alat apa yang bisa mengendalikan nafsu kita.

Coba Anda renungkan dengan membuka jendela masa lalu Anda. Kenapa stres itu muncul dan kenapa ketakutan itu muncul justru disebabkan oleh hantu ketakutan itu sendiri? Coba Anda ingat, sejak bangun tidur hingga saat Anda membaca tulisan ini sudah berapakali Anda berterima kasih kepada Allah? Kenapa Anda merasa kurang mendapat nikmat Allah, sedangkan ketika Allah melimpahkan nikmat-Nya justru Anda enggan menjaga nikmat itu?

Nah, anatomi stres ini perlu kita bedah. Bukan melalui uraian akademis, tetapi melalui amaliyah dan praktik psikologis kita sehari-hari dalam menyikapi suatu problem. Dan ketika problem itu masuk dalam hati kita, sesungguhnya di sanalah munculnya hawa nafsu kita. Persinggungan antara wilayah hati dengan wilayah duniawi adalah awal tumbuhnya nafsu kita. Baik nafsu yang memunculkan ketamakan dan harapan atau pun nafsu suka cita yang melebihi kewajaran. Bahkan nafsu marah yang membakar dada kita. Nah!
Posted by QuranSains at 7:12 AM

Egoisme Itu Hijab


Egoisme itu adalah ideologi yang sebanding dengan hijabisme yang dikembangkan oleh peradaban iblis. Hijabisme merupakan tirai penghalang antara hamba dengan Allah. Karena itu hijabisme paling primordial adalah keakuan, egoisme, dan sikap mengandalkan prestasi amaliyah di depan Tuhan.

Amaliyah Anda, karena itu, sama sekali bukan andalan untuk Anda jadikan sebagai visa atau tiket masuk surga. Dan sebaliknya dosa-dosa kita bukan pula sebagai paspor ke neraka. Dosa dan ibadah kita tidak ada hubungan langsung dengan masuknya hamba ke surga atau terjerumusnya hamba ke neraka.

Justru seseorang yang mengandalkan amalnya, nanti akan merasa paling banyak amalnya. Jika merasa amalnya sebagai penyelamat dirinya. Ia akan takabur dan riya’ karena ia merasa paling islami, paling hebat, dan paling dekat dengan Allah. Perasaan paling itulah yang menyebabkan ia takabur, dan takabur itu bisa melebur seluruh pahala Anda.

Oleh sebab itu Ibnu Athaillah as-Sakandary mengingatkan; “Tanda-tanda orang yang mengandalkan prestasi amalnya, seseorang itu akan pesimis terhadap rahmat Allah setelah ia melakukan perbuatan dosa.”

Jadi, apakah Anda tergolong manusia egois atau bukan. Ukurlah dengan standar apakah Anda masih menggantungkan pada amal Anda atau tidak. Jika Anda habis berbuat salah, lalu Anda merasa kehilangan harapan untuk bertemu Allah, berarti Anda masih mengandalkan amal Anda sekaligus Anda masih terhijab oleh ego Anda di depan Allah.

Egoisme itulah yang menghalangi ma’rifat Anda dengan Allah. Karena Anda merasa ada di depan Allah. Jika Anda merasa ada. Allah tidak akan tampak di depan Anda. Sebaliknya jika Anda tiada dan yang ada hanya Allah, saat itulah Anda mengalami kefanaan. Tahap awal dari penghadapan diri Anda di hadirat Allah.

Nah, sejarah membuktikan, kelompok umat partai atau ormas yang mengandalkan amal historisnya pasti roboh. Sebab mereka terdiri dan kaum yang penuhi dengan egoisme.
Posted by QuranSains at 7:10 AM

Keremangan Yang Menyakitkan


Mulai hari ini Anda harus memilih dengan segenap ketegasan Anda. Yakni memilih antara terang atau gelap, hitam atau putih, haq atau bathil.

Jangan sampai Anda berada di antara dua wilayah yang bertentangan itu, yang saya rebut sebagai wilayah remang-remang, wilayah ketidakjelasan dan kemunafikan wilayah yang bisa membelah jiwa kita dalam dua kehidupan, wilayah yang penuh dengan kepura-puraan. Dan itulah remang-remang dalam hati kita.

Kenapa kita harus tegas? Ya, kalau memang mau jadi orang jahat, jalan kejahatan sudah jelas. Mau jadi orang baik, jalan kebaikan juga sudah membentang. Tapi jalan remang-remang adalah jalan kemunafikan di mana seseorang bisa berbaju terang, sedangkan tubuh dan dalamnya adalah gelap.

Ada yang menjadi koruptor kakap, penindas rakyat, tapi berjubah dengan jubah sosial, jubah kepedulian terhadap kemiskinan, dan bahkan memakai jubah Tuhan di mana-mana. Inilah prototype manusia remang-remang.

Hari ini, siapa pun yang tegas di dunia terang akan merasakan karakter terangnya. Dan itu pilihan terbaik. Tapi jika kita berada dalam keremangan, justru kita benar-benar tersiksa. Hati kita jadi tidak jujur, kita jadi munafik dan fasik, kita jadi musuh bagi diri sendiri, dan kita dikejar dosa di mana-mana dan kapan saja.

Bagaimana mereka yang ada di kegelapan? Wah, jika Anda bercita-cita jadi manusia gelap, itu lebih baik jika Anda memang jujur di sana. Anda harus siap jadi musuh bersama, jadi tokohnya iblis, jadi aparatnya setan, dan nafsu Anda. Tapi terang-terangan saja, di dunia gelap nanti akan Anda temukan suasana yang lebih baik dari di dunia remang.

Hari ini pula Anda resah, gelisah, takut, dan khawatir. Mengapa? Itu karena Anda tidak pernah tegas untuk mengambil pilihan hidup. Anda akan semakin tersiksa jika remang-remang dalam dada Anda itu melemparkan din Anda ke jurang keputusasaan.

Negeri ini rusak karena betapa banyak jumlah topeng untuk menutupi keremangan hatinya. Bangsa ini hancur karena bangsa ini lebih senang mengikuti remang-remang kehidupannya dibanding kejelasannya, pilih baik atan pilih jahat. Maka kehancuran bangsa dan umat ini lebih banyak diawali ketika keremangan hidup melemparkan kita ke padang keraguan. Hingga kemudian kita kehilangan rasa yakin kepada Allah.

Keremangan adalah keraguan. la muncul dari industri setan. Kemudian dipasarkan dalam bursa duniawi dengan para konglomeratnya yang terdiri dari kefasikan, kedzaliman, kemunafikan, kekufuran, dll, yang bisa melemparkan kita dari dunia terang kemudian menyeruak ke dalam jurang.

Apakah yang diuntungkan oleh keremangan hidup kita hanya hidup yang semu, gamang, dan langkah kaki yang tidak menyentuh tanah dan bumi kita? Makanya, saya mengajak agar setelah keimanan kita tumbuh, keyakinan kita juga harus tumbuh agar setan tidak bisa lagi menggoda lewat remang-remang itu.
Posted by QuranSains at 7:08 AM
Industri Tangis Menangis
Kini sudah mulai muncul industri tangis menangis. Ada yang membisniskan tangis untuk ritual kematian. Ada juga tangis beneran ketika rakyat kelaparan dan bencana dibiarkan oleh para elit penguasa, seperti yang terjadi di Pasar Besar Malang (PBM) pasca kebakaran Senin, 3 Maret 2003. Ada lagi sungai yang dipenuhi air mata buaya, agar tangisnya menjadi komoditas politik. Ada tangisan para penjahat di sudut penjara karena menyesal. Dan bahkan ada sejuta tangisan yang masih tak terhingga macamnya.

Bangsa kita diselimuti oleh kriminal, syahwat, dan air mata. Lalu, ironisnya, muncul industri tangis atas nama dzikir nasional. Lihat saja, suasana teaterikal sehari sebelum 1 Muharam lalu atau pas saat Matahari Dept. Store ludes terbakar dan menghanguskan kios milik orang kecil. Semuanya diekspos di sebuah TV swasta.

Bahkan, kemudian muncul gerakan ritual tangis di mana-mana dengan metode psikoterapi yang mengejutkan syaraf-syaraf tangis. Lalu nafsu tangis memaksa seseorang untuk menekan dada agar air mata keluar, membelah pipi dengan senggukan-senggukan, kemudian seakan-akan senggukan itu adalah puncak spiritual.

Tangis dalam dunia sufi adalah akibat, bukan rekayasa. Tangis yang mulia adalah kelembutan dan keharuan jiwa. Dan itu pun muncul karena dua hal. Kalau tidak karena cinta dan kasih sayang, bisa karena penyesalan. Tetapi penyesalan tidak harus dieksploitir pula, karena bisa timbul nafsu penyesalan.

Silakan Anda menangis jika tangisan itu bukan tangisan semu. Beda antara tangis semu dengan tangis yang sesungguhnya. Seperti beda antara bumi dan langit. Ketika Anda berusaha menangis melalui prosesi ritual dramatis yang diusahakan melalui gerak dan retorika, pastilah hasilnya tangisan semua. Penuh dengan riya' dan emosi kekanak-kanakan.

Sedangkan tangis yang hakiki adalah tangis keharuan air mata yang muncul dari telaga sirrul asrar (rahasia hakikat batin). Karena kefanaan hamba di depan Allah. Air mata yang menurut Ibnu Araby menjadi bahan utama terciptanya jagad semesta.

Anda sedang menonton sinetron? Film di layar lebar? Dengan kisah emosional yang mengharukan, lalu salah satu penonton basah pipinya dengan senggukan dada. Tiba-tiba seluruh gedung menumpahkan air matanya. Apakah itu pertanda Anda sedang menangisi puncak spiritual? Sekali pun yang Anda hadirkan adalah dimensi Ketuhanan?

Memang, bangsa kita hari ini sedikit sekali yang menangis terhadap nasib kebangsaan dan ummat. Termasuk para elit, pejabat, dan tokohnya sudah tidak ada lagi yang menangis. Kalau yang ini memang tidak mampu menangis - bahkan juga Anda - karena hati telah mengeras bagai batu. Hatinya membatu, otaknya tumpul, dan nafsunya liar.

Tetapi sangat menyedihkan kalau tangisan itu dijadikan industri publik dalam bungkus ritual. Lebih ironis lagi.

Kesimpulannya, Anda jangan terpesona dan terbengong-bengong dengan tangisan. Kecuali memang tangisan itu adalah anugerah Ilahi. Bukan "ditangis-tangiskan" seperti ketoprak dan sinetron di TV. Sebab rekayasa tangis itu akan memunculkan refleksi bahwa Anda merasa bisa menangis, lalu Anda merasa paling menyesal, paling berhamba kepada Tuhan, paling basah hatinya, paling hebat jiwanya.

Dengan kondisi bersamaan, mereka yang tidak menangis di ritual itu dianggap sebagai orang yang hatinya keras membatu. Bisa jadi justru yang tidak menangis itu, malah diselamatkan Allah dari drama air mata profanika. Masya Allah!
Posted by QuranSains at 7:04 AM


Teknologi Porno

Tiba-tiba menguap seperti bau bangkai ketika tiga artis melaporkan seseorang ke Polda Metro Jaya soal VCD curian dari kamar ganti. Rachel Maryam, Sarah Azhari, dan Femmy. Lalu sederet publik figur, khususnya para artis merinding bulu kuduknya. Eksploitasi seperti itu lebih mengerikan ketimbang virus SARS. Sulit diobati, karena trauma dan pelecehan itu menvonis seumur hidup artis.

Siapa yang salah? Para pengintip itu? Kameramannya? Atau artis itu sendiri? Bahkan publik juga bersalah? Para penikmat? Teknologinya?

Salah semua. Pengintip dan perekam itu memiliki kesalahan akbar, lebih dari dosa Akbar Tanjung. Kamera? Kalau Anda bisa mendengar suara ruh kamera, ia akan berteriak sambil mengucapkan istighfar hingga menembus langit ke tujuh.

Si artis? Salahnya sendiri, suka memamerkan keindahan tubuh di luar batas. Sehingga publik dan pengintip merasa tubuh-tubuh yang menonjol penuh dengan gairah eksotis itu seperti etalase. Tipis sekali bedanya dengan prostitusi. Lalu publik? Para penikmat gambar porno, VCD, dan hal-hal eksklusif dari pornografi adalah publik yang sedang mabuk dalam syahwat kebinatangannya.

Ketika kita memasuki abad milenium, semua merayakan kemenangan humanisme dan peradaban komunikasi serta informasi. Tetapi saya sendiri menangisi peradaban ini. Karena milenium ini diawali dengan abad kejahatan, pornografi, dan dehumanisasi serta penghinaan terhadap keindahan manusia. Para artis mestinya juga instropeksi, apakah keindahan itu sebatas mulusnya kulit atau sintalnya pantat dan dada? Oh, kalau itu memang keindahan yang sudah diindustrikan oleh para setan untuk dipasarkan di mal-mal kegelapan. Tidak percaya? Atau Anda akan sinis? Terserah Anda.


Gampangnya begini. Kalau Anda dan para artis, bahkan para penikmat dan pengusaha eksotisme terus menerus memproduksi "estetika kebinatangan" (karena binatang tak pernah berpakaian dan hanya meluapkan syahwat makan dan seksual), itu pertanda bahwa Allah sedang menghina peradaban yang akan Anda bangun. Pada saat yang lama, kemanusiaan Anda hilang, bahkan cahaya keimanan dalam diri Anda sirna.

Peradaban sehari-hari manusia Indonesia adalah peradaban populer hari ini. Peradaban sabun, peradaban kandang sapi, peradaban kebun binatang, di mana publik menikmati binatang itu di kebun raya televisi, film, media massa elektronik maupun cetak.

Teknologi apapun hebatnya bukanlah barang haram. Ilmu pengetahuan termasuk dari kaum kafir sekali pun juga bukan ilmu yang haram. Tetapi ketika teknologi itu ada di tangan para binatang peradaban, ia berubah menjadi instrumen yang dehumanistik, liar, dan memuakkan. Bahkan menghancurkan.

Dunia seni, dunia keindahan, dunia kelembutan, dan kehalusan juga memberi dua pilihan. Apakah estetikanya mengandung keindahan yang bisa menyadarkan akan estetika yang berbudi atau sebaliknya, justru di luar kontrol hati nurani paling dalam. Sebab binatang dengan ketelanjangannya menjadi indah. Tetapi sebaliknya, ketika manusia menjadi telanjang seperti binatang, justru hilang keindahannya. Karena ia bukan lagi manusia yang sesungguhnya.

No comments:

Post a Comment